Menakar Informasi, Bekal Memilih Calon Presiden
Menakar atau mengukur informasi sebagai bekal dalam menentukan siapa yang layak dipilih dalam pilpres pada Februari 2024 mendatang menjadi penting. Informasi tentang calon presiden dan wakilnya menjadi satu-satunya sarana untuk menentukan pilihan.
OLEH: ANDIKA HAZRUMY *)
Sebagai masyarakat kebanyakan tentu saja tidak mengenal calon secara personal. Media menjadi perantara untuk membaca keunggulan dan kelemahannya, baik media sosial maupun media mainstream. Apakah cukup?
Tentu saja tidak karena informasi tentang keunggulan sang calon bisa menjadi “gelembung” citra yang melebihkan batas objektifitas calon.
Demikian pula sebaliknya, informasi tentang kelemahan sang calon bisa jadi berangkat dari motivasi menjatuhkan sehingga menjadi “racun” yang menyesatkan kesehatan logika berfikir untuk memilih.
Pilihannya adalah mana yang lebih menyehatkan antara informasi yang konstruktif berisi “citra” yang biasanya dimunculkan dalam kerangka membangun harapan atau informasi tendensius yang berangkat dari “mata panah” untuk menjatuhkan? Silahkan menakar sisi manfaat dan mudharatnya.
Dalam konteks demokrasi yang berkiblat pada kebebasan berpendapat dan berekspresi, informasi terhadap kontestan Pilpres seperti dua sisi dalam mata uang yang sama.
Ketika satu kelompok pendukung calon berupaya membangun informasi yang positif, lawan politiknya membangun informasi sebaliknya.
Sayangnya, keduanya muncul sebagai pro – kontra dalam “industri informasi” yang bergerak bukan semata-mata untuk memberikan pendidikan politik secara sehat.
Tetapi dimungkinkan karena faktor lain, seperti mencari “selisih” atau dorongan atas taruhan membangun konfigurasi kekuasaan. Sudah saatnya kita sebagai calon pemilih fokus pada informasi yang berisi ide dan gagasan, disisi lain yang perlu diperhatikan adalah kritik terhadap ide atau gagasan yang dimunculkan, bukan pada kemampuan membuktikan menjatuhkan.
Mengapa seseorang mau mencalonkan dirinya menjadi calon presiden? Tentu saja ada kepercayaan diri yang tebal atas kemampuannya, intelektualitasnya, moralitas dan kepemimpinannya.
Jika saja ada “aib” dalam dirinya, tentu saja tidak akan berani untuk mencalonkan. Mengapa ada tim sukses atau kelompok-kelompok dalam masyarakat yang mau mendukung calon presiden karena masyarakat yang mendukungnya percaya atas track record sang calon yang diusungnya.
Jika saja tidak ada kelebihan atau keistimewaan dari sang calon, tidak akan ada masyarakat yang mau mendukungnya.
Logika ini sederhana namun menjadi keniscayaan dalam suatu kontestasi. Lalu Dimana letak urgensi perlunya “ketajaman” informasi kejelekan sang calon.
Sejauh-jauhnya perbedaan masing-masing calon bermuara pada satu kepentingan yang sama, yakni bagaimana menjadikan negeri ini menjadi lebih baik dari hari kemarin. Menjadikan negeri ini lebih sejahtera.
Menjadikan hukum sebagai tumpuan untuk melangkah menuju masa depan lebih baik. Oleh karena itu bekal informasi dalam memilih Pilpres mendatang mesti pada pilihan calon yang dapat dengan lugas menyampaikan gagasan dan ide cemerlangnya memajukan bangsa, tidak tendensius untuk menjatuhkan calon lain, mau merangkul dan menghormati calon lain, terbuka, memiliki keberpihakan kepada masyarakat dan memiliki jiwa patriot serta nasionalisme yang kental.
Di sisi lain, informasi tentang kepemimpinan sang calon lebih penting dibandingkan sisi gelap personalnya karena inilah substansi dari upaya menakar informasi untuk menjadi bekal dalam memilih pada pilpres tahun ini. Selamat memilih. (**)
*) ANDIKA HAZRUMY adalah akademisi sekaligus politisi muda yang pernah menjadi Wakil Gubernur Banten. Dan saat ini tengah bersiap kembali mengikuti kontestasi pada Pemilu 2024.