Edukasi

Prof Suwaib Amiruddin Beri Kuliah Umum di FISIP Unila

Program Doktor Studi Pembangunan Universitas Lampung (Unila) menyelenggarakan kuliah umum dengan menghadirkan Guru Besar Bidang Ilmu Sosiologi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta), Suwaib Amiruddin di Gedung A Lantai 1, Ruang Saibatin FISIP Universitas Lampung.

Kegiatan kuliah umum mengambil tema Interaksi Sosial sebagai Modal Penyadaran di Tengah Masyarakat Multikultur untuk Mendorong Pembangunan Daerah.

Kegiatan perkuliahan dihadiri oleh Ketua Program Studi Doktor Studi Pembangunan Unila, Dr Bambang Utoyo Sutiyoso, Sekretaris Program Studi Doktor Studi Pembangunan Unila Dr Ani Agus Puspawati, dosen serta mahasiswa. Kegiatan kuliah umum dimoderatori Dr Handi Mulyaningsih,

Ketua Program Doktor Studi Pembangunan Unila, Dr Bambang Utoyo dalam sambutan pembukaanya menegaskan bahwa kuliah umum merupakan salah satu tradisi akademik yang dilakukan oleh Program Doktor Studi Pembangunan dari masa ke masa.

Lanjut Bambang, setiap kuliah umum dilakukan menghadirkan tamu atau pakar dibidangnya dan selalu diupayakan kalau bisa berasal dari luar kampus Unila.

“Kehadiran pakar diharapkan memberikan nuansa dan persepektif baru sebagaimana pengalaman dari tamu yang diundang,” tegasnya.

Dalam paparan materinya, Profesor Suwaib Amiruddin menekankan bahwa masyarakat multikultural di Indonesia tidak bisa ditawar-tawar lagi dan sudah menjadi komitme pendiri bangsa ini.

Untuk itu perlu menghormati hak-hak dasar dan kebebasan setiap individu dan kelompok untuk memelihara dan mengembangkan identitasnya tanpa mengganggu hak-hak dan kebebasan orang lain.

Untuk mendorong kesepahaman maka pemerintah daerah perlu menyelenggarakan kegiatan-kegiatan yang melibatkan partisipasi dan interaksi antara kelompok-kelompok yang berbeda.

“Sebaiknya dalam membangun daerah berbasis multikultural itu perlu menyelenggarakan kegiatan festival budaya, dialog lintas agama, kerjasama sosial dan gotong royong dalam setiap kegiatan kemasyarakatan,” katanya.

Lanjut Suwaib bahwa sebenarnya sudah ada kebijakan kebudayaan yang menekankan penerimaan terhadap realitas keagamaan, pluralitas dan multikultural yang terdapat dalam kehidupan masyarakat yang kemudian diwujudkan dalam kesadaran politik.

“Multikulturalisme membutuhkan upaya yang serius dan berkelanjutan dari berbagai pihak, baik pemerintah, masyarakat sipil, media, pendidikan, maupun individu,” harapnya.

Katanya, mewujudkan pembangunan di daerah maka perlu diantisipasi sejak dini munculnya krisis identitas, karena perubahan budaya yang cepat dapat menyebabkan kebingungan dan krisis identitas bagi individu dan kelompok masyarakat sehingga rentang juga terjadi konflik sosial. (Nana)

Editor Iman NR

Iman NR

Back to top button