Gaya Hidup

Cadar Bukan Simbol Radikalisme dan Terorisme

Mengutip dari ibtimes.id, cadar dan radikalisme merupakan dua hal yang sama sekali berbeda. Radikal merupakan persoalan tindakan dan pola pikir seseorang yang tidak ada kaitannya dengan keagamaan. Sedangkan cadar adalah sebuah atribut keagamaan.

Sebelumnya, publik dihebohkan dengan berita seorang wanita bercadar menodongkan senjata kepada Pasukan Pengaman Presiden (Paspampres) di Istana Negara, Selasa pagi (25/10/2022).

Seketika itu, berbagai media dengan serentak memberitakannya. Tidak sedikit juga media meminta tanggapan pada seorang pengamat dan beberapa media ada yang mengaitkan aksi oknum perempuan tersebut sebagai sebuah tindakan terorisme.

Cadar merupakan bentuk lanjutan dari penggunaan jilbab. Cadar adalah kain penutup muka atau menutupi hidung dan mulut, sehingga hanya matanya saja yang terlihat.

Cadar selalu menjadi isu yang kontroversial dikalangan umat islam. Dalil – dalil mengenai wajib atau tidaknya penggunaan kain penutup muka masih menjadi perdebatan.

Penggunaan kain penutup muka pada perempuan masih simpang siur dan bahkan menjadi perbincangan yang tiada henti, khususnya dalam konteks masyarakat Indonesia.

Berbeda dengan atribut celana cingkrang yang lambat laun diterima oleh masyarakat Indonesia, pasalnya cukup banyak model celana kontemporer yang juga meninggikan bahwannya hingga di atas mata kaki.

Cadar dan radikalisme masih menjadi dua hal yang sering dikait-kaitkan oleh masyarakat, meskipun keduanya secara substansial merupakan dua hal yang sama sekali berbeda.

Stigma – stigma negatif terhadap perempuan bercadar setidaknya mulai mencuat sejak era reformasi. Yakni sejak berbagai kelompol sosial di masyarakat secara berani menunjukkan eksistensinya.

Hal tersebut termasuk kelompok kelompok teroris, yang sebelumnya di era Orde Baru sempat dikekang.

Saat reformasi itu pula, tragedi tragedi terorisme juga bermunculan, dari bom Bali hingga bom bunuh diri di Gereja Katedral, Makasar pada tahun 2021 lalu.

Mirisnya adalah tindakan – tindakan terorisme tersebut, termasuk juga oknum perempuan bercadar yang menerobos Istana Negara, bahwa mereka menggunakan atribut Islam, khususnya cadar dalam tindakan terorismenya.

Hal ini yang dirugikan adalah bukan hanya para korban tindakan terorisme, bukan hanya Islam secara general.

Akan tetapi secara mikro, yakni perempuan – perempuan cadar lainnya yang tidak melakukan terorisme, juga ikut merasakan imbas dari perbuatan teroris yang mengenakan kain penutup muka.

Oknum perempuan tersebut kembali memupuk stigma negatif yang melekat pada perempuan cadar.

Meskipun banyak teroris yang mengenakan cadar, namun tidak semua perempuan yang menutup mukanya juga melakukan tindakan demikian.

(*/Editor: Abdul Hadi)

Abdul Hadi

SELENGKAPNYA
Back to top button