Tas Koja dan Kain Tenun Jadi Andalan Perekonomian Warga Baduy
Kerajinan kain tenun dan tas koja menjadi andalan penopang ekonomi masyarakat Baduy di pedalaman Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, selain dari hasil komoditas pertanian ladang.
“Hampir semua warga Baduy memiliki ketrampilan untuk memproduksi kerajinan kain tenun dan tas koja,” kata Tetua adat masyarakat Baduy yang juga Kepala Desa Kanekes, Jaro Oom saat dihubungi di Rangkasbitung, Lebak, Selasa.
Kerajinan kain tenun dan tas koja itu merupakan warisan leluhur, karena dapat menopang perekonomian masyarakat Baduy.
Selama ini, perekonomian masyarakat Baduy bukan hanya dari hasil pertanian ladang saja , seperti pisang, jahe, kencur, cabai, durian, aneka sayuran dan tanaman keras.
Namun, kerajinan kain tenun dan tas koja menjadi andalan ekonomi masyarakat Baduy dan mereka menggeluti usaha tradisional itu tersebar di 68 perkampungan.
Bahkan, kerajinan khas tradisional itu ada sejak turun temurun dan dilakukan oleh kaum perempuan untuk memproduksi kain tenun dan laki-laki memproduksi tas koja dari kulit kayu tereup.
“Kita mewajibkan setiap anak perempuan sebelum menikah harus memiliki ketrampilan memproduksi kain tenun itu,” kata Jaro Oom menambahkan.
Jamal, seorang pedagang produksi kerajinan masyarakat Baduy mengatakan dirinya sudah berlangsung puluhan tahun memasarkan produk kain tenun juga tas koja, madu dan lainnya.
Di antaranya produksi kerajinan itu dari isterinya sebagai perajin kain tenun tradisional.
Produk kain tenun Baduy memiliki banyak aneka motif di antaranya motif poleng hideung, poleng paul, mursadam, pepetikan, kacang herang, maghrib, capit hurang, susuatan, suat songket, smata (girid manggu, kembang gedang, kembang saka), adu mancung, serta motif aros yang terdiri dari aros awi gede, kembang saka, kembang cikur, dan aros anggeus.
Adapun, harga kain tenun dan tas koja bervariasi antara Rp150 ribu hingga Rp1,5 juta untuk kain tenun motif Janggawari.
“Kami sejak beberapa hari terakhir ini omzet pendapatan mengalami kenaikan dari sebelumnya Rp1 juta, namun kini mencapai Rp2,5 juta sampai Rp4 juta per hari, karena pengunjung saba Baduy mulai ramai,” katanya.
Sementara itu, Plt Kepala Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Lebak Imam Suangsa mengatakan pemerintah daerah hingga kini membantu promosi dan pemasaran produksi tenun khas masyarakat Baduy pada kegiatan tertentu, seperti kunjungan tamu negara dari Jakarta maupun pameran, termasuk pameran PRJ Jakarta.
Bahkan, Pemkab Lebak hampir setiap bulan melakukan pameran daerah dan menampilkan produk masyarakat Baduy.
“Kami berharap perajin tenun Baduy terus tumbuh dan berkembang, sehingga dapat mewujudkan kesejahteraan masyarakat adat itu,” katanya. (Pewarta : Mansyur Suryana – LKBN Antara)










