Bahu Jalan Pasar Rau Dibersihkan, Pedagang Dipindah ke Lantai 1
Pemerintah Kota (Pemkot) Serang akan merelokasi sebanyak 254 pedagang yang selama ini berjualan di bahu jalan kawasan Pasar Rau, sebagai bagian dari penataan kawasan dan penanganan banjir. Relokasi dijadwalkan berlangsung pada 29 Juli 2025.
Ketua Satgas Percepatan Pembangunan dan Investasi Kota Serang, Wahyu Nurjamil mengatakan bahwa relokasi ini menyasar pedagang di Blok M dan Terminal Cangkring, yang akan dipindahkan ke lantai 1 area dalam Pasar Rau.
“Ini bagian dari penataan kawasan kumuh dan upaya penanganan banjir di sekitar Pasar Rau, Cinanggung, dan Cigabus,” kata Wahyu kepada wartawan, Rabu (9/7).
Wahyu menyebut, PT Pesona Banten Persada selaku pengelola PIR diminta memperbaiki fasilitas lantai 1 yang akan menjadi lokasi baru pedagang sebelum proses relokasi dimulai.
Kata Wahyu, pihaknya juga memastikan Satpol PP akan disiagakan di kawasan Terminal Cangkring untuk mencegah para pedagang kembali ke lokasi semula.
“Saluran irigasi yang selama ini dijadikan tempat berjualan akan dipagar agar tidak lagi ditempati. Pengawasan akan dilakukan ketat oleh Satpol PP,” tegasnya.
Wahyu menambahkan, relokasi bersifat sementara dan akan menjadi bagian dari rencana pembangunan ulang gedung Pasar Induk Rau yang dijadwalkan dimulai pada 2026.
Selain itu, dia menegaskan PT Pesona wajib mendukung relokasi ini sesuai kesepakatan kerja sama dengan Pemkot Serang.
Pemkot Serang Dapat Beberapa Catatan dari Pedagang
Namun, rencana ini mendapat catatan dari para pedagang. Perwakilan Asosiasi Pedagang Kaki Lima Indonesia (APKLI) Kota Serang, Habib menyatakan bahwa para pedagang memahami relokasi adalah bagian dari penataan.
Meski begitu, dia meminta agar relokasi tidak mengorbankan akses dan kelayakan tempat berjualan.
“Pedagang mendukung, tapi fasilitas dan akses harus layak. Akses masuk ke dalam pasar selama ini tidak terawat. Eskalator rusak, tangga licin, dan itu membahayakan, terutama bagi pengunjung lansia,” ujarnya.
Habib juga mengingatkan bahwa relokasi serupa pernah dilakukan pada 2017, namun pedagang kembali ke lokasi semula karena akses menuju dalam pasar dinilai menyulitkan aktivitas jual beli.
Bahkan dia juga mengkritik pihak pengelola yang dianggap lebih fokus pada kepentingan bisnis ketimbang kebutuhan dasar pedagang.
Menurutnya, jika pengelolaan pasar dilakukan oleh pemerintah, akan ada nilai sosial yang lebih diperhatikan.
“Selama ini, akses untuk bongkar muat barang juga menyulitkan. Kalau tidak diperbaiki, ini akan jadi masalah lagi,” tegasnya.
Selain itu, Habib menyoroti soal tarif masuk ke dalam gedung pasar yang selama ini diberlakukan, baik untuk pedagang maupun pengunjung.
Lebih lanjut, katanya, hal itu memberatkan dan menurunkan daya tarik masyarakat untuk belanja ke dalam pasar.
“Tradisinya pengunjung datang naik motor, belanja cepat, dan tanpa biaya masuk. Kalau masih dipungut, orang enggan ke dalam. Ini harus jadi perhatian pemerintah,” katanya.
Habib juga menyoroti bahwa data jumlah pedagang yang digunakan pemerintah hanya merujuk pada pemilik kios resmi.
Padahal, jumlah pedagang aktif di lingkar luar PIR bisa mencapai 3.000 orang, termasuk pedagang hamparan, pengecer, dan musiman.
“Kalau semua dipaksa masuk ke dalam, jelas tidak cukup. Kapasitas lantai 1 itu maksimal hanya untuk 300 pedagang. Itu pun dengan catatan fasilitas memadai,” tegasnya.
Abdul Hadi+








