MediaBanten TVSeni Budaya

Tagah Karya Boy Candra, Film Pendek Berprespektif Baru Soal Merantau

Produktifnya generasimuda dalam melahirkan karya film menandai nafas panjang dari idealisme karya berkualitas demi meluruskan isu yang berkembang di tengah masyarakat tanpa sentuhan komersialisme.

Boy Candra, Penulis Nasional memproduseri film pendek berjudul Tagah. Film pendek inspiratif ini dirilis secara resmi pada hari Minggu (9/9/2018) di Kota Padang dan telah diunggah di kanal YouTube ‘Boy Candra’. Film yang digarap oleh rumah produksi Ray Creative ini menyajikan perspektif baru dalam merantau, dengan sutradara Asrinaldi Ray, lulusan S2 jurusan Desain Komunikasi Visual di Institut Seni Indonesia – Padangpanjang, didukung oleh para sineas muda; Randa Avito Y. dan Siddiq Alfiqr (Kameramen), Deki Januandra (Soundman), Rida Kausara/RK Studio (Ilustrator Musik), Arya Ramon (Editor), dan Iqbal (Operator Drone).

Film Tagah yang berdurasi 17 menit 28 detik ini diperankan oleh Harya Sastra (Bujang), Hj. Yeni Zafitri, SE. (Amak), Muhammad Fadhli (Mamak), dan beberapa orang figuran.

“Mewujudkan film Tagah ini ada tantangannya tersendiri, seperti waktu yang terbatas untuk riset dan dalam menyiapkan kebutuhan syuting, lalu penyesuaian jadwal syuting seluruh kru. Namun di balik itu, juga banyak kemudahannya, seperti; lokasi syuting yang dekat, tim yang penuh komitmen, serta kemampuan pemain yang cepat menghafal dan memahami dialog film. Ada banyak ekspektasi yang ingin diwujudkan pada film ini, mengenai lokasi, penambahan adegan, tata cahaya, dan peralatan. Semoga bisa terwujud untuk karya berikutnya. Film ini adalah garapan pertama saya yang mengangkat kearifan lokal, dapat terwujud karena solid dan berkomitmennya teman-teman tim untuk berkarya bersama-sama,” kata Asrinaldi, ketika kami wawancarai, Minggu 9/9/2018.

Asrinaldi, yang sebelumnya juga pernah menyutradarai film berjudul Ilusi, mengatakan, ada banyak isu budaya, sosial, kesenian dan keindahan alam di Sumbar yang dapat diekspos melalui film. “Ke depannya, saya ingin mewujudkan film bertema lokal dengan nilai-nilai kebudayaan yang ada di dalamnya, sebagai sebuah karya yang mendidik masyarakat. Semoga kelak muncul lebih banyak lagi wadah dari pemerintah yang dapat mendukung para pegiat film di Sumbar khususnya dan Indonesia pada umumnya, baik dalam hal ilmu kepenyutradaraan dan juga dalam hal sponsor,” katanya.

Baca: Badak Banten: Langgar UU Cagar Budaya, Ada Bangunan Baru Di Zona Inti Kawasan Banten Lama

“Dalam Tagah, saya ingin menyampaikan kegelisahan yang selama ini saya simpan. Soal, semakin banyak anak muda seusia saya yang berbondong-bondong merantau. Sementara, di kampung mungkin mereka juga lebih dibutuhkan. Hal yang saya cemaskan, kalau semua orang (anak muda) merantau dan tak pulang-pulang, siapa yang akan ‘membangun’ nagari kita ini? Jika semua anak muda sibuk membangun kampung halaman orang lain, pelan-pelan daerah kita akan semakin tertinggal,” kata Boy Candra penulis naskah film Tagah ini, yang baru saja merilis buku terbarunya Malik dan Elsa.

Menurut Boy Candra, di era sekarang merantau adalah mencari ruang untuk belajar. Semisal, menempuh pendidikan atau bekerja untuk waktu tertentu, lalu kembali pulang ke kampung. Atau malah, merantau dengan alam pikiran. Maksudnya, kita tetap bisa tinggal di kampung, namun menerapkan pengetahuan dan pola pikir (dalam bekerja) dengan orang-orang di kota. Misal, sederhananya, kalau di kota orang-orang bekerja dari pagi dan jam kerja yang ketat, di kampung kita juga bisa menerapkan itu. Jadi, merantau bukan lagi soal semakin jauh berjalan.

Boy Candra juga mengatakan, makna dari ‘mambangkik batang tarandam’ masih sama dengan dulu. Sederhananya, berguna bagi kampung halaman. Yang membedakan, kalau dulu, istilah mambangkik batang tarandam cenderung pada kegiatan mengubah nasib melalui proses merantau dan berhasil. Sementara kini, sebagai generasimuda, kita tetap bisa berbuat di kota kita masing-masing.

“Sebenarnya saya masih belum berani bilang saya terlibat di perfilman, walau pun skop Sumbar. Karena memang belum ada apa-apanya. Lebih enak jika saya tetap ingin melibatkan diri menjadi bagian dari para pekerja kreatif di Sumatera Barat. Apakah sebagai penulis cerita atau yang lainnya. Saya yakin, di Sumatera Barat banyak sekali orang hebat. Mungkin selama ini belum terpublikasi saja. Kebanyakan dari kita, jalan sendiri-sendiri. Buktinya, di luar Sumatera Barat banyak sekali nama orang-orang Minang yang diperhitungkan kiprahnya,” ujarnya.

“Semakin hari, harus kita akui, semakin banyak anak muda yang tertarik pada bidang kreatif ini. Itu kelebihannya. Kelemahannya, iklim untuk bidang ini, menurut saya, di Sumatera Barat masing dingin. Tugas kita, memberi ‘api’ bersama-sama. Saya masih merasa sangat harus banyak belajar soal film. Sekarang, saya sedang bekerjasama dengan salah satu PH di Jakarta untuk sebuah novel saya yang diadaptasi ke layar lebar. Kapasitas saya, tetap sebagai penulis novel-nya.”

Pada kesempatan wawancara ini, Boy Candra sempat menyampaikan harapannya semakin banyak ruang kreatif yang saling dukung, antara pekerja seni/pekerja kreatif yang kita tumbuhkan di kota ini. Untuk semua bidang kesenian/kreativitas yang sama-sama diperjuangkan untuk membangun Minangkabau. “Saya percaya, semua orang yang tumbuh dan berkarya di sini adalah untuk membuat bangga negeri kita,” katanya.

Sementara itu, Denni Meilizon, CEO and Founder Diatunes Management yang sempat ikut diskusi pra produksi film Tagah ini berpandangan, “Menggarap film merupakan relevansi dari aktivitas Boy Candra sebagai seorang penulis buku. Asrinaldi sebagai pegiat film punya tugas untuk selalu menghadirkan iklim perfilman di daerahnya, karena ini jadi tugas bersama. Terlahirnya film Tagah adalah kemenangan mereka dalam berkreativitas, dengan mengangkat konten-konten lokal semoga saja dapat diterima oleh masyarakat daerah, nasional, dan mudah-mudahan juga internasional.” (Dilaporkan oleh Muhammad Fadhli)

Iman NR

SELENGKAPNYA
Back to top button