Rapat koordinasi nasional Badan Amil Zakat Nasional (Rakornas Baznas) akan membahas pengurangan pajak melalui zakat. Bila bisa direalisasikan, pengurangan pajak diharapkan jadi insentif bagi muzaki.
Direktur Koordinasi Pendistribusian, Pendayagunaan, Renbang, dan Diklat Zakat Nasional Mohd. Nasir Tajang mengatakan, Baznas akan melaksanakan rakornas pada 4-6 Oktober 2017 dengan mengundang para pemangku kepentingan zakat untuk merancang dunia perzakatan ke depan. Terlebih saat ini kesadaran masyarakat membayar pajak sudah mulai tumbuh dan itu harus dijaga. Di sisi lain, pelaksana amanah zakat juga harus melaksanakan tanggung jawab dengan baik.
Potensi zakat Indonesia terbilang besar, Rp 217 T per tahun dari hasil penelitian pada 2011. Sementara penghimpunannya saat ini baru Rp 5 triliun atau 1,3 persen.
Rakornas Baznas juga akan mengundang pihak Kementerian Keuangan untuk membahas zakat sebagai insentif muzaki, misalnya zakat sebagai pengurang zakat. Nasir menilai usul itu sudah direspons baik Kemenkeu.
Juga bagaimana sistem pengambilan zakat bisa seperti pajak. Sehingga orang berbondong-bondong membayar pajak dan juga zakat. ”Kalau zakat bisa begitu, akan luar biasa,” kata Nasir di sela-sela diskusi kelompok terfokus program pembinaan penerima Beasiswa Cendikia Baznas di Menara Taspen, Jakarta, Rabu (27/9).
Bagi wajib zakat yang tidak berzakat juga bisa disanksi. Misalnya perusahaan yang tidak berzakat bisa dicabut izinnya atau bila individu tidak zakat maka tidak dapat kursi haji. Hal itu jadi pelajaran bagi Indonesia. Di negara yang pengumpulan zakatnya besar, pola wajib berzakat sudah berjalan. Indonesia belum pernah mencoba dan pengumpulan zakat sampai hari ini masih sukarela.
”Kalau bisa dilakukan, akan ada akselerasi bagi masyarakat miskin. Mereka bisa banyak dibantu,” ujar Nasir. Edukasi zakat kepada masyarakat menjadi tugas utama bersama. Salah satu tugas Baznas adalah bagaimana ormas dan masyarakat menyosialisasikan zakat. Kalau kesadaran naik, akan bagus pula pada pengumpulan zakat. (republika.co.id)