Ekonomi

Jumlah Sengketa Konsumen di BPSK Banten Terus Meningkat

Tren sengketa konsumen di wilayah WKP II Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Provinsi Banten cenderung meningkat. Sejak berdiri di akhir tahun 2024 hingga Februari 2025, BPSK menerima sebanyak 21 kasus aduan. Yakni tujuh aduan di akhir 2024, dan 14 aduan di awal tahun 2025.

“Meski baru berdiri, bisa dipastikan tren aduan sengketa konsumen yang diterima dan ditangani WKP II BPSK cenderung meningkat. Di awal tahun ini saja (Februari 2025) kami sudah menerima 14 aduan, ” ujar Muhamad Imdad, anggota BPSK WKP II Provinsi kepada MediaBanten.Com, belum lama ini.

Imdad menjelaskan, tujuh perkara yang ditangani BPSK akhir tahun 2024 yakni sektor komunikasi atau provider. Penyelesaian dilakukan dengan metoda penyelesaian konsiliasi BPSK. Selanjutnya tiga perkara klaim asuransi yang sifatnya tembusan kepada OJK.

“Untuk perkara sengketa Perbankan 1 kasus dan finance 2 kasus sifatnya tembusan dan rekomendasi kepada ombudsman dan OJK,” terangnya.

Di awal tahun 2025, pihaknya telah menerima 14 aduan. Belasan aduan tersebut meliputi sektor transportasi 1 (Kota Serang) , sektor barang/produk 2 aduan di kota Serang, sektor jasa parkir 1 kasus (Kab. Serang) dan 10 kasus sektor properti di Banten.

Meliputi 1 kasus di Kota Cilegon, Kota Tangsel 1 kasus dan sisanya delapan kasus berada di Kota Serang.

“Untuk kasus yang ditangani di tahun 2025 ini, dua di antaranya telah selesai di sidang sengketa konsumen dengan metode penyelesaian sengketa konsiliasi, ” terang Imdad.

Imdad menerangkan bahwa keberadaan BPSK merupakan manifestasi UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Permendag Nomor 72 Tahun 2020 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen.

Dalam penyelesaian sengketa konsumen, BPSK menggunakan tiga metode penanganan. Yakni konsiliasi, mediasi dan penanganan sidang arbitrase.

Seluruh metode yang digunakan memiliki kepastian hukum sebagaimana hukum positif di Indonesia.

“Putusan BPSK bersifat final dan mengikat sebagaimana yang diatur dalam UU No 8 tahun 1999 dan Permendag Nomor 72 tahun 2020. Kecuali putusan arbitrase, pengadu atau teradu dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri 14 hari setelah putusan arbitrase, ” terangnya lagi.

Kasus Kehilangan Motor

BPSK WKP II Provinsi Banten melansir bahwa penanganan perkara yang cukup alot terjadi pada pengaduan konsumen kehilangan motor di pasar Tirtayasa, Kabupaten Serang. Pengelolaan parkir di pasar tersebut ditangani oleh Dishub setempat dengan melibatkan juru parkir (jukir).

“Jukir ini membawa cukup banyak kuasa hukum. Mereka bersikeras hanya akan mengganti kehilangan dengan dana kerahiman sebesar Rp1.500.000. Tentu saja pengadu tidak terima, tidak sesuai dengan nilai kendaraan yang hilang, ” tandas Imdad.

Tak hanya itu, teradu dalam hal ini jukir (garis miring Dishub setempat) melalui kuasa hukumnya mengklaim bukan sebagai pelaku usaha. Sedangkan menurut Pasal 3 Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) Nomor 8 Tahun 1999 pengertian pelaku usaha adalah perseorangan atau badan usaha.

“Berdasarkan penjelasan pasal di atas, pelaku usaha memiliki pengertian yakni seseorang atau badan usaha yang berbentuk badan hukum atau tidak yang menyelenggarakan kegiatan usaha mandiri atau bersama-sama melalui perjanjian, ” terangnya.

Artinya, berdasarkan pengertian pasal itu bahwa pengelola parkir di pasar Tirtayasa, Kabupaten Serang harus bertanggung jawab atas kegiatan usahanya dalam hal ini pengelolaan jasa parkir yang diselenggarakannya.

“Alot memang. Pada akhirnya sidang majelis BPSK untuk perkara ini (jasa parkir) akan menetapkan keputusan untuk kedua belah pihak: Sepakat untuk tidak sepakat. Tentu setiap keputusan mengedepankan aturan yang berlaku dan mengedepankan prinsip keadilan, ” tutupnya.

Seraya menambahkan, bahwa proses sidang sengketa konsumen untuk sektor jasa parkir dan sejumlah perkara di sektor lain yang diterima WKP II Provinsi Banten masih terus dilakukan.

Jika pada proses sidang belum ada titik temu dari kedua belah pihak, keduanya bisa melanjutkan penyelesaian sengketa ke lembaga lain, seperti ombudsman atau Pengadilan Negeri (PN). (Budi Wahyu Iskandar)

Iman NR

Back to top button