Opini

Jalan Tengah PPN Selektif di Tengah Kenaikan PPN 12%

Pemerintah Indonesia tampaknya tetap bertekad untuk melanjutkan rencana kenaikan PPN atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% mulai 1 Januari 2025.

OLEH: SAYIFULLAH dan SAMSUL ARIFIN *)

Meskipun ada banyak kelompok yang menentang kebijakan ini, pemerintah berargumen bahwa peningkatan tarif PPN sejalan dengan mandat Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dengan tujuan meningkatkan pendapatan negara, memperkuat ketahanan fiskal, dan mendukung pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.

Namun, tidak seperti rencana sebelumnya, kali ini pemerintah akan menerapkan kebijakan PPN selektif untuk memastikan keadilan distribusi pajak, terutama bagi kelompok berpenghasilan rendah.

PPN adalah salah satu sumber utama pendapatan negara yang dikenakan pada konsumsi barang dan jasa sepanjang rantai pasokan.

Peningkatan tarif ini dianggap sebagai langkah untuk memperluas basis pajak dan meningkatkan pendapatan negara, terutama setelah pandemi COVID-19 yang mempengaruhi keuangan negara.

Dalam laporan dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP), kontribusi PPN terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada tahun 2023 mencapai lebih dari Rp763 triliun atau sekitar 40% dari total penerimaan pajak, dan ini menunjukkan pentingnya PPN dalam struktur penerimaan negara.

Mengapa Menerapkan PPN Selektif?

Penerapan PPN yang selektif adalah langkah pemerintah untuk melindungi masyarakat yang rentan dari dampak langsung kenaikan tarif.

Beberapa barang pokok, seperti beras, jagung, daging sapi, telur, susu, dan kebutuhan dasar lainnya, tetap bebas dari PPN. Kebijakan ini bertujuan untuk menjaga daya beli masyarakat terutama sekali bagi yang berpenghasilan rendah.

Di sisi lain, barang-barang yang dianggap mewah atau tidak penting, seperti kendaraan premium, perhiasan, dan barang impor bernilai tinggi, yang dikenakan Pajak Barang Mewah (PPN BM), akan dikenakan kenaikan tarif.

Tarif PPN BM lebih tinggi daripada tarif umum untuk memastikan bahwa kelompok berpenghasilan tinggi berkontribusi lebih signifikan terhadap pendapatan negara.

Kenaikan tarif PPN akan meningkatkan harga barang dan jasa, terutama untuk kategori yang tidak termasuk dalam kebijakan PPN selektif.

Dampak dari kenaikan ini memiliki pengaruh signifikan dalam jangka pendek, terutama terhadap kenaikan inflasi dan harga kebutuhan pokok.

Melalui kebijakan PPN yang selektif, kelompok berpenghasilan rendah diharapkan dapat terlindungi.

Kebutuhan dasar tetap bebas pajak atau dikenakan tarif yang lebih rendah, sehingga dampak kenaikan PPN menjadi lebih adil. Perlakuan ini diharapkan juga dapat mencegah penurunan daya beli kelas menengah ke bawah.

Dampak Kenaikan PPN

Kenaikan tarif PPN akan mengubah pola konsumsi masyarakat. Konsumen kelas atas mungkin akan mengurangi konsumsi barang-barang mewah mereka akibat kenaikan tarif PPN BM. Polanya konsumsi ini mungkin juga beralih ke produk yang lebih kompetitif dan terjangkau.

UMKM adalah salah satu sektor yang mungkin dapat terpengaruh oleh kenaikan tarif PPN. Namun pemerintah memastikan bahwa ada perlakuan khusus yang akan diberikan kepada pelaku usaha kecil dengan batas omset tertentu yang tidak diwajibkan menjadi Pengusaha Kena Pajak.

Langkah ini diharapkan dapat membantu UMKM tetap kompetitif dan tidak terbebani oleh kenaikan biaya PPN.

Bagi para pelaku usaha besar, terutama di sektor yang memproduksi barang-barang non-esensial, mereka mungkin menghadapi tantangan dalam mempertahankan daya saing.

Ini terutama berlaku untuk industri otomotif, perhiasan, dan elektronik kelas atas yang dikenakan pajak barang mewah yang lebih tinggi.

Kebijakan peningkatan tarif PPN memiliki dampak yang beragam pada ekonomi makro. Dalam jangka pendek, inflasi diperkirakan akan meningkat akibat kenaikan harga barang dan jasa.

Namun, dalam jangka panjang, fungsi pajak sebagai instrumen redistribusi pendapatan dan stabilitas fiskal diharapkan dapat memberikan manfaat yang lebih besar.

Pendapatan dari PPN dan pajak barang mewah juga akan memberikan ruang fiskal yang lebih besar bagi pemerintah untuk membiayai proyek infrastruktur dan program kesejahteraan sosial.

Tantangan PPN Selektif

Meskipun kebijakan ini memiliki niat baik, pelaksanaannya tidak tanpa tantangan. Administrasi PPN selektif memerlukan sistem pemantauan yang efektif untuk memastikan kepatuhan dan meminimalkan kebocoran pajak.

Selain itu, kenaikan PPN dapat memicu potensi kenaikan biaya hidup bila tanpa mekanisme kompensasi yang memadai untuk kelompok rentan.

Kenaikan tarif PPN menjadi 12% dengan penerapan PPN selektif setidaknya menunjukkan upaya pemerintah untuk menemukan jalan tengah guna mencapai keseimbangan antara peningkatan pendapatan negara dan menjaga keadilan sosial.

Perlindungan kebutuhan dasar dan penerapan pajak barang mewah adalah langkah-langkah untuk menjaga keseimbangan agar kelompok berpenghasilan rendah tidak terbebani secara berlebihan, sementara individu kaya berkontribusi lebih banyak terhadap pembangunan negara.

Untuk memastikan keberhasilan kebijakan ini, transparansi dalam penggunaan dana pajak dan edukasi publik tentang pajak juga perlu ditingkatkan.

Pemerintah juga perlu memastikan bahwa disetiap rupiah pajak yang dipungut dari masyarakat dapat dipertanggungjawabkan dan bermanfaat bagi pelayanan publik yang lebih luas dan berkualitas. Semoga saja.(**)

*) SAYIFULLAH dan SAMSUL ARIFN adalah Dosen Ekonomi Pembanguan pada Universitas Sultang Ageng Tirtayasa (Untirta).

Iman NR

Back to top button