Gerakan Masyarakat Peduli Agraria (GEMPA) menggelar aksi Kamisan di Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, Kamis (22/2/2018). Aksi kamisan sendiri merupakan bentuk penyampaian aspirasi yang dilakukan secara damai dan berkelanjutan di beberapa daerah di Indonesia setiap hari Kamis.
Korlap Aksi, Sudandi Kowih, terkait aksi kamisan perdana di Lebak tersebut, pihaknya mengusung isu persoalan agrarian, yaitu masalah tanah di Kecamatan Maja. “Mengingat maraknya sengketa lahan yang tidak terselesaikan membuat miris, bahkan ada yang sampai berujung pemanggilan warga oleh pihak terkait, Sudah menjadi rahasia umum ada SPH Ganda dalam persoalan ini, dimana Ada SPH Equator Dan SPH Harvest Time yang akhirnya masyarakat dituduh menjual 2 kali,” ungkapnya.
Aksi yang dilakukan untuk melakukan pembelaan terhadap warga atas persoalan sengketa lahan yang tidak ada kejelasan, apalagi jika samapai berujung pemidanaan warga dengan dasar persoalan tanah. Oknum-oknum pemanfaatkan ketidaktahuan warga terhadap perundang-undangan dan peraturan terkiat soal tanah.
“Ini merupakan benang kusut dan sengkarut dari sengketa-sengketa lahan yang terjadi antara masyarakat dengan perusahaan, atau perusahaan dengan perusahaan yang berimbas terhadap warga. Sengketa ini seolah tidak pernah ada penyelesaian,” tukasnya.
Ia juga membeberkan, Pengadilan Negeri Rangkasbitung beberapa waktu lalu, telah turun ke lokasi objek sengketa, dimana salah satunya untuk melakukan sita jaminan agar tanah tersebut menjadi status quo dan dititipkan ke kepada pihak desa untuk tidak dipindah tangankan sebelum ada keputusan inkrah. “Perintah PN Rangkasbitung dalam hal ini seolah tidak digubris, yang pada akhirnya masyarakat menjadi korban,” imbuhnya.
Baca: Pjs Bupati Lebak Terima Verifikasi Pemprov Banten Soal Bantuan Korban Gempa
Lanjut Korlap Aksi itu, penyelesaian sengketa lahan kondisinya bisa dikatakan sengkarut dan berlarut-larutnya, membuat warga khawatir dan merasa terintimidasi. “Kami mengecam segala bentuk intimidasi yang dilakukan oleh pihak manapun kepada warga serta kami mendesak agar oknum mafia tanah atau calo yang merugikan segera di tangkap,” kata Sudandi.
Adapun Aliansi dari yang tergabung dalam aksi tersebut, diantaranya Forum Warga Peduli Agraria (FWPA), Mahasiswa Pemuda Peduli Pembangunan (MP3) Lebak, Front Aksi Rakyat Banten (Fakrab)n Solidaritas Perempuan Lebak (SPL), Front Aksi Mahasiswa (FAM) Lebak, dan Pergerakan Santri Lebak (PSL).
Selain itu, persoalan sengketa tanah ini mempunyai luasan yang sangat fantastis, luasan tanah tersebut diperkirakan mencapai 500 hektar, terletak di sekitar 1.500 bidang yang tersebar di beberapa desa di Kecamatan Maja dan Curugbitung. Mereka meyakini, aksi ini merupakan jihad melawan mafia tanah, aksi ini merupakan bagian dari aksi nyata dan ikhtiar berjihad bersama warga untuk melawan para mafia tanah.
“Sekali lagi kami mendesak agar aparat penegak hukum untuk segera mengusut tuntas dan menangkap mafia tanah, kami akan terus bergerak menggalang kekuatan rakyat untuk menghadapi mafia tanah,” katanya.
Dalam aksinya, mereka menilai tindak kejahatan mafia tanah harus dilawan dengan gerakan massif yang berani dari seluruh elemen masyarakat. Mereka juga mendesak agar pemerintah hadir untuk memfasilitasi penyelesaian sengketa lahan, agar tidak hanya memihak kepada para pemilik modal.
Selain itu, berbagai perizinan terutama yang menyangkut hak perusahaan atas lahan perlu dilakukan audit dan investigasi lebih lanjut. Mengingat menurut analisa GEMPA, tidak sedikit perusahaan yang melakukan pembebasan lahan di daerah Maja yang menyimpan banyak misteri yang sulit dipecahkan secara logika. (Sofi Mahalali)