Ekonomi

Aksi Boikot Anjlokan Omzet Global McDonalds, Panik Beli Semua Restoran di Israel

Aksi boikot di berbagai negara terhadap McDonalds, perusahaan makanan cepat saji Amerika Serikat karena mendukung Israel melawan Hamas Palestina di Gaza, benar-benar menganjlokan penjualan atau omzet global perusahaan tersebut.

Untuk mengatasi berlanjutnya kemerosotan penjualan global itu, McDonalds membeli semua restoran cepat saji di Israel, seperti dilaporkan Chris Newlands dari BBC News yang dikutip MediaBanten.Com, Rabu (10/4/2024).

Keputusan McDonald’s untuk mengambil alih kepemilikan cabangnya di Israel telah membuat perusahaan pemegang waralaba (franchise) di Israel, Alonyal dan CEO-nya Omri Padan menjadi sorotan.

McDonald’s menerapkan sistem waralaba dalam menjalankan bisnisnya. Setiap operator di semua negara memiliki izin untuk menjalankan gerai dan mempekerjakan staf.

Secara global, perusahaan raksasa makanan cepat saji ini mendapat kritik setelah Omri Padan menawarkan makanan gratis kepada pasukan Israel saat awal serangan ke Gaza pada Oktober 2023.

Aksi boikot pun bermunculan setelah negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim seperti Kuwait, Indonesia, Malaysia dan Pakistan mengeluarkan pernyataan menjauhkan diri dari perusahaan tersebut karena apa yang mereka lihat sebagai dukungan terhadap Israel.

Namun, Padan bukanlah sosok baru dalam pusaran konflik antara Israel-Palestina. Selama 30 tahun mengoperasikan restoran McDonalds di Israel, pengusaha Israel tersebut memicu sejumlah perselisihan.

Pada 2013, contohnya, Omri Padan membuat marah gerakan pemukim Israel. Padan menolak seruan untuk membuka cabang jaringan makanan cepat saji McDonald’s di pemukiman Ariel, wilayah Tepi Barat yang diduduki.

Padan mengatakan bahwa perusahaan yang dipimpinnya mempunyai kebijakan untuk tidak memasuki wilayah pendudukan. Saat itu, keputusan tersebut belum dikoordinasikan dengan kantor pusat McDonald’s di AS.

Israel telah membangun sekitar 160 permukiman yang menampung sekitar 700.000 orang Yahudi sejak menduduki Tepi Barat dan Yerusalem Timur – tanah yang diinginkan Palestina sebagai bagian dari negara masa depan – dalam perang Timur Tengah tahun 1967.

Mayoritas komunitas internasional menganggap pemukiman tersebut ilegal menurut hukum internasional, meskipun Israel membantahnya.

Padan adalah salah satu pendiri kelompok bernama Peace Now, yang menentang semua permukiman dan memandangnya sebagai hambatan bagi perdamaian. Peace Now mengatakan Padan kini tidak lagi menjadi anggota kelompok yang didirikan pada tahun 1978 itu.

Seorang pemimpin Dewan Yesha, organisasi yang memayungi para pemukim, mengatakan pada saat itu bahwa McDonald’s telah berubah menjadi perusahaan yang memiliki “agenda politik anti-Israel”.

Keputusan Alonyal muncul kembali pada tahun 2019 ketika McDonald’s memenangkan tender untuk mengelola restoran dan kedai hot dog di Bandara Ben-Gurion, Israel.

Sebagai respons, beberapa surat protes dikirim oleh para pemimpin pemukiman di Tepi Barat yang meminta kementerian keuangan dan transportasi, serta otoritas bandara Israel, untuk memblokir tindakan tersebut. Protes juga diadakan di luar restoran cepat saji tersebut di Tel Aviv.

Pada Kamis (04/04) lalu, tiba-tiba diumumkan bahwa Alonyal akan menjual kembali waralaba besar tersebut ke raksasa makanan AS. Namun isi-isi dalam kesepakatan itu tidak diungkapkan oleh McDonald’s.

Seorang pakar manajemen yang bekerja untuk sejumlah perusahaan besar namun tidak mau berbicara secara terbuka, mengatakan keputusan untuk menawarkan makanan gratis kepada pasukan Israel mungkin menjadi penyebabnya.

Muncul gerakan boikot di beberapa negara terhadap McDonald’s setelah aksi pemberian makan gratis itu.

McDonald’s secara global mencatat bahwa konflik Israel-Gaza telah “berdampak signifikan” pada kinerja beberapa pasar luar negeri pada kuartal keempat tahun 2023.

Untuk unit yang mencakup di wilayah Timur Tengah, China, dan India, pertumbuhan penjualan bahkan hanya 0,7% pada kuartal keempat tahun 2023 – jauh di bawah ekspektasi pasar.

Pada awal tahun ini, CEO McDonald’s pusat, Chris Kempczinski, menyalahkan “misinformasi” atas reaksi buruk tersebut.

Aksi-aksi boikot McDonald’s di beberapa negara digambarkan juga sebagai tindakan yang “mengecewakan dan tidak berdasar” oleh perusahaan tersebut.

Perusahaan McDonald’s sangat bergantung pada ribuan bisnis waralaba yang memiliki dan mengoperasikan sebagian besar gerai di seluruh dunia, dengan total lebih dari 40.000 toko. Sekitar 5% dari jumlah itu berlokasi di Timur Tengah. (BBC Indonesia)

Editor Iman NR

Iman NR

SELENGKAPNYA
Back to top button