Tausyiah

Menyadap Kekuatan Al Quran

Sebuah ilustrasi menarik pernah disampaikan oleh KH Zainuddin MZ dalam satu ceramahnya, yaitu bahwa janganlah seorang Muslim bersikap terhadap Alquran seperti seorang lurah yang menerima surat dari seorang gubernur, yang selalu membacanya siang-malam, dicium sebelum dan setelah membacanya, diletakkan di tempat yang tinggi, tetapi lupa melaksanakan perintah yang terkandung di dalam surat tersebut.

Ilustrasi dai sejuta umat itu tentang bagaimana seharusnya umat Islam bersikap terhadap Alquran sangat ringan tetapi berdimensi sangat serius. Sangat serius sebab Alquran tidak saja indah dan mengundang pahala serta keberkahan saat dibaca, lebih jauh lagi sangat jelas perintah agar Alquran benarbenar diamalkan dalam keseharian.

Allah Ta’ala berfirman, “Hai Yahya, ambillah al-Kitab itu dengan sungguh-sungguh.” (QS Maryam [19]: 12). Maksudnya adalah pelajari, hayati, pahami, dan pusatkan segala perhatian dan kemampuan terhadap Alquran, tentu saja semua itu agar diri mantap dalam mengamalkannya dalam kehidupan. Sayidina Ali bin Abi Thalib berkata, “Tidak ada gunanya ibadah yang tidak disertai dengan pemahaman. Begitu pula dengan bacaan Alquran dengan tanpa penghayatan.”

Oleh karena itu, metode para sahabat Nabi dalam mempelajari Alquran sangatlah tertata dan sistematis. Manna al-Qaththan dalam kitabnya, Mabahits Fii ‘Ulumi Alquran, menjelaskan bagaimana para sahabat mempelajari Alquran. Mereka tidak menambah pelajaran Alquran sebelum yang telah dipelajarinya dibaca, dihafal, dan diamalkan.

Dengan metode tersebut, Alquran benar-benar bersarang di dalam sistem kesadaran diri para sahabat. Dalam bahasa Ibrahim Eldeeb pada bukunya, Masyru’uk Khas Ma’a Alquran, mereka merasakan pengaruh Alquran dalam kehidupan. Pengaruh itu hadir sebagaimana kandungan ayat-ayat yang dibaca, seperti sedih, takut, penuh harapan, keinginan berjihad, dan mati sebagai syahid di jalan Allah, cinta keadilan, optimistis akan janji kemenangan dari-Nya, yakin doa-doanya dikabulkan, dan seterusnya.

Sebagaimana pengaruh yang dirasakan Nabi kala Ibnu Mas’ud membacakan Alquran untuknya yang berisi, “Maka bagaimanakah (halnya orang kafir nanti) apabila Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu.” (QS. An-Nisa [4]: 41). Kedua mata beliau langsung meneteskan air mata dan meminta Ibnu Mas’ud mencukupkan bacaannya.

Pengaruh luar biasa juga dialami Umar bin Khatthab. Bahkan, beliau sampai jatuh sakit selama sebulan karena merasakan takut luar biasa akan ancaman Allah yang terkandung di dalam ayat, “Sesungguhnya azab Tuhanmu pasti terjadi.” (QS at-Thur [52]: 7).

Peristiwa lain dialami oleh Haritsah, “Bagaimana keadaanmu pagi ini, wahai Haritsah?” Ia menjawab, “Seakan aku melihat singgasana Tuhanku terpampang jelas, sementara penduduk surga bersenang-senang di dalam surga dan penduduk neraka tersiksa di dalam neraka.” Haritsah hidup dengan semangat tinggi karena penghayatannya dalam membaca Alquran.Untuk itu, marilah membaca Alquran dengan niat untuk bisa menyadap dan menyedot kekuatan Alquran sehingga hidup kita benar-benar sesuai dengan Alquran. (Iman Nawawi – republika.co.id)

SELENGKAPNYA
Back to top button