Ekonomi

Bolone Mase Banten Gelar Workshop Perproyekan di Pemprov

Bolone Mase Banten Gelar Workshop Perproyekan Di Pemprov Banten selama 4 hari. Dari tanggal 20 hingga 23 September 2023 di Sekretariat Bolone Mase Banten di depan KP3B, Curug, Kota Serang, Provinsi Banten.

Workshop ini bertujuan meningkatkan pemahaman peserta terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Mulai dari perencanaan hingga realisasi, serta pelaporan.

“Jangankan masyarakat, di PNS sendiri masih banyak yang tidak paham APBD. Misalnya APBD 2023 Rp11 triliun. Itu masih banyak yang beranggapan duitnya sudah ada. Rp11 triliun dianggap sudah tersedia di Kas Daerah. Padahal belum tentu ada,” kata Sekretaris Bolone Mase Banten Ucu Nur Arif Jauhar.

APBD Rp11 triliun artinya Anggaran Pendapatan Rp11 triliun dan Anggaran Belanja Rp11 triliun.

Pendapatannya masih berupa anggaran. Masih berupa rencana. Masih mimpi berpendapatan Rp11 triliun. Duitnya belum ada.

“Sebagian PNS saja menganggap anggaran Pendapatan itu berarti duitnya sudah ada. Mereka sering mengatakan, kan belanja anu sudah dianggarkan, dananya sudah ada. Ngapain pembayaran ditunda-tunda. Padahal belum tentu. Anggaran Pendapatan itu harus direalisasikam dulu. Dicari duitnya dulu,” ujar Ucu.

Misalkan Anggaran Pendapatan dari Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) 2023 sebesar Rp2,7 triliun. Duitnya belum ada.

Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) harus menagih duit itu ke Wajib Pajak Kendaraan Bermotor.

Jika kinerja Bapenda bagus, PKB nya tertagih semua sebesar Rp2,7 triliun. Jika tidak, Pendapatan jadi berkurang. Belanja juga harus dikurangi,” papar Ucu.

Misalkan dari Anggaran Pendapatan PKB Rp2,7 triliun, hanya tertagih atau terealisi Rp2 triliun. Maka Anggaran Belanja harus dikurangi Rp700 miliar.

Agar pos Pendapatan dan Pos Belanja jadi seimbang. APBD harus diusahakan tidak boleh defisit.

“Defisit bisa terjadi, biasanya diakhir tahun. Karena target pendapatan akhir tahun tidak terpenuhi. Sedangkan seluruh kegiatan atau proyek akhir tahun sedang berjalan semua. Sehingga tidak dapat dihentikan atau dibatalkan. Terpaksa dihutang. Dicatat sebagai defisit dalam laporan realisasi APBD tahun itu,” jelas Ucu.

Kebalikan dari defisit adalah Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA). Bahasa lainnya surplus.

Umumnya terjadi karena ada kegiatan (proyek) yang tidak dapat dilaksanakan. Atau proyek tersebut dibatalkan.

Bisa juga surplus terjadi karena realisasi pendapatan melebih target. Karena target pendapatan pasti di bawah potensi pendapatan. Misalkan potensi pendapatan PKB adalah Rp5 triliun.

Target pendapatannya hanya Rp2,7 triliun. Ternyata saat realisasi, pendapatan PKB tertagih Rp3 triliun. Maka ada SiLPA atau surplus sebesar Rp300 miliar.

Katanya, pada prinsipnya, APBD harus dirancang seimbang antara Anggaran Pendapatan dan Anggaran Belanja. Sehingga didokumen APBD tidak ada pos defisit atau pos surplus atau pos SiLPA.

“Jika pos-pos itu ada, perancangan APBD-nya buruk sekali. Kepala Daerah… kepinteran kayaknya. Pos-pos ini muncul dilaporan realisasi. Makanya, tidak ada istilah realisasi SiLPA. SiLPA bukan anggaran,” ungkap Ucu. (Ucu Nur Arif Jauhar)

Editor Iman NR

Iman NR

SELENGKAPNYA
Back to top button