Ekonomi

Yuliani, Pengusaha Jadi Petani Padi Kewal Khas Banten yang Langka

Yuliani, pengusaha yang kini menjadi petani padi Kewal, jenis padi yang mulai langka dan punah. Tak mudah melestarikan dan mengembangkan padi yang konon berasnya merupakan makanan para Sultan dari Kerajaan Banten. Apalagi, cara menanamnya juga harus menggelar tradisi dari para leluhur.

Yuliani bercerita perjuangannya melestarikan beras Kewal di Kanal BantenPodcas Yotube dengan host, Iman Nur Rosyadi yang dikutip MediaBanten.Com, Sabtu (18/9/2021).

“Awalnya, saya petani biasa menanam bunga-bungaan, sayuran dan sebagainya. Saya kenal dengan Prof Agung dari UGM, kenapa hanya sayur-sayuran saja, kenapa tidak ke padi,” kata Yuliani.

Yuli, biasa disapa begitu, merasa ditantang oleh Prof Agung dari UGM untuk mengembangkan padi Kewal yang unik dan merupakan khas Banten. Dia segera mencari informasi lengkap tentang padi tersebut. Dia pun bersama Momot dari Dinas Ketahanan Pangan Banten mendapatkan bibit padi Kewal di Anyer, Kabupaten Serang.

“Saya kaget, masa tanamnya 6 bulan. Lama sekali. Kami dibantu Pak Jadli, Kadis Pertanian Kabupaten Serang melakukan inovasi agar padi ini bisa ditanam di sawah biasa dan masa tanamnya menjadi 4 bulan. Dan itu berhasil di sawah seluas 1 hektar. Kini kami sedang berusaha untuk memperpendek menjadi 3 bulan,” katanya.

Inovasi yang dilakukan tim Yuliani ini antara lain menanam padi Kewal bukan di huma, tetapi di sawah biasa. Usia tanam diperpendek dari 6 bulan menjadi 4 bulan. Kunci keberhasilannya adalah melakukan revitalisasi lahan, pemupukan dan menggelar tradisi dari para leluhur.

Terbukti, satu hektar yang ditanam padi Kewal menghasilkan 8 ton gabah kering pungut (GKP). Dari jumlah itu setelah diolah menghasilkan 6 ton beras Kewal atau susut 20 persen dari produksi GKP.

“Yang unik, selama ini tidak ada hama baik keong, burung atau hama lain-lain yang menyerang hamparan padi Kewal di Barugbug, Kabupaten Serang,” ujar Yuli.

Yuliani berkeyakinan, tidak ada hama apapun yang menyerang padi Kewal disebabkan gelaran tradisi sebelum penanaman padi, proses penanaman, masa tumbuh dan menuai padi. Tradisi itu antara lain dengan menyapa alam berupa tanah, air, udara dan api agar tidak mengganggu tanaman padi Kewal.

Tradisi itu antara lain solawatan, khataman Al Quran dan sajian-sajian yang diajarkan dari Por Agung dari UGM. “Kami memberi salam agar tidak diganggu. Kami memberikan alternatif, kalau hama mau menggangu silakan di hamparan yang sudah disediakan,” ujarnya.

Yuliani mengatakan, saat ini sedang berupaya mendapatkan izin varietas yang harus melalui pemuliaan, uji DNA dan berbagai uji kelayakan di Lab yang sudah ditentukan.

“Secara bisnis, beras Kewal bisa dikembangkan. Ada hitung-hitungan bisnisnya. Tetapi sebenarnya saya lebih pada upaya melestarikan jenis padi yang mulai punah,” ujarnya.

Yuliani mengaku mencoba mengirimkam beras Kewal ke sejumlah teman di Korea Selatan. Mereka mengatakan, beras ini enak hampir mirip dengan beras yang diproduksi di Jepang.

“Mereka minta dalam jumlah besar, saya bilang tidak bisa. Karena saya masih sulit untuk mengembangkan karena belum ada izin varietas dan lain-lainnya.” katanya.

Varietas Kewal yang dikembangkan Yuliani adalah jenis Bulu. Varietas lain yang sudah ada adalah SR 1 hingga 4 dan Mustaban. “Saya tidak ingin menjadikan hak paten. Saya akan kembalikan dinas untuk patennya ke masyarakat Kabupaten Serang melalui dinas pertanian setempat,” ujarnya.

Rencananya Yuliani akan mengembangkan ke 12 hektar yang sekarang sedang diolah lahannya. Kami ingin sampai 40 hektar.

“Mudah-mudahan masyarakat Banten bisa membantu kami dalam mengembangkan padi Kewal untuk mempertahankan beras langka yang mulai punah,” kata Yuliani menutup diskusi di BantenPodcast. (Reporter / Editor: IN Rosyadi)

Selengkapnya tonton di BantenPodcast di bawah ini. Jangan lupa subscribe dan like.

Iman NR

Back to top button