Advetorial

Dinkes Banten Minta Warga Perhatikan Limbah B3 Medis di Lingkungan

Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten melalui Dinas Kesehatan Provinsi Banten mengajak masyarakat Banten untuk memperhatikan Kesehatan dan dampak limbah B3 atau bahan berbahaya dan beracun medis di lingkungan tempat tinggal.

Dijelaskan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Banten, DR,dr,Ati Pramudji Hastuti, MARS, bahwa Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menegaskan bahwa setiap orang berhak untuk mendapatkan lingkungan yang sehat bagi pencapaian derajat kesehatan.

“Upaya kesehatan lingkungan ditujukan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat baik fisik, kimia, biologi maupun sosial yang memungkinkan setiap orang mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya,” kata Ati.

Oleh karena itu, dikatakan Ati bahwa negara wajib melindungi warga negaranya untuk menjamin kelestarian lingkungan hidup.

Di Undang-undang yang sama, pemerintah bertanggung jawab untuk meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, diantaranya melalui penjaminan akses terhadap fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes).

Fasilitas pelayanan kesehatan merupakan salah satu sumber yang menghasilkan limbah yang besar serta berpotensi mencemari lingkungan sehingga wajib melakukan pengelolaan limbah yang dihasilkan, salah satunya adalah limbah B3 medis.

Berdasarkan PP 101 Tahun 2014 dan Peraturan MENLHK no.P56/2015 bahwa limbah medis termasuk dalam limbah berkategori infeksius dan bahan berbahaya dan beracun (B3).

Sehingga berpotensi membahayakan komunitas jika pembuangan limbah medis tidak memenuhi syarat akan menimbulkan bahaya terhadap masyarakat di sekitar lokasi pembuangan.

Adapun jenis limbah bahan berbahaya dan beracun medis yang dihasilkan fasilitas pelayanan kesehatan meliputi limbah infeksius, limbah patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksis, limbah kimiawi, limbah radioaktif, limbah kontainer bertekanan dan limbah dengan logam berat yang tinggi.

Pengelolaan limbah medis di Fasyankes dapat dilakukan dengan memusnahkan dalam incinerator berijin atau bekerjasama dengan pihak ketiga berijin khusus limbah B3.

Selain fasilitas pelayanan kesehatan, sektor rumah tangga juga berperan dalam timbulnya limbah B3 terutama dalam hal obat rusak dan kedaluwarsa serta beberapa limbah medis yang timbuh pada pasien yang menjalani perawatan di rumah.

Risiko terbesar dari penanganan limbah B3 baik di fasyankes maupun di rumah tangga ialah dampak jangka panjang, terutama ketika terjadi campur baur dengan limbah non-B3 maupun ketika terbuang ke lingkungan tanpa pengolahan.

Tingginya limbah B3 yang dihasilkan oleh fasyankes maupun rumah tangga tidak sebanding dengan sistem pengelolaan serta fasilitas pengolahan limbah yang ada saat ini.

Limbah medis yang tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan dan lingkungan.

Dampak terhadap kesehatan yang sering terjadi ialah infeksi nosokomial di fasyankes seperti potensi penularan Hepatitis B virus (HBV), Hepatitis C virus (HCV), Human Immunodeficiency virus (HIV), maupun bakteri patogen lain yang mungkin terbawa pada darah dan cairan tubuh yang terbuang ke lingkungan.

Selain dampak negatif pada kesehatan, dampak pengelolaan limbah B3 fasyankes yang tidak aman dan tidak ramah lingkungan adalah pencemaran lingkungan.

Dengan sifat dan karakteristiknya, limbah B3 dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan sampai merusak ekosistem alami. (Adv)

Back to top button