Akibat Penataan Banten Lama, Petani Keluhkan Kesulitan Buang Air Sawah
Lebih 50 hektar sawah di Kelurahan Banten dan Kesunyatan, Kecamatan Kasemen, Kota Serang mengeluh kesulitan air baik untuk pengairan maupun untuk pembuangan air sawah, setelah Kawasan Banten Lama atau Kawasan Kesultanan Banten tengah ditata atau direvitalisasi Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten dan Pemerintah Kota (Pemkot) Serang.
Akibat kesulitan itu, produksi padi di daerah itu merosot dari rata-rata 8-10 ton padi per hektar per panen, kini berkisar 4-6 ton padi. Sebab pengaturan air menjadi sulit. Sawah menjadi kebanyakan air atau malah kekurangan air. Aliran air sawah itu kini terhambat proyek penataan Kawasan Keraton Kesultanan Banten.
“Kemarin, seenaknya saja orang proyek di sana (kawasan penunjang wisata – red) membuang air yang airnya mengalir ke sawah kami Pak. Kami marah-marah karena sawah kami baru dikasih obat pembasmi hama keong, eh kecampur air itu. Ya, jadi gak bagus,” kata Ismail, petani penggarap yang mengolah sawah milik Firdaus Gozali, anggota Komisi III DPRD Kota Serang kepada MediaBanten.Com, Selasa (16/7/2019).
Ismail mengatakan, sawah di sekitar Kawasan Kesultanan Banten ini memiliki pengairan yang cukup dan memproduksi padi di atas rata-rata sawah lainnya. “Kalau sedang normal, air untuk sawah diambil dari irigasi yang berasal dari air Bendungan Pamarayan. Kalau sedang kering, air diambil dari Sungai Cibanten dengan menggunakan pompa,” kata Ismail.
Baca:
- Disahkan Menjadi Perda Penyelenggaraan Pembangunan Pertanian
- Kadis Pertanian: Bulog Tidak Beli Gabah dan Beras Petani di Banten
- Wagub: Akan Dinaikan Bantuan Uang Saku Penyuluh Pertanian
Siklus Terganggu
Petani penggarap lainnya mengemukakan, siklus pengairan sawah di eks Kebalen dan blok lainnya terganggu sejak proyek revitalisasi atau penataan Kawasan Kesultanan Banten. Saluran irigasi yang diduga merupakan peninggalan kerajaan dengan lebar 2 meter kini sudah tertutup dan tidak berfungsi.
“Sering air menggenang terlalu banyak. Ini menyebabkan padi bisa menjadi gabug (bulir padi kosong alias tidak berisi). Pengendalian hama juga jadi sulit, karena air yang terlalu banyak menyebabkan obat yang ditebarkan menjadi tidak efektif. Karena kami kesulitan membuang air, daerahnya sudah terpotong sama penataan Banten Lama,” ujarnya.
Firdaus Gozali, pemilik sawah di eks Kebalen membenarkan keluhan para petani penggarap tersebut. “Ini kan akibat pembangunan atau penataan yang tidak disertai dengan analisis yang mendalam, tidak mengantisipasi sekitar lokasi proyek,” ujarnya.
Sebagai anggota DPRD Kota Serang, Firdaus mengingatkan, Pemerintah Kota (Pemkot) Serang kini tengah membuat peraturan daerah tentang perlindungan lahan pertanian yang merupakan turunan dari Undang-undang No.41 tahun 2009 tentang Perlindungan Pertanian Pangan Berkelanjutan.
“Penataan Kawasan Banten Lama ini jangan sampai mengubah atau mengalihfungsikan lahan pertanian menjadi lahan non pertanian. Jika ini terjadi, berarti pemerintah dareah baik Pemerintah Provinsi maupun Pemerintah Kota telah melanggar undang-undang tersebut. Memang perdanya baru dibuat, tetapi undang-undang itu kan sudah terbit sejak tahun 2009,” katanya.
Firdaus Gozali juga mengingatkan, Pemprov Banten telah memiliki Perda tentang pembangunan pertanian yang baru disahkan pada bulan Mei 2019. Dalam perda itu tercantum soal perlindungan terhadap lahan sawah yang ada di Provinsi Banten. (IN Rosyadi)