Averroes, Ulama Islam Yang Lebih Terkenal di Pemikir Barat
Ulama besar Ibnu Rusyd atau dikenal dengan nama Averroes bagi pemikir Barat membuktikan bahwa agama, terutama Agama Islam dengan ilmu pengetahuan tidak pernah bertentangan.
Nama Averroes dipakai untuk genus tanaman Averrhoa. Genus ini dikenali dengan dua tanamannya yang masyhur, yaitu belimbing sayur dan belimbing biasa. Selain itu pula, ada kawah bulan bernama Ibn-Rushd dan asteroid 8318 Averroes.
Lahir pada tahun 1126 di Kordoba, Andalusia atau Spanyol kini, nama lengkapnya adalah Abu Al Walid Muhammad Ibn Ahmad Ibn Rusyd dikenal sebagai peletak dasar ilmu kedokteran modern.
Tetapi ulama yang mengabdikan diri sebagai hakim dan dokter istana di Kekhalifahan Muwahhidun ini merupakan seorang filsuf yang menulis barbagai bidang disiplin ilmu.
Dia menulis filsafat, akidah atau teologi Islam, kedokteran, astronomi fikih atau hukum Islam, dan linguistik.
Karya-karya filsafatnya termasuk banyak tafsir, parafrase, dan ringkasan karya-karya Aristoteles, yang membuatnya dijuluki oleh dunia barat sebagai “Sang Penafsir” (Bahasa Inggris: The Commentator).
Menurut id.wikipedia, Ibnu Rusyd lahir dari keluarga yang melahirkan hakim-hakim terkenal, di antaranya kakeknya adalah qadhi al-qudhat (hakim kepala) dan ahli hukum terkenal di kota itu.
Pada tahun 1169, dia bertemu dengan Khalifah Abu Yaqub Yusuf, yang terkesan dengan pengetahuan Ibnu Rusyd.
Sang khalifah kemudian mendukung Ibnu Rusyd dan banyak karya Ibnu Rusyd adalah proyek yang ditugaskannya. Ibnu Rusyd juga beberapa kali menjabat sebagai hakim di Sevilla dan Kordoba. Pada 1182, ia ditunjuk sebagai dokter istana dan hakim kepala di Kordoba.
Setelah wafatnya Kahlifah Abu Yusuf pada tahun 1184, ia masih berhubungan baik dengan istana, hingga 1195 saat dia dikenai berbagai tuduhan dengan motif politik. Pengadilan lalu memutuskan bahwa ajarannya sesat dan Ibnu Rusyd diasingkan ke Lucena.
Setelah beberapa tahun di pengasingan, istana memanggilnya bertugas kembali, tetapi tidak berlangsung lama karena Ibnu Rusyd wafat.
Dalam bidang fikih, ia menulis Bidayatul Mujtahid yang membahas perbedaan mazhab dalam hukum Islam.
Dalam kedokteran, ia menghasilkan gagagan baru mengenai fungsi retina dalam penglihatan, penyebab strok, dan gejala-gejala penyakit Parkinson, serta menulis buku yang kelak diterjemahkan menjadi sebuah buku teks standar di Eropa.
Pengaruh Ibnu Rusyd atau dikenal dengan nama Averroes ke dunia Barat jauh lebih besar dibanding dunia Islam. Ibnu Rusyd menulis banyak tafsir terhadap karya-karya Aristoteles, yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Ibrani dan bahasa Latin dan beredar di Eropa.
Terjemahan karya-karya Ibnu Rusyd memicu para pemikir Eropa Barat untuk kembali mengkaji karya-karya Aristoteles dan pemikir Yunani lainnya, setelah lama diabaikan sejak jatuhnya kekaisaran Romawi.
Pendapat-pendapat Ibnu Rusyd juga menimbulkan kontroversi di dunia Kristen Latin, dan menginspirasi sebuah gerakan filsafat yang disebut Averroisme.
Salah satu doktrinnya yang kontroversial di dunia Barat adalah teori yang disebut “kesatuan akal” (unitas intellectus dalam bahasa Latin), yang menyatakan bahwa semua manusia bersama-sama memiliki satu akal atau “intelek”.
Karya-karyanya dinyatakan sesat oleh Gereja Katolik Roma pada tahun 1270 dan 1277, dan pemikir Kristen Thomas Aquinas menulis kritik-kritik tajam terhadap doktrin Ibnu Rusyd. Sekalipun demikian, Averroisme tetap memiliki pengikut di dunia Barat hingga abad ke-16.
Menurut biografi-biografi klasik, Ibnu Rusyd atau Averroes menerima pendidikan yang istimewa, dimulai dari pelajaran ilmu Hadis, fikih (hukum Islam), kedokteran maupun ilmu akidah (teologi Islam).
Guru fikihnya adalah Al-Hafiz Abu Muhammad ibn Rizq yang bermazhab Maliki dan guru hadisnya adalah Ibnu Basykuwal, yang merupakan murid dari kakeknya.
Ia juga belajar fikih dari ayahnya, yang mengajarkannya kitab Muwatta karya Imam Malik, buku teks Maliki yang paling terkenal, yang kemudian dihafalkan oleh Ibnu Rusyd.
Guru kedokterannya adalah Abu Jafar Jarim at-Tajail, yang kemungkinan juga mengajarkannya ilmu filsafat. Ia juga mempelajari karya-karya dari Ibnu Bajjah (juga dikenal dengan nama Avempace) yang mungkin juga merupakan salah satu gurunya.
Ia mengikuti pertemuan rutin para filsuf, dokter dan sastrawan di kota Sevilla, yang juga dihadiri oleh filsuf Ibnu Thufail dan Ibnu Zuhri serta Abu Yusuf Yaqub yang kelak akan menjadi khalifah.
Ibnu Rusyd muda juga mempelajari akidah atau teologi kalam dari Mazhab Asy’ariyah, walaupun kelak ia akan mengkritik mazhab ini.
Menurut penulis abad ke-13 Ibnu al-Abbar, Ibnu Rusyd lebih tertarik dengan ilmu hukum dan ushul fiqh (kaidah-kaidah hukum) dibanding ilmu hadis dan sunnah.
Salah satu spesialisasi yang ditekuninya adalah masalah ikhtilaf atau perbedaan pendapat dalam hukum Islam. Ibnu Al-Abbar juga menyebutkan ketertarikan Ibnu Rusyd muda pada “ilmu-ilmu orang terdahulu” (al-‘ulum al-awa’il), yang kemungkinan maksudnya adalah ilmu alam dan filsafat yang dikembangkan para ilmuwan Yunani.
Sejak perkenalan ini, Ibnu Rusyd memiliki hubungan baik dengan Abu Yaqub Yusuf hingga khalifah tersebut wafat. Ketika sang khalifah mengeluh ke Ibnu Thufail bahwa karya-karya Aristoteles terlalu susah dimenegerti, Ibnu Thufail menyarankan agar Ibnu Rusyd ditugaskan untuk menerangkannya.
Inilah awal dari proyek besar Ibnu Rusyd menulis tafsir karya-karya Aristoteles.[10] Pada tahun 1169, Ibnu Rusyd menulis tafsir Aristoteles pertamanya.
Walaupun pada sebagian besar hidupnya Ibnu Rusyd didukung pihak kekhalifahan, pada 1195 ia sempat diasingkan oleh Khalifah Yaqub al-Mansur.
Pada tahun 1184, Khalifah Abu Yaqub wafat dan digantikan oleh Abu Yusuf Yaqub al-Mansur.[6] Awalnya Ibnu Rusyd tetap memiliki hubungan baik dengan istana, dan tetap menjabat sebagai dokter istana tetapi pada 1195 situasinya berubah.
Ia mendapat berbagai tuduhan, termasuk tuduhan mengajarkan aliran sesat, dan ia harus menghadapi pengadilan di Kordoba.Pengadilan memutuskan Ibnu Rusyd bersalah, menyatakan ajarannya sesat dan memerintahkan agar tulisan-tulisannya dibakar.
Ibnu Rusyd diasingkan ke kota kecil Lucena, sebuah permukiman Yahudi yang berada di sekitar Kordoba.
Biografi-biografi klasik menyebutkan berbagai sebab memburuknya situasi Ibnu Rusyd ini, salah satunya karena Ibnu Rusyd dianggap menghina khalifah dalam tulisannya. Namun para sejarawan modern menganggap bahwa perlakuan keras terhadap Ibnu Rusyd ini bermotif politik.
Encyclopaedia of Islam menyebutkan bahwa khalifah berusaha menjauhkan dirinya dari Ibnu Rusyd untuk mendapat simpati dan dukungan dari para ulama tradisional yang banyak menentang ajaran Ibnu Rusyd.
Pada saat itu, khalifah sedang butuh dukungan para ulama untuk melancarkan perang melawan kerajaan-kerajaan Kristen. Sejarawan Majid Fakhry menulis bahwa banyak fukaha atau ahli fikih tradisional pada saat itu menentang Ibnu Rusyd dan menekan sang khalifah.
Setelah beberapa tahun, Ibnu Rusyd kembali didukung khalifah dan ia bertugas lagi di istana kekhalifahan. Namun tak lama kemudian ia meninggal pada tanggal 11 Desember 1198 (atau 5 Safar 595 H).
Awalnya ia dikuburkan di Maroko, tetapi kemudian jenazahnya dipindahkan ke Kordoba. Pemakamannya di Kordoba dihadiri oleh Ibnu Arabi (1165–1240) yang kelak akan menjadi tokoh sufi terkemuka. (Berbagai sumber / Editor: Iman NR)