Baduy Minta Status Desa Adat dan Perluasan Wilayah
Suku Baduy, masyarakat yang mengasingkan diri di pegunungan Keundeung, Kabupaten Lebak, Banten minta Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten membuat peraturan daerah tentang desa adat dan memberikan lahan pertanian bagi warga Baduy.
Permintaan Suku Baduy itu disampaikan Saidi Putra, Tokoh Adat Baduy ketika Seba Baduy ke Bapak Gede Banten di Meseum Negeri Banten, Jalan Brigjen KH Samun, Kota Serang, Minggu (5/5/2019).
Saidi mengemukakan alasan atas permintaan tersebut, yaitu untuk memberikan kejelasan status desa adat yang disandang pada wilayah Baduy yang kini tercatat luasnya lebih 5.138 hektar. Sejak tahun 2007, status desa adat bagi wilayah Baduy sudah diperjuangkan, namun belum berhasil.
Mirisnya, ada sejumlah desa di sekitarnya wilayah Baduy yang ingin juga dijadikan sebagai desa adat. Namun desa-desa itu tidak memenuhi syarat desa adat karena tidak memiliki struktur yang khas seperti yang ada di Baduy.
“Di desa saya itu jaro tujuhnya sudah ada, tokoh adatnya seperti saya. Kalau desa lain belum tentu bisa seperti kami, karena tiga Puun itu adalah sebagai simbol. Ada bulan, bintang, dan matahari. Itu merupakan penerangan secara keseluruhan, yang tujuh jaro itu mewakili setiap hari dan dititipkan hari setiap jaro,” ujarnya.
Baca: Gubernur Serahkan Sertifikat Proper Ke 11 Perusahaan di Banten
Lanjut Saidi, permintaan perluasan lahan desa adat memang direspon baik oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lebak, namun belum realisasi dari respon tersebut. “Sampai sekarang belum ada, begitupun dari pemerintah kabupaten. Tetapi saya tidak bisa mengatakan bohong, mungkin belum sampai rejekinya,” ucapnya.
Saidi mengatakan, luas lahan Baduy lebih 5.000 hektar itu dihuni 7.000 kepala keluarga (KK). Dia juga memberitahukan, hampir 50 persen warga Baduy memiliki lahan di luar kawasan adat. Karena memang lahan adat sudah semakin kurang untuk pertanian.
“Beli sendiri lah karena kekurangan, lantaran lahannya terbatas. Dianggap lahan Pemda atau tanah ulayat, luasnya hanya sekitar 5.138 hektar, sementara masyarakat mencapai puluhan ribu orang, bertambah terus,” ujarnya
Sementara Gubernur Banten Wahidin Halim berterimakasih atas kedatangan masyarakat Baduy. Wahidin juga mengatakan bahwa masyarakat Baduy harus menjadi contoh di Banten. Karena warganya damai, tenang, harmonis, saling menghargai, bergotong royong, dan menjadi masyarakat yang tidak merusak alam.
“Masyarakat Baduy ini tidak merusak lingkungan, tidak menebang pohon sembarangan, dan tidak mencemari sungai. Ini harus menjadi contoh bagi saya, dan para pejabat. Terutama dalam kejujuran, dan keikhlasannya,” katanya.
Wahidin berharap, masyarakat Baduy harus tetap menjaga kelestarian, dan tidak terpengaruh oleh kedatangan warga asing yang masuk ke daerah baduy.
“Alamnya juga harus dijaga betul, saya dengar kabarnya masyarakat Baduy kekurangan lahan untuk menanam. Jangan sampai tambang emas juga masuk ke Baduy, punah nanti adat Baduy. Sebagai Gubernur saya wajib mempertahankan dan menjaga kelestarian adat istiadat Baduy,” katanya.
Wahidin juga meminta kepada Sekda Banten, dan OPD terkait untuk melayani dan memenuhi keinganan masyarakat Baduy. “Minta Perda, bikin aja Perda. Minta Desa adat bikin desa adat. Minta hutan coba kita liat apakah masih ada hutannya. Daripada dimakanin macan-macan atau singaa yang berwujud manusia, habis nanti pohon-pohon ditebangin,” ujarnya. (Sofi Mahalali)