Dari Akame ga Kill ke HUT RI, Night Raid Juga Tuntut Reformasi?
Menjelang peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 Republik Indonesia, pemerintah menyampaikan larangan terhadap pengibaran bendera non-nasional, termasuk bendera fiksi dari serial One Piece dan Akame ga Kill! yang viral di media sosial.
Menteri Hak Asasi Manusia, Natalius Pigai, dalam pernyataan tertulis pada Minggu (3/8), menegaskan bahwa larangan ini diberlakukan untuk menjaga penghormatan terhadap simbol-simbol negara dalam momen bersejarah nasional.
“Pemerintah berhak melarang pengibaran bendera Bajak Laut Topi Jerami maupun simbol-simbol lain yang bukan bagian dari identitas nasional, khususnya saat peringatan Hari Kemerdekaan,” ujar Pigai.
Tren pengibaran bendera Jolly Roger dari One Piece telah merebak di berbagai wilayah, dengan warga mengibarkannya di rumah, kendaraan, hingga ruang publik.
Fenomena ini disebut sebagai bentuk ekspresi terhadap ketidakpuasan atas kondisi sosial-politik di Tanah Air, terutama terkait isu korupsi dan ketidakadilan.
Bendera tersebut dalam konteks serial One Piece merupakan simbol perlawanan terhadap pemerintahan yang represif dan perjuangan atas nama kebebasan.
Warganet Indonesia disebut mengadopsi simbolisme ini sebagai bentuk protes akar rumput menjelang peringatan kemerdekaan.
Selain itu, simbol Night Raid dari anime Akame ga Kill! juga muncul dalam sejumlah unggahan media sosial.
Logo tersebut menampilkan bulan sabit dengan mata di tengah berlatar belakang hitam, yang merepresentasikan kelompok pembunuh rahasia dalam cerita, berafiliasi dengan Tentara Revolusioner melawan kekuasaan korup Kekaisaran.
Kelompok Night Raid beroperasi dalam kegelapan malam dan dikenal sebagai pasukan khusus yang menangani misi pembunuhan dan pengintaian.
Simbol mereka telah tersebar dalam berbagai konten digital, mulai dari meme, merchandise, hingga unggahan video protes.
Pemerintah menilai penggunaan simbol-simbol tersebut, khususnya saat bersamaan dengan pengibaran bendera Merah Putih, dapat berpotensi melanggar hukum.
“Pengibaran bendera non-nasional di ruang publik bersamaan dengan bendera negara dapat dianggap sebagai bentuk penghasutan dan tidak sesuai dengan etika kenegaraan,” jelas Pigai.
Dia mengimbau masyarakat untuk tetap menunjukkan rasa hormat dan kesatuan nasional pada Hari Kemerdekaan, serta tidak menjadikan simbol fiksi sebagai alat ekspresi politik di momen sakral tersebut.
Editor: Abdul Hadi











