EkonomiTekno

Dinilai Mendesak, Pemasangan Teknologi USC pada PLTU di Indonesia

Kementerian ESDM kembali menegaskan pentingnya pemasangan teknologi Ultra Super-critical (USC) pada PLTU berkapasitas besar.

Direktur Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Wanhar menyebutkan, penerapan teknologi USC telah masuk dalam peta jalan (road map) penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) dari sektor energi.

PLTU USC yang kini sedang dibangun antara lain, PLTU Jawa 9 & 10, PLTU Jawa Tengah (Batang), dan PLTU Jawa 4 (Tanjung Jati B), kesemuanya berstandar negara-negara maju dalam OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development).

Pada PLTU ini juga ada yang sudah dilengkapi dengan peralatan pengendalian pencemaran udara sehingga emisi yang dihasilkan dapat memenuhi Baku Mutu Emisi. Beberapa negara telah menerapkan teknologi ini salah satunya adalah Jepang.

“Bukan sebagai standar, tapi semacam roadmap penggunaan PLTU di Indonesia,” ungkapnya kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (9/1/2021).

Wanhar menjelaskan, teknologi ini termasuk Clean Coal Technology (CCT), yang dapat menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) karena memiliki efisiensi sebesar 40%. Serta menghasilkan intensitas emisi GRK lebih rendah dari PLTU lainnya, seperti PLTU Subcritical dan PLTU Supercritical.

“Arti dari efisiensi 40% itu adalah kemampuan dari PLTU USC untuk mengkonversi sebanyak 40 % dari setiap energi yang terkandung di dalam batu bara yang digunakan oleh PLTU USC menjadi energi listrik (kWh),” jelasnya.

Berdasarkan data New Energy and Industrial Technology Development Organization (NEDO), penggunaan teknologi USC pada PLTU mampu menghasilkan efisiensi sebesar 40% dan intensitas emisi CO2 sebesar ± 820 gram per kWh. Selain, itu konsumsi bahan bakar batubara semakin kecil, sekitar 320-340 gram per kWh saja.

Dikatakannya, pembangunan PLTU Sistem Jawa, Madura, dan Bali (Jamali) harus menggunakan Boiler teknologi USC. Namun, tidak untuk PLTU di luar Sistem Jamali, mengingat kapasitasnya masih kelas 50-300 MW.

Bagi PLTU yang belum memasang teknologi USC, kata Wanhar, masih boleh menggunakan teknologi satu tingkat di bawah USC, yaitu Super Critical. “Atau PLTU Mulut Tambang untuk daerah yang memiliki tambang Batubara rendah kalori,” sambungnya.

PLTU Mulut Tambang merupakan pembangkit listrik tenaga batubara dengan skema Mine-to-Mouth, dengan lokasi pembangkit yang terletak paralel terhadap lokasi tambang batu bara. Pembangkit listrik ini dapat dilengkapi unit pengering atau dryer untuk meningkatkan nilai kalori dan mengurangi kandungan air.

Khusus di Indonesia, Wanhar menyebutkan bahwa PLTU USC yang sudah beroperasi adalah PLTU Cilacap Expansi 2 dan PLTU Jawa 7 yang menggunakan standar Tiongkok. Kementerian ESDM mencatat, terdapat sembilan lokasi PLTU batubara yang akan menggunakan teknologi USC, dengan total kapasitas sebesar 10.130 MW.

“Dengan dibangunnya PLTU USC dengan kapasitas total 10.130 MW tersebut, berpotensi mampu menurunkan emisi GRK sebesar 8,9 juta ton CO2,” urai Wanhar.

Jadi Standar

Pengamat Energi sekaligus Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan menyambut baik pemakaian teknologi USC. Dia bahkan berharap teknologi USC dapat segera diterapkan di semua PLTU yang ada di Indonesia.

Menurut Mamit, teknologi USC akan sangat baik apabila diterapkan dalam jangka panjang. Karena telah terbukti efisiensinya dalam mengurangi dampak lingkungan, utamanya polusi udara.

Ia mengatakan, Indonesia telah berkomitmen untuk menurunkan emisi sebagaimana tertuang dalam Dokumen Nationally Determined Contribution (NDC), yang merupakan tindak lanjut Paris Agreement dan disahkan melalui Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016. NDC menyampaikan bahwa target penurunan emisi sebesar 29% dengan upaya sendiri.

“Mudah-mudahan ini bisa diterapkan di semua PLTU ya. Karena ini terkait dengan komitmen kita, di mana pemerintah memang berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, terutama yang dihasilkan oleh PLTU,” kata dia, Jumat (8/1).

Dari sisi pembangkit teknologi, penerapan USC cukup menguntungkan. Selain bahan baku mudah dicari, boiler daripada teknologi yang dimiliki USC juga dapat menghasilkan uap lebih panas.

“Jadi secara teknis ini sangat membantu. Karena penggunaan batubara bisa sedikit, tetapi output yang dihasilkan jauh lebih besar dibandingkan tidak menggunakan teknologi ini,” pungkasnya.

Sebelumnya, Direktur Operasi II Hutama Karya, Novias Nurendra dalam pemberitaan, mengatakan bahwa PT Hutama Karya (Persero) bersama Doosan Heavy Industry tengah melaksanakan pembangunan proyek Jawa 9&10 yang merupakan Coal Fired Steam Power Plant dengan teknologi Ultra Super Critical (USC) terbaru yang efisien dan beremisi rendah.

“Teknologi USC ini nantinya akan membuat proses produksi energi yang bersumber dari batubara menjadi lebih efisien dan ramah lingkungan. Dalam industri pembangkit listrik khususnya tenaga batubara, ini adalah teknologi terbaik,” kata Novias dalam keterangan tertulis beberapa waktu lalu.

Dia menguraikan, selain teknologi USC, proyek tersebut juga menggunakan implementasi teknologi canggih lainnya, seperti Advance Low NOx Burner, Electrostatic Precipitator, Flue Gas Desulphurization (FGD), dan instalasi Selective Catalytic Reduction (SCR) untuk menurunkan kadar Emisi. (*)

 

Iman NR

Back to top button