Hukum

Haris Azhar: Pemkab Tangerang Abaikan HAM Pedagang Pasar Kutabumi

Haris Azhar, Aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) mengkritik Pemkab Tangerang yang dinilai mengenyampingkan hak Pedagang Pasar Kutabumi dengan upaya mengambil alih secara sepihak melalui Perumda NKR, BUMD milik pemkab setempat.

Bahkan, dia mensinyalir, Pemkab Tangerang membiarkan mobilisasi preman bayaran oleh kepala pasar yang berujung pada pemidanaan tiga pedagang, di antaranya sempat ditahan selama 40 hari.

Kata Haris, Pemkab Tangerang sebagai wujud negara ini yang menganut konsep negara kesejahteraan atau walfare state, semestinya melindungi dan menjamin hak ekonomi Pedagang Pasar Kutabumi.

Pasar Kutabumi semula dibangun dan dikelola Koperasi Pasar Taman (Kopastam), kemudian diambil alih Perumda NKR, BUMD milik Pemkab Tangerang.

“Pasar Kutabumi itu soal bagaimana otoritas negara atau Pemda termasuk pihak swasta dalam memperlakukan para Pedagang yang sudah berjualan lama di sana. Nah saya pikir ini kan bukan tanah kosong, sudah ada para pedagang yang sejak lama di sana yang juga membeli. Hak ekonomi mereka itu harus dijaga,” kata Haris.

Haris Azhar mengungkapkan yang dikonfirmasi MediaBanten.Com, belum lama ini, di sela-sela lawatannya mengisi acara dialog HAM Demokrasi dan Ketatanegaraan, di salah satu cafe di Kota Serang. Pernyataan itu disampaikan Haris, menyoroti konflik di Pasar Kutabumi yang masih terus bergulir.

“Pemda Tangerang itu sebagai fasilitator dan harus mendahulukan kepentingan Pedagang. Maka dalam menangani konflik, yang mestinya didorong adalah bagaimana proses mediasi dan dialog disana berjalan. Sembari memastikan bahwa hak asasi para pedagang itu, hak ekonominya dilindungi,” ujarnya.

Soal polemik berkepanjangan karena ketidaksepahaman dan buntunya proses dialog dalam program revitalisasi pasar yang dicanangkan pihak Perumda NKR.

Tetapi tidak dikehendaki oleh sejumlah Pedagang, menurut Haris, hal itu berkaitan erat dengan hitung-hitungan administrasi kepemilikan dalam bisnis.

Haris Azhar yang juga Direktur Lokataru Foundation ini mengungkapkan, meskipun masa pakai kios Pedagang sudah berakhir, hak Pedagang untuk berjualan tetap harus melekat.

Dalam pengamatan Haris, di masa lalu para Pedagang itu telah berjasa dalam membangun Pasar Kutabumi untuk memanfaatkan ruang dan dibukanya fasilitas umum publik berupa pasar.

“Ada proses panjang para Pedagang yang sudah menghidupkan perekonomian dengan aktivitas perdagangan di pasar. Jadi hak pedagang, gak bisa maen diambil alih atau diganti dengan kios yang baru, itu gak bisa,” jelasnya.

Stop Pemidanaan Pedagang

Haris Azhar, aktivis HAM mendesak penghentian atas pemidanaan terhadap tiga Pedagang Pasar Kutabumi yang hingga kini masih terjerat kasus hukum berstatus sebagai tersangka sejak 23 November 2023 lalu. Bahkan, Sutimah sempat ditahan di Rutan Polresta Tangerang, keesokan harinya (24/11/2023).

Padahal, mereka adalah bagian daripada pedagang yang sempat mengalami serangan oleh ratusan preman dari Ormas bayaran dan disinyalir dimobolisasi kepala pasar setempat. Saat itu, puluhan mengalami luka, kios atau lapaknya rusak, barang dagangan dijarah dan bahkan salah satu pedagang sempat diculik.

“Kalau ada pemidanaan, saya pikir itu terkait dengan adanya upaya membungkam para pedagang,” ungkap Haris.

Haris menganggap pemidanaan tiga pedagang karena adanya laporan polisi Perumda NKR ke Polresta Tangerang terhadap Sutimah. Kemudian adanya pengembangan proses hukum yang mengakibatkan dua pedagang lainnya turut dijerat pasal KUHP berlapis.

Yaitu pasal 167 karena diduga memasuki pekarangan Pasar Kutabumi tanpa izin yang berhak, alias Perumda NKR. Lalu Pasal 160 diduga menghasut pedagang lain untuk menolak revitalisasi dan pasal 385 karena mandapat keuntungan dari pedagang lain atas sewa kios di pasar itu, adalah tindakan yang tidak sepatutnya dilakukan.

Tutur Haris, penegakan hukum tak boleh hanya sekedar melihat apa yang dilakukan. Tetapi turut musti meninjau motivasi pedagang yang dalam rangka melindungi hak mereka.

“Nah untuk itu, selama tidak melukai, tidak mengambil hak orang lain,maka tidak patut ada pemidanaan terhadap para pedagang tersebut,” ujarnya.

Ungkap Haris, pemidanaan ini dalam konteks HAM merupakan tindakan sewenang-wenang. Kata dia, tindakan sewenang-wenang yang dimaksud itu salah satu salah satu unsurnya adalah motivasi.

“Jadi proses hukum pidana itu dijalankan dalam rangka urusan-urusan keperdataan. Maka itu patut dikatakan sebagai penahanan sewenang-wenang. Dan pedagang yang terjerat itu, harus dilepas jerat pemidanannya,” kata Haris. (Iqbal Kurnia)

Editor Iman NR

Iqbal Kurnia

SELENGKAPNYA
Back to top button