Pencabulan Anak Bisa Lewat Internet? Pelajari Modusnya
Kasus pencabulan terhadap anak, kian marak terjadi di Indonesia. Pada tahun 2022, Pusiknas Polri mencatat lebih dari 400 kasus pencabulan terhadap anak yang ditangani polisi hanya dalam kurun waktu tiga pekan.
Terbaru, kasus seorang asisten rumah tangga (ART) diduga mencabuli dua anak majikannya di Kota Bandung, pada Selasa, 3 September 2024.
Polrestabes Bandung mengungkap kasus pencabulan ini dilakukan pria berinisial AF (44) terhadap dua anak berjenis kelamin laki-laki, berusia 11 tahun dan 7 tahun.
“Anaknya bercerita ke orang tuanya bahwa yang bersangkutan menerima perlakuan yaitu berupa dipeluk kemudian dipegang kemaluannya,” kata Wakasat Reskrim Polrestabes Bandung AKP Siska Arina kepada wartawan di Mapolrestabes Bandung.
Selain di Bandung, kasus pencabulan juga dialami oleh seorang siswi SD di Wonogiri yang diduga mengalami pencabulan selama setahun lebih.
Diketahui, pihak kepolisian setempat juga telah 3 kali memberikan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) kepada pelapor, sejak tanggal 9, 19 dan 30 Agustus 2024.
Humas Polres Wonogiri AKP Anom Prabowo mengungkapkan bahwa polisi masih memburu pelaku pencabulan tersebut.
Berdasarkan keterangan, pencabulan terjadi selama kurun waktu Februari 2023 hingga Juli 2024.
Kasus-kasus di atas menunjukkan betapa pentingnya undang-undang maupun peraturan pemerintah pengganti undang-undang, untuk memberi tindakan tegas terhadap tindakan pencabulan terhadap anak.
Salah satu peraturan itu adalah Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 dan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak, yang diterbitkan pemerintah dalam upaya melakukan perlindungan terhadap anak.
Tapi, apakah itu sudah cukup? Mari ketahui lebih dalam tentang kategori pelaku pencabulan terhadap anak hingga cara perlindungan yang tepat di bawah ini.
Kategori Pelaku Pencabulan Terhadap Anak
Menurut Akademisi di Universitas Indonesia Topo Santoso dalam bukunya yang berjudul Seksualitas Dan Hukum Pidana, menuturkan bahwa pelaku pencabulan terhadap anak-anak di bawah umur atau disebut dengan child molester, dapat digolongkan ke dalam lima kategori, yaitu:
Immature
Yaitu para pelaku melakukan pencabulan yang disebabkan oleh ketidakmampuan mengidentifikasikan diri mereka dengan peran seksual sebagai orang dewasa.
Frustrated
Pelaku melakukan kejahatannya (pencabulan) sebagai reaksi melawan frustasi seksual yang sifatnya emosional terhadap orang dewasa. Sering terjadi mereka beralih kepada anak-anak mereka sendiri (incest) ketika merasa tidak seimbang dengan istrinya.
Sociopathic
Para pelaku pencabulan yang melakukan perbuatan dengan orang yang sama sekali asing baginya, suatu tindakan yang keluar dari kecenderungan agresif yang terkadang muncul.
Pathological
Pelaku pencabulan yang tidak mampu mengontrol dorongan seksual sebagai hasil psikosis, lemah mental, kelemahan organ tubuh atau kemerosotan sebelum waktunya (premature senile deterioration).
Pencabulan Lewat Internet
Perlu diketahui, terdapat dua tahapan pertama pada aksi pencabulan terhadap anak di bawah umur melalui jaringan media internet.
Pertama, tahap pembentukan pertemanan dan pembentukan hubungan. Pelaku grooming mengumpulkan informasi mengenai anak, memonitor celah kerentanan yang ada pada anak, dan menggunakan informasi tersebut untuk menjadikan anak yang telah dipantau sebagai target utama.
Kemudian, pelaku masuk pada tahap pertimbangan risiko. Pada tahap ini pelaku akan melihat risiko apakah pelaku dapat terdeteksi dan menilai apakah kerahasiaan percakapan antara pelaku dan korban akan aman.
Jika dirasa aman, pelaku melanjutkan ke tahap berikutnya yaitu tahap eksklusivitas yang mana pada tahap ini pelaku akan membuat perasaan eksklusif kepada anak dengan memberikan kedekatan dan rasa nyaman.
Pelaku dapat memasuki tahap terakhir yaitu tahap seksual. Pada tahap ini pelaku akan melakukan tujuannya yaitu melecehkan atau mengeksploitasi korban secara seksual pada percakapan online mereka.
Cara Perlindungan Terhadap Anak
Penting untuk berupaya melindungi anak dari perbuatan kesusilaan. Hal ini tertuang dalam Undang-Undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Pastikan seseorang tidak melakukan perbuatan persetubuhan dengan anak dengan cara kekerasan ataupun ancaman kekerasan, sebagaimana yang terkandung di dalam pasal 81 ayat 1.
Perbuatan persetubuhan dengan anak dengan cara apapun merupakan pelanggaran undang-undang. Misalnya, membujuk, merayu, menipu anak untuk diajak bersetubuh yang diatur dalam pasal 81 ayat 2.
Orang tua dapat melarang orang lain yang dinilai dapat melakukan pencabulan terhadap anak dengan cara apapun.
Modus yang terjadi pada umumnya adalah dengan cara kekerasan, ancaman kekerasan, membujuk, menipu anak di bawah umur.
Editor: Abdul Hadi