Warga Sawah Luhur Ancam Hentikan Paksa Mega Proyek Tiongkok
Mega proyek investasi PT Jaya Dinasty Indonesia (JDI) di Kelurahan Sawah Luhur, Kasemen, Kota Serang membuat resah masyarakat. Bahkan pembangunan pusat industri terpadu tersebut bakal menggusur wilayah cagar alam, Pulau Burung.
Akhmad Rizky dari LBH Yabpeknas mengatakan, rencana pembangunan kawasan pusat industri dan permukiman seluas lebih dari 150 hektar tersebut tidak memiliki dokumen lingkungan UKL-UPL maupun Amdal yang merupakan prasyarat utama dalam pembangunan skala besar.
“Proyek ini ilegal. Tidak memiliki perizinan yang sah. Pemkot Serang secara resmi juga pernah menyatakan (proyek ilegal) ini. Bahkan sudah meminta Satpol PP bertindak. Namun ternyata cuma formalitas. Hingga saat ini tak ada gerakan penghentian apapun dari Pemkot,” ujar Akhmad Rizky kepada wartawan, Senin (15/09/2025).
Dikabarkan proyek milik PT Jaya Dinasty Indonesia merupakan proyek Penanaman Modal Asing (PMA) yang saat ini izinnya tengah ditempuh di tingkat kementerian.
Namun, saat ini PT JDI sudah melaksanakan pengurugan dan pematangan lahan. Sejauh ini sedikitnya PT JDI telah melakukan pengurugan lahan seluas 5 hektar.
“Dari indikasi pembiaran, termasuk beberapa waktu lalu walikota ke China diyakini adanya keterlibatan walikota. Kami bersama masyarakat Sawah Luhur yang tergabung dalam Gerakan Bersama Rakyat Banten akan menghentikan paksa (demo),” tandasnya.
Seraya mengatakan, bahwa aksi ratusan masyarakat nanti sebagai bentuk kekecewaan terhadap Pemkot Serang. Padahal dalam rencana pembangunan kawasan industri terpadu tersebut, ditengarai diduga adanya alih fungsi cagar alam yakni pulau burung.
“Aksi ini sebagai protes terhadap mega proyek di Sawah Luhur yang mengabaikan lingkungan dan budaya, terutama mengambil alih fungsi cagar alam Pulau burung,” tandasnya lagi.
Aksi tersebut juga, kata Rizky sekaligus sebagai bentuk protes terhadap Walikota Serang yang rencananya akan merevisi Perda nomor 11 tahun 2019 tentang penyelenggaraan usaha kepariwisataan (PUK).
Dalam revisi itu, dikabarkan Pemkot akan melegalisasi tempat hiburan malam di hotel bintang 3 (tiga) ke atas, namun sebenarnya bukan itu tujuan utamanya, tapi untuk memuluskan rencana alih fungsi tersebut. Sehingga nantinya proyek tersebut memiliki dasar hukum jelas Akhmad Rizky.
“Jadi untuk rencana masa aksi nanti tergabung dari beberapa elemen masyarakat mulai dari Ormas, Paguron, Kyai, Ulama, Organisasi Kemasyarakatan Pemuda (OKP) jadi semua tergabung dalam gerakan bersama rakyat Banten,” tutur Akhmad Rizky yang juga sebagai korlap aksi pada Kamis (19/09/2025).
Dalam aksi kita akan menuntut beberapa hal antara lain menolak tegas rencana alih fungsi Pulau Burung dan Pulau Satu untuk kawasan industri, perkantoran, komersial, dan permukiman. Mendesak pemerintah pusat maupun daerah (ATR/BPN, KKP, Pemprov Banten, Pemkot Serang untuk tidak menerbitkan PKKPR atas site plan proyek tersebut.
Menuntut audit tata ruang dan izin lingkungan (AMDAL) secara transparan dan partisipatif dengan melibatkan masyarakat. Menuntut DPRD Kota Serang dan DPRD Provinsi Banten segera menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) membahas dugaan pelanggaran tata ruang dan UU Pesisir.
Kemudian juga kita menuntut aparat penegak hukum melakukan penindakan tegas terhadap pelaku usaha proyek sawah luhur karna dinilai telah melanggar hukum.
Secara Tegas untuk di ketahui bahwa pemanfaatan Pulau Burung dan Pulau Satu harus diprioritaskan untuk kepentingan rakyat, yaitu perikanan berkelanjutan, konservasi, pendidikan, serta ekowisata berbasis masyarakat, bukan untuk kepentingan investor besar.
“Terakhir tuntutan kami adalah pemerintah harus melibatkan masyarakat secara transparan dan terbuka dalam rencana revisi Perda nomor 11 tahun 2019 tentang penyelenggaraan usaha kepariwisataan (PUK),” tutupnya. (Budi Wahyu Iskandar)










