Usai Kecelakan Mengerikan Grandmax, Dikritik Penerapan Contraflow di Jalan tol
Skema rekayasa lalu lintas berupa penerapan contraflow dalam jalan tol dinilai berbagai pihak sangat riskan dan berbahaya, juga tidak diatur dalam Undang-undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ).
Dedy Herlambang, pengamat transportasi yang dilansir BBC Indonesia, Jumat (12/4/2024) mengatakan, jika kepolisian tetap bersikukuh penerapan contraflow di jalan tol agar ditentukan batas kecepatan maksimum bagi kendaraan di lajur rekayasa lalu lintas tersebut.
Karena tidak ada aturan dan tahapan yang jelas, pengamat transportasi itu khawatir peristiwa kecelakaan yang menewaskan 12 orang di lajur contraflow Tol Jakarta – Cikampek Km 58 bisa terulang.
Sebelumnya, PT Jasamarga Transjawa Tol (JTT) tetap menerapkan rekayasa lalu lintas “contraflow” kendaraan arah Cikampek untuk mengurai peningkatan volume kendaraan pada periode Hari Raya Idul Fitri 1445 Hijriah di ruas Jalan Tol Jakarta – Cikampek (Baca: Jasa Marga Tetap Terapkan Contraflow di Tol Jakarta – Cikampek).
“Atas diskresi kepolisian, PT Jasamarga Transjawa Tol melakukan penerapan contraflow (mengambil sebagian jalur dari arah sebaliknya), untuk mengurai peningkatan kendaraan arah Cikampek,” kata VP Corporate Secretary and Legal PT Jasamarga Transjawa Tol, Ria Marlinda Paallo dalam keterangan di Jakarta, Kamis (11/4/2024).
Kakorlantas Polri, Irjen Pol Aan Suhanan menyebut, pihaknya telah melakukan evaluasi pasca-kecelakaan fatal yang menewaskan 12 orang itu.
Beberapa catatan itu antara lain: tidak ada batasan maksimal kecepatan kendaraan yang melintas di lajur contraflow, kurangnya pembatas antara contraflow dengan jalur reguler, dan lambannya penanganan ketika terjadi kecelakaan.
Dalam perkembangan terbaru dari hasil olah tempat kejadian perkara di Tol Jakarta-Cikampek KM 58, Kakorlantas Polri Aan Suhanan, menyebutkan “diduga kecepatan kendaraan Gran Max melebihi 100 kilometer per jam dan tidak ditemukan adanya bekas pengereman sebelum terjadi kecelakaan”.
Penyidikan yang dilakukan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) mengungkap salah satu penyebab kecelakaan tersebut adalah pengemudi mobil Gran Max bekerja “melebihi waktu kerja yang telah ditentukan” dan “kekurangan waktu istirahat”.
“Di sana tidak ada jejak rem Gran Max itu, tidak ada jejak rem, artinya dia dengan kecepatan segitu oleng ke kanan. Artinya tidak ada upaya untuk mengerem berdasarkan jejak yang kita lihat,” jelasnya kepada wartawan. Meskipun begitu, Korlantas belum bisa menyimpulkan secara pasti penyebab kecelakaan.
Proses pemeriksaan saksi maupun ahli, katanya, masih terus berjalan. Termasuk menunggu hasil dari Traffic Accident Analysis (TAA) yang diperkirakan selesai dalam waktu dekat dan melibatkan tim gabungan dari Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) bersama Kementerian Perhubungan.
“Sehingga nanti keputusannya untuk menentukan seseorang menjadi tersangka. Kemudian apa penyebab kecelakaan ini kita butuhkan dari ahli teknologi kita, oleh TKP ada semuanya.”
Ketua KNKT: Microsleep
Ketua KNKT Soerjanto Tjahjono menjelaskan salah satu penyebab kecelakaan tersebut adalah pengemudi Gran Max, yang disebutnya “kendaraan travel tidak resmi” bekerja melebihi waktu”
Menilik waktu kerja pengemudi, menurut Soerjanto, waktu kerja pengemudi melebihi waktu kerja yang telah ditentukan sehingga diperkirakan menyebabkan pengemudi kekurangan waktu istirahat.
“Jika kita mengemudi dalam keadaan kurang istirahat yang baik, maka pengemudi akan berkurang kemampuannya untuk berkonsentrasi dalam mengemudikan kendaraan,” ujar Soerjanto, seperti dari keterangan resmi yang diterima BBC News Indonesia, Kamis (11/04).
“Dalam situasi seperti ini pengemudi akan sangat mudah mengalami micro sleep,” lanjutnya.
Dia kemudian menjelaskan bahwa pengemudi travel tersebut berkendara dari Ciamis menuju Jakart pada Minggu (07/04) untuk mengantar penumpang. Setelah beristirahat, dia kembali mengantar penumpang menuju Ciamis pada sore harinya.
Malam harinya, menurut Soerjanto, dia kembali ke Jakarta untuk menjemput penumpang dan tiba di ibu kota pada Senin (08/04) dini hari.
Pada Senin (08/04) pukul 02.00 WIB, pengemudi tersebut menjemput penumpang ke Depok dan sekitar pukul 03.30 menjemput penumpang ke Cilebut. Pada pukul 05.30, dia menjemput penumpang di Bekasi dan sekitar pukul 06.00 berangkat menuju Ciamis.
Mobil Gran Max tersebut hanya berkapasitas sembilan penumpang, tapi saat itu mobil tersebut ditumpangi 12 orang. “Hal ini tentunya juga menambah ketidakstabilan kendaraan,” cetus Soerjanto.
Berdasarkan pemantauan dari CCTV, peristiwa itu terjadi ketika mobil Daihatsu Gran Max dari arah Jakarta melintas di lajur contraflow Tol Jakarta-Cikampek.
Saat melaju dari arah Jakarta-Cikampek di KM 58, mobil oleng ke lajur kanan, sehingga menabrak bus Primajasa yang melintas di lajur kiri.
Sejumlah video yang beredar di media sosial memperlihatkan bus dan mobil menghantam pembatas jalan. Seketika mobil Gran Max tersulut api dan dengan sangat cepat merambat hingga hangus terbakar.
Adapun satu mobil Toyota Rush yang sedang melaju di belakang bus ikut menjadi korban lantaran tidak mampu menghindari tabrakan dua kendaraan di depannya. Mobil itu ikut terbakar, sedangkan bus dilaporkan rusak di bagian depan sisi pintu masuk penumpang.
Berapa jumlah korban?
Total ada 12 korban meninggal yang merupakan penumpang Gran Max. Sejumlah saksi mata mengatakan para penumpang tidak bisa menyelamatkan diri akibat mobil itu langsung terbakar setelah bertabrakan dengan bus.
PT Jasa Raharja memastikan seluruh korban kecelakaan mendapatkan jaminan dari negara sebagaimana diatur UU nomor 34 tahun 1964 tentang dana pertanggungan wajib kecelakaan lalu lintas jalan.
Korban meninggal memperoleh santunan sebesar Rp50 juta yang diserahkan kepada ahli waris sah. Selain santunan untuk korban meninggal, Jasa Raharja juga menerbitkan jaminan biaya perawatan korban luka senilai Rp20 juta. Biaya perawatan dibayarkan kepada pihak rumah sakit.
Usai kejadian itu, sejumlah warganet di media sosial X mempertanyakan keamanan sistem contraflow di jalan tol.
Akun @brospore misalnya mencuit, “kalau contraflow bawanya santai aja, harus fokus. Inilah kenapa ibu saya tiap kali naik mobil ogah banget lewat contraflow, apalagi di tol pas malam-malam gelap gulita.”
Lalu akun @ariensalaby yang berkata, “kalau contraflow mending jangan pakai [traffic] cone yang kerucut, saya beberapa kali nemu beberapa cone posisinya jatuh dan sangat membahayakan kalau terlindas ban mobil bisa oleng mendadak.”
Dan akun @Erni483 yang menyebut, “bikin penerapan contraflow di tol bodoh, apalagi pakai traffic cone, bodoh kuadrat sih. Perbaiki manajemen traffic bukan asal-asalan pakai cara instan dengan contraflow.”
Rekayasa Lalu Lintas
Peneliti di Institut Studi Transportasi, Deddy Herlambang, menjelaskan ada dua skema rekayasa lalu lintas yang biasa diterapkan untuk mengurai kemacetan di Indonesia: penerapan contraflow dan one way.
Contraflow adalah pengaturan lalu lintas yang dilakukan dengan cara mengubah sebagian arah lalu lintas kendaraan di jalan yang sedang mengalami kemacetan.
Semisal jalan menuju timur mengalami kondisi kepadatan, sementara pada jalur yang menuju ke barat masih lengang.
Dengan penerapan contraflow, petugas lalu lintas akan mengambil keputusan untuk melakukan tindakan memecah jalan menuju ke timur dengan membaginya ke sebagian jalur barat, tanpa perlu melakukan penutupan secara penuh.
Sedangkan one way ialah pengaturan lalu lintas yang digunakan untuk mengubah jalur yang pada awalnya adalah dua arah menjadi satu arah.
“Jadi itu hanya diskresi kepolisian, kalau macet dan tidak bergerak, polisi punya hak mengatur itu semua,” ujarnya kepada BBC News Indonesia.
Itu mengapa tidak ada tata cara yang jelas dalam penerapan contraflow ataupun one way di jalan raya dan jalan tol.
“Misalnya contraflow kecepatan minimal atau maksimal berapa? tidak ada. Apalagi di jalan tol, enggak ada.”
Karenanya sejumlah pakar keselamatan transportasi, klaimnya, pernah mengkritisi penerapan rekayasa lalu lintas tersebut.
Sebab sangat “riskan dan berbahaya kalau sewaktu-waktu ada masalah pada kendaraan” yang sedang melaju. Pasalnya ketika contraflow diberlakukan, bahu jalan hanya ada di satu lajur.
“Kalau bannya bocor, rusak lalu mau berhenti di sebelah mana? Sementara bahu jalan hanya ada di sebelah kiri di jalur normal.”
“Sedangkan kalau yang contraflow [mobilnya] rusak mau kemana? Kan jelas enggak mungkin ke kanan, pasti tertabrak.”
Selain itu, di lajur contraflow tidak tersedia rambu-rambu lalu lintas. Akibatnya pengemudi tidak mengetahui kontur jalan.
Sementara kecepatan kendaraan yang melaju di jalan tol jarang yang melambat. “Kalau mau belok kanan atau kiri, enggak ada rambu. Atau jalur menikung, lurus, kan tidak ada.”
Hal lain yang juga menjadi catatannya adalah pembatas contraflow di jalan tol sangat tidak aman untuk pengendara jika terjadi benturan.
Selama ini pembatas yang dipakai kepolisian hanya berupa traffic cone atau yang biasa disebut sebagai kerucut lalu lintas berwarna oranye dan putih.
Jarak antar-kerucut lalu lintas itu pun jauh-jauh dan sangat tipis dengan arah berlawan. Sehingga kalau pengemudi tiba-tiba terpejam karena mengantuk atau oleng “langsung berbenturan dengan lawannya”.
“Kalau mau serius melakukan contraflow harusnya ada batas yang tegas dan jelas. Kalau traffic cone itu kecil dan kalau kena hempasan angin bisa kabur.” “Apalagi kalau malam tidak kelihatan, itu juga membahayakan.”
Saran Herlambang
Herlambang berkata jika Korlantas dan Kemenhub serius dengan keselamatan pengendara maka harus menerapkan aturan yang jelas.
Semisal tak lagi memakai traffic cone, namun menggantinya dengan road barrier yang terbuat dari beton, air, atau pasir.
Juga menambahkan Variable Message Boards (VMS) -bentuknya seperti layar yang berfungsi untuk menyampaikan pesan, imbauan dan informasi kepada pengendara.
“Misalnya kondisi jalan rusak, ada VMS bisa memberikan peringatan atau pesan peringatan kecepatan maksimal.”
Soal batas kecepatan kendaraan yang melaju di lajur contraflow, Herlambang menyarankan agar dibatasi 60 kilometer per jam. Tujuannya jika terjadi benturan atau kecelakaan, tidak akan fatal hingga menyebabkan korban tewas seperti insiden di Tol Jakarta-Cikampek KM 58.
Kalau ada yang melanggar, katanya, segera ditilang. “Kalau [kecepatan] tinggi, tilang. Itu cara paling pragmatis untuk diterapkan saat arus balik minggu depan. Tidak ada negosiasi.”
Adapun insiden pada Senin (08/04), menurut pengamatannya adalah salah satu kecelakaan contraflow paling fatal yang pernah ada.
Tetap diterapkan Contraflow
Korlantas Polri tetap akan menerapkan contraflow pada arus balik Lebaran 2024. “Untuk arus balik melihat angkanya [kendaraan] 150 ribu lebih arus balik, kita di Jakarta-Cikampek tetap harus dilaksanakan rekayasa lalu lintas contraflow,” katanya seperti dilansir dari kantor berita Antara.
Nantinya, kata dia, kecepatan kendaraan yang melaju di lajur contraflow jalan tol akan dibatasi maksimal 60 kilometer per jam.
Untuk mengawal kecepatan itu, Korlantas bakal menurunkan safety car atau mobil keselamatan. Petugas, sambungnya, bersiaga selama 24 jam.
“Safety car itu seperti kalau kita nonton balapan lah, jadi tidak ada yang mendahului dari safety car tersebut. Ini untuk membantu menjaga kecepatan.”
“Ketika sampai nanti dari Km 70 sampai Km 47, sekitar 22 kilometer, jika yang di depan selesai, akan ada yang mengawal lagi. Petugas akan bersiaga selama 24 jam. Itu akan kita kawal sehingga kecepatan ini bisa kita pelihara.”
Kemudian pembatas antara contraflow dengan jalur reguler akan dikombinasikan dengan water barrier lalu traffic cone.
Pada malam hari, Korlantas juga akan memasang lampu penerangan atau lampu selang. Ini dimaksudkan untuk isyarat kepada dua arah, baik Jakarta maupun sebaliknya.
Terakhir, akan menambah kecepatan penanganan mobil jika terjadi kecelakaan. Kenderaan derek, ambulans, dan beberapa kendaraan yang bisa cepat menangani akan disiapkan. “Ini akan kami siapkan, kami sudah koordinasi dengan Jasa Marga.”
Juru bicara Kementerian Perhubungan, Adita Irawati, juga mengatakan skema contraflow akan tetap diberlakukan saat arus balik Lebaran dengan lebih meningkatkan faktor keselamatan.
“Termasuk dengan edukasi ke masyarakat soal kondisi kendaraan dan berkendara di contraflow dengan aman,” ucapnya dalam pesan singkat kepada BBC News Indonesia.
Adapun Kapolri Listyo Sigit meminta para pemudik yang mengalami kelelahan atau mengantuk untuk segera beristirahat. Pemudik bisa menggunakan rest area atau jika penuh bisa ke jalur arteri.
Sementara KNKT mengimbau kepada tiap yang yang akan berkendara jarak jauh, baik pengemudi, pemilik kendaraan dan calon penumpang, untuk memastikan diri telah telah “beristirahat dengan baik dan cukup”.
“Serta jujurlah pada diri sendiri jika telah Lelah beristirahatlah sebelum melanjutkan perjalanan,” ujar Ketua KNKT Soerjanto Tjahjono. (Dari berbagai sumber)
Editor Iman NR