Ada UMKM Produsen Kerupuk di Rangkasbitung Berusaha Sejak 1940-an

Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) produsen kerupuk di Kabupaten Lebak, Banten mampu menyerap ribuan tenaga kerja dan dapat bertahan menggerakkan ekonomi setempat, di antaranya usaha sejak tahun 1940-an.
“Kami bersyukur usaha yang dirintis kakek hingga kini masih bertahan,” kata pelaku UMKM produsen kerupuk, Upah (59) di Rangkasbitung, Lebak, Senin (2/6/2025).
Produksi kerupuk milik usahanya di Pasir Sukarakyat Rangkasbitung itu sudah berlangsung 85 tahun lalu tepatnya sejak tahun 1940 hingga kini masih bertahan hingga generasi ketiga.
Berdirinya usaha kerupuk tersebut setelah kakeknya yang berasal dari Cikoneng Kabupaten Ciamis diperintahkan oleh pemerintah Hindia Belanda membuka usaha di Rangkasbitung.
Awalnya, kata dia, kakeknya di Klender Jakarta Timur sebagai pedagang kain, namun Belanda memberikan pelatihan untuk memproduksi kerupuk.
“Kami merasa bangga kakeknya membuka usaha kerupuk di Rangkasbitung dari zaman Belanda hingga kini masih bertahan dan menyerap tenaga kerja itu,” katanya.
Menurut dia, pabrik kerupuk di Pasir Sukarakyat Rangkasbitung itu terdapat puluhan UMKM yang merupakan pewaris generasi ketiga.
Ia mengatakan, kehadiran pabrik kerupuk itu mampu membuka lowongan kerja bagi ribuan warga setempat dan tingkat pendapatan ekonomi masyarakat di daerah relatif baik, karena kini para pekerjanya bisa mendapatkan upah kerja sekitar Rp3 juta per bulan Bahkan, pedagang pengecer kerupuk bisa menghasilkan keuntungan Rp20 juta per bulan.
“Kami bekerja keras untuk mengelola usaha peninggalan kakek itu berkembang dan bisa membantu warga daerah,” kata Upah sambil menyatakan omzet dagangnya masih relatif normal meski enggan mengungkapkan nominal keuntungannya.
Hampir senada, pelaku UMKM lainnya Doyit (60) mengatakan pihaknya menjadi produsen kerupuk yang hasilnya dipasarkan ke sejumlah daerah di Banten dan mempekerjakan dari warga setempat.
Produksi kerupuknya beragam jenis mulai kerupuk rasa pedas, jengkol, hingga jenis dorokdok, yang sangat diminati konsumen dengan harga bervariasi antara Rp5.000 sampai Rp10.000 per bungkus.
“Kami membuka usaha kerupuk itu sudah berlangsung 40 tahun dan hingga kini masih beroperasi untuk membantu ekonomi keluarga dan pekerja,” katanya.
Sementara itu, Sekretaris Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Lebak, Imam Suangsa mengatakan UMKM produsen kerupuk tumbuh dan berkembang dan tercatat sekitar 700 unit usaha dan menyerap ribuan tenaga kerja.
Kebanyakan produksi kerupuk yang ada di Lebak itu berasal dari daerah Garut, Tasikmalaya, Ciamis dan Kuningan.
“Kita mendorong pelaku UMKM kerupuk itu bisa bersaing pasar dan mampu menumbuhkan ekonomi masyarakat,” katanya. (Pewarta : Mansyur Suryana – LKBN Antara)