Tingkat pengangguran di Provinsi Banten berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) per Agustus 2018 sebesar 8,52 persen dari jumlah penduduk yang bekerja sebanyak 5,33 juta. Angka tersebut berada di posisi pertama tertinggi secara nasional.
Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia se-Indonesia (ICMI) Banten, Prof. Dr Lili Romli menegaskan pengangguran adalah masalah yang harus diatasi secara kolektif. “Data tingkat pengangguran terbuka di Banten adalah angka agregat dari jumlah pengangguran di kabupaten/kota,” kata Lili Romli di Kota Serang, Jumat (9/11/2018).
Lili Romli mengatakan, dari tingkat pengangguran terbuka (TPT) Provinsi Banten sebesar 8,52 % harus diidentifikasi dari masing-masing daerah yang menyumbang tingkat pengangguran tersebut. “Identifikasi masalahnya kita ambil dari masing-masing kabupaten/kota, kenapa pengangguran di daerah A tinggi dan bagaimana program setiap daerah dalam mengatasi penggangguran. Dari identifikasi itu kemudian dicari solusinya,” ujar Peneliti senior Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia (LIPI).
Pemerintah Provinsi Banten dalam hal ini Gubernur bisa mengumpulkan para bupati dan wali kota untuk menyampaikan identifikasi masalah pengangguran di masing-masing daerah. “Rumuskan langkah konkret untuk mengatasi pengangguran. Yang punya pengangguran siapa? Pemetaannya dari kabupaten/kota, karena kewenangan tenaga kerja ada di kabupaten/kota. Selanjutnya, apa yang tidak bisa ditangani kabupaten kota, dibantu oleh provinsi,” katanya.
Baca: Kepala BPS Akui Tingkat Pengangguran di Banten Lebih Tinggi Dari Nasional
Lili mengungkapkan ICMI Banten juga akan turut andil untuk memecahkan masalah pengangguran di Banten, dengan menggandeng lembaga Skill Development Center (SDC) yang concern terhadap masalah pengangguran. Hasil kajiannya akan diserahkan kepada pemerintah daerah. “Masalah pengangguran ini bukan untuk diperdebatkan, tapi harus dipecahkan. Karena dampak dari pengangguran ini kemiskinan dan berujung ke kriminal,” tuturnya.
Ia menegaskan ICMI Banten akan memetakan masalah, apakah di pemerintah, industri atau tenaga kerjanya. “Kami akan gerak cepat supaya pemda juga membuat kebijakan, apa program-programnya untuk mengatasi masalah pengangguran,” ujarnya.
Lili pun mengungkapkan identifikasi awal terhadap masalah yang menyebabkan adanya pengangguran. Pertama, apakah kesempatan kerja diisi oleh orang luar karena SDM daerah tidak match dengan kebutuhan perusahaan/industri, baik dari sisi soft skill maupun hard skill.
Kedua, apakah memang karena tidak ada kebijakan afirmasi untuk SDM lokal. Ketiga, apakah terjadi karena ada masalah dalam proses rekrutmen, yakni adanya praktik percaloan tenaga kerja. (Siaran Pers ICMI Banten)