Indonesia pamerkan maket pesawat N-219 dan maket satelit Lapan A1 dan A2 di pameran Asean Science Technology Innovation Week (ASTIW) 2017. Dalam pameran tersebut, Ketua Delegasi Pameran Indonesia dari Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Boni Agusta menyebutkan kalau banyak pengunjung pameran yang tertarik dan bertanya tentang produk-produk yang dipamerkan.
“Potensi inovasi produk ini cukup tinggi,” jelasnya seperti tertulis dalam siaran pers, Rabu (18/10/2017). “Contohnya N219, setelah uji terbang kemarin, rencananya Thailand sudah mulai memesan untuk mereka, disini sudah banyak yang tanya harganya,” tambahnya lagi.
Boni menyebutkan bahwa pihaknya sengaja memilih produk yang sudah mulai dijual dan dipesan negara lain. “Hal ini membuktikan bahwa hasil inovasi kita memang sudah ditangkap pasar internasional dengan baik atau inovasinya berpotensi dihilirisasi ke negara lain,” katanya.
Dalam ajang tersebut, Kemenristekdikti hanya memfasilitasi jika ada pengunjung yang tertarik untuk melakukan pembelian produk inovasi Indonesia tersebut. “Untuk fasilitasinya kami hanya memberikan kontak pembuat. Contoh PT DI, kami berikan kontak PT DI,” jelas Doddy Zulkifli, Biro Kerja Sama dan Komunikasi Publik Kemenristekdikti.
Selain itu, inovasi lain yang menurutnya potensial adalah karet sekat dari karet alam untuk komponen tabung dan kompor gas LPG yang dibuat oleh Riset Perkebunan Nusantara (RPN). Ada juga Bioplastik dari RPN menggunakan bahan plastik yang mudah diurai alam. Dipamerkan juga bantalan karet untuk jembatan guna mengurangi dampak gempa. Dipamerkan juga Padi Sidenuk dari BATAN, serta teknologi Radio Farmaka untuk mendeteksi kanker.
ASTIW adalah pameran teknologi antar negara Asean yang telah memasuki gelarannya yang ke-10. Selain negara Asean, hadir juga perwakilan India dan Amerika Serikat dalam perhelatan ini. PT Dirgantara Indonesia menyatakan pembuatan pesawat perintis N-219 yang akan diresmikan hari ini membutuhkan waktu tiga tahun, mulai tahap perancangan pada 2012 hingga proses produksi rampung seluruhnya saat ini.
100 Persen Buatan Indonesia
“Ini 100 persen buatan Indonesia. Didesain oleh rekan-rekan di PTDI. Ide mulai muncul sejak 2007, tapi proses desain baru betul-betul dilakukan pada 2012,” kata Direktur Utama PTDI Budi Santoso. Sejak tahun 2013, ujar Budi, Kementerian Perhubungan Republik Indonesia mengawasi langsung proses desain dan produksi pesawat. “Desain diperiksa, produksi diperiksa, lalu dapat izin untuk mencoba,” kata dia.
N-219 dirancang untuk menampung 19 orang penumpang. Pesawat yang menyasar daerah-daerah terpencil sebagai rute operasinya ini memiliki keunggulan teknis untuk terbang di wilayah dataran tinggi, dan lepas pandas serta mendarat pada landasan pacu pendek. “Istilahnya pada penerbangan hot and high di mana kekuatan mesin biasanya menurun. Di situ kami mendesain (agar mesin lebih unggul),” ujar Budi.
Meski diresmikan hari ini, N-219 tak bisa langsung terbang. Sesuai prosedur, pesawat baru harus lebih dulu memenuhi syarat kelaikan udara sebelum diizinkan beroperasi. “Persyaratannya cukup berat, tapi sebagian telah dilalui. Desain dan produksi sudah lolos. Nanti jika uji terbang sudah selesai, kami bisa mendapat sertifikasi,” kata Budi.
PTDI saat ini sudah dihubungi dua maskapai penerbangan domestik yang tertarik untuk memesan N-219. Proses negosiasi pun berlangsung karena PTDI hendak memilih satu dulu di antara dua pemesan itu, disesuaikan dengan kemampuan perusahaan dalam memproduksi pesawat.
“Kami mencari yang terbaik. Satu perusahaan ingin membeli 15 unit, namun dengan opsi hingga 40 unit. Satu perusahaan lagi ingin memesan 8 unit dengan opsi sama, hingga 40 unit. Kedua perusahaan itu dari Indonesia,” ujar Budi. Untuk tiga tahun pertama, N-219 akan beroperasi di Indonesia lebih dulu, tidak di luar negeri.
Selain membuat pesawat sendiri, PTDI selama ini menjadi subkontraktor untuk industri-industri pesawat terbang ternama di dunia seperti Airbus Eropa, Boeing dan General Dynamics asal Amerika Serikat, serta Fokker Belanda. (cnnindonesia.com / IN Rosyadi)