Sosper Rp67 Miliar Dihapus, Muncul Anggaran Kundapil Anggota DPRD Banten
Aliansi Mahasiswa dan Pelajar Rakyat (Ampera) mengendus manuver para legislator Banten dibalik penghapusan anggaran sosialisasi Perda (Sosper) senilai Rp67 miliar dari struktur perubahan APBD Banten tahun 2025, namun memunculan pos anggaran baru berdana Kundapil atau kunjungan daerah pemilihan.
Selain diduga sebagai upaya menghilangkan jejak praktik penyelewengan, juga sebagai upaya pengalihan dugaan munculnya anggaran dan kegiatan baru yakni kunjungan daerah pemilihan atau disebut “Kundapil”.
Koordinator Ampera, Abroh Nurul Fikri menduga ada upaya memunculkan anggaran kegiatan baru sebelum anggaran sosialisasi perda (Sosper) dihapus dari APBD perubahan 2025. Anggaran tersebut mengadaptasi kegiatan sekretariat DPR RI, yakni Kundapil atau kunjungan daerah pemilihan.
“Infonya jika tidak dihapus, kegiatan Sosper dan Kundapil akan berjalan bersamaan. Namun Sosper kena efisiensi, kemungkinan cuma akan digantikan dengan kegiatan Kundapil,” kata Abroh Nurul Fikri kepada wartawan Media Banten.Com, Rabu (17/9/2025).
Abroh mengaku, berdasarkan informasi yang diperoleh Ampera bahwa rencananya anggaran Kundapil di DPRD Banten tak kalah besar dengan nilai anggaran Sosper yang mencapai Rp67 miliar.
“Pada pelaksanaan Sosper, satu anggota dewan mendapat jatah kegiatan 4 kali dalam sebulan. Sedangkan untuk Kundapil satu anggota dewan mendapat jatah 12 kali pertemuan atau kunjungan dalam sebulan. Total anggarannya pun tak jauh beda dari anggaran Sosper,” terang Abroh.
Abroh belum bisa memastikan apakah pelaksanaan anggaran dan kegiatan Kundapil tersebut dilaksanakan pada Perubahan 2025 ini atau APBD tahun 2026 mendatang.
“Jika pun belum dilaksanakan pada APBD Perubahan 2025 ini, harus kita pelototi terus. Jangan sampai manuver anggaran itu lolos dari pengamatan kita dan upaya bancakan APBD para elit-elit ini lolos begitu saja ,” tandasnya.
Menurut Abroh, kemunculan anggaran tersebut merupakan kejahatan ruang fiskal APBD Banten yang mengalami kontraksi setelah pengangkatan ribuan PPPK di Pemprov Banten.
Alih-alih melakukan efisiensi dengan menghapus Sosper, dan juga menyasar tunjangan kinerja (Tukin) para ASN; diperkirakan tunjangan dewan dinilainya menguras APBD hingga 30 persen.
“Dalam pengamatan kami (Ampera), sejumlah tunjangan DPRD Banten juga cukup menguras APBD Banten. Ternyata tunjangan perumahan bukan Rp38 juta, tapi Rp49 juta sesuai dengan urutan jabatan,” tandasnya.
Diketahui efisiensi anggaran dari penghapusan program sosialisasi Perda Rp67 miliar akan dialihkan untuk program sekolah gratis Rp22,5 miliar, penanaman jagung dan kelapa Rp4,3 miliar, rumah tidak kayak huni Rp 5,1 miliar dan relokasi sempadan sungai Cibanten Rp 2,9 miliar.
Sementara sisanya sebesar Rp32, 1 miliar, hingga saat ini belum diketahui dialihkan untuk program apa anggaran efisiensi tersebut.
“Harusnya pemerintah lebih terbuka terhadap alokasi anggaran, termasuk anggaran yang diefisiensikan. Jangan sampai upaya efisiensi malah menjadi ruang korupsi baru,” harapnya.
Plt Sekretariat DPRD Banten, Subhan Setiabudi saat dikonfirmasi perihal dugaan adanya anggaran program Kundapil enggan berkomentar. Kendati sempat merespon dengan bertanya perihal tema wawancara, namun saat wartawan memberikan sejumlah pertanyaan tidak menjawab.
“Kata bapak, (Plt Sekwan Subhan) nanya mau wawancara soal apa,” tanya asisten Subhan melalui watsapp, kemarin. Namun selanjutnya, sejumlah pertanyaan tidak dijawab oleh yang bersangkutan.
Sementara berdasarkan Pergub No 31 tahun 2024 dalam sebulan Ketua DPRD Banten dapat mengantongi uang sebesar Rp80.320.980/bulan, dan Rp21 juta/4 bulan serta Rp94.400.000. Jumlah hak keuangan ini belum dengan biaya operasional pimpinan dewan dan dinas dalam dan luar daerah yang jumlahnya cukup besar.
Sementara untuk jabatan wakil dan anggota di lembaga tersebut tidak jauh dari hak keuangan yang diterima oleh Ketua DPRD Banten.
Sebelumnya, Koordinator Ampera Abroh mengatakan hak dan fasilitas itu telah mengamputasi fungsi para legislator DPRD Banten terutama fungsi kontrol.
Abroh bahkan menegaskan, amputasi yang cukup sistemik juga terjadi pada anggaran aspirasi dewan yang menyasar bukan untuk urusan publik.
“Sejauh ini kita mengira anggaran aspirasi muncul untuk kepentingan urusan publik atau masyarakat. Ternyata tidak, diduga ada transaksi gelap atas nama kepentingan rakyat. Katanya anggaran aspirasi dewan,” kata Abroh.
Seraya akan segera menggeruduk gedung DPRD Banten tempat dimana para legislator tersebut berkantor. (Budi Wahyu Iskandar)










