Kaji SGLT2 Inhibitor Untuk Pasien Gagal Jantung, Mahasiswi Kedokteran UPH Raih Juara Pertama
Gagal jantung kini menjadi salah satu penyakit kardiovaskular dengan prevalensi yang terus meningkat, sekaligus penyumbang utama angka kesakitan dan kematian di dunia.
Kondisi ini bukan hanya memangkas kualitas hidup pasien, tetapi juga memicu komplikasi serius, terutama pada kelompok usia lanjut yang rentan (frail). Di tengah tantangan tersebut, kebutuhan akan terapi yang lebih efektif semakin mendesak.
Salah satu terobosan yang mendapat sorotan adalah obat golongan SGLT2 inhibitor yang awalnya ditujukan untuk pasien diabetes melitus tipe 2, namun kini terbukti membawa dampak besar bagi penderita gagal jantung.
Didorong oleh urgensi ini, Jesselyne Aurelia Santoso, mahasiswi Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Pelita Harapan (UPH) angkatan 2022, melakukan kajian mendalam lewat systematic review dan meta-analysis.
Hasil penelitiannya mengantarkan Jesselyne meraih Juara Pertama kategori Oral Presentation pada ajang The 7th Jakarta Nephrology Meeting (JNM) 2025, yang digelar pada 8–10 Agustus 2025 di Auditorium Indonesian Medical Education and Research Institute FKUI (IMERI FKUI) serta JW Marriott Hotel Jakarta.
“Dalam kompetisi ini, saya mempresentasikan hasil review dan analisis penelitian yang berjudul ‘Impact of SGLT2 Inhibitors on Cardiovascular Outcomes Across Frailty Levels in Heart Failure’. Dalam penelitian ini, saya mengkaji penggunaan SGLT2 inhibitor, yaitu obat yang umumnya diberikan pada pasien diabetes melitus tipe 2, penyakit ginjal kronis, dan gagal jantung,” jelas Jesselyne.
Tingkat Kerapuhan Pasien
Jesselyne menjelaskan bahwa fokus penelitian diarahkan pada pasien gagal jantung dengan berbagai tingkat kerapuhan (frailty). Selama ini, penggunaan obat tersebut pada kelompok pasien yang paling rapuh masih jarang dikaji secara mendalam.
“Melalui riset ini, saya berusaha menjawab pertanyaan penting tentang seberapa aman dan bermanfaatnya SGLT2 inhibitor bagi pasien dengan tingkat kerapuhan yang berbeda,” ujarnya.
Hasil penelitiannya menemukan bahwa pasien dengan kerapuhan paling tinggi (most frail), yang umumnya memiliki fungsi ginjal rendah, justru memperoleh manfaat terbesar.
SGLT2 inhibitor terbukti mampu memperlambat penurunan fungsi ginjal secara signifikan, sehingga memberikan perlindungan lebih baik terhadap risiko kerusakan ginjal.
“Artinya, obat ini paling efektif mencegah perburukan fungsi ginjal pada kelompok most frail. Hasil studi saya menunjukkan bahwa SGLT2 inhibitor tidak hanya aman, tetapi juga bermanfaat bagi jantung, ginjal, dan metabolisme di semua tingkat kerapuhan. Temuan ini diharapkan dapat menjadi landasan bagi dokter untuk lebih percaya diri memberikan obat ini kepada pasien yang membutuhkan,” jelas Jesselyne.
Bagi Jesselyne, kemenangan ini bukan sekadar gelar juara atau penghargaan di panggung ilmiah. Kepuasan sejati justru hadir ketika ia menyelami data, menemukan pola, dan menyadari bahwa hasil risetnya berpotensi memberi harapan nyata bagi pasien.
Baginya, ilmu kedokteran adalah amanah untuk melayani sesama, bukan sekadar pengetahuan yang berhenti di ruang kelas atau laboratorium.
“Menjadi dokter adalah perjalanan panjang yang tidak hanya berbicara soal kemampuan medis, tetapi juga empati, ketulusan hati, dan kerelaan untuk terus belajar demi orang lain. Saya berharap pengalaman ini bisa menjadi motivasi bagi teman-teman dan adik-adik seperjuangan, khususnya di lingkungan preklinik UPH. Ini bukti bahwa kita tidak perlu menunggu hingga resmi menjadi dokter untuk mulai berdampak nyata. Rasa ingin tahu, ketekunan, dan kepedulian kita hari ini bisa menjadi benih dari inovasi medis di masa depan,” tuturnya.
Keberhasilan Jesselyne juga tidak terlepas dari bimbingan para dosen FK UPH, yaitu Dr Theo Audi Yanto, Dr Andree Kurniawan dan dr. Jeremia Immanuel Siregar. Bagi Jesselyne para dosen pembimbingnya punya peranan penting dalam membuka dan mendorong ruang belajar baginya.
“Dengan mengisi libur semester melalui magang preseptor setiap hari dan mengikuti berbagai event ilmiah, Jesselyne menunjukkan dedikasi tinggi di bidang metabolik, kardiologi, dan nefrologi. Ide penelitiannya tentang penggunaan SGLT2 inhibitor pada gagal jantung usia lanjut dengan mempertimbangkan frailty, menjadi bukti ketekunan dan rasa ingin tahu ilmiah yang luar biasa. Prestasi ini menjadi kebanggaan sekaligus inspirasi bagi kita semua,” ucap Dr. Theo.
Selain bimbingan dosen, pengalaman organisasi turut memperkaya langkah Jesselyne. Ia aktif di SECRET (Science, Education, Clinical Research, Evidence-Based-Medicine, and Technology), organisasi riset mahasiswa FK UPH yang menjadi wadah pertama baginya belajar menulis systematic review dan meta-analysis. Dari sinilah ia menumbuhkan keberanian untuk melangkah ke level kompetisi nasional. (Siaran Pers Humas Unversitas Pelita Harapan)







