Diminta Dikosongkan, Pedagang di Situ Cipondoh Malah Menjamur
Para pedagang di Kawasan Situ Cipondoh, Kota Tangerang terus menjamur, meskipun Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Banten telah meminta kawasan itu untuk dikosongkan.
Dalam surat itu dijelaskan tentang program pengelolaan sumber daya air terkait penataan Situ Cipondoh.
Camat Cipondoh, Rizal Ridholoh mengakui telah mendapatkan surat tembusan dari pihak PUPR Banten.”Surat tembusannya sudah dapat terkait hal tersebut,” ujarnya singkat saat dihubungi melalui aplikasi pesan singkat, Rabu (5/1/2022).
Ditanya soal masih menjamurnya para pedagang, Rizal enggan menjawab dan meminta wartawan untuk bertanya langsung ke dinas terkait.
“Itu aja keterangan saya selanjutnya silahkan tanyakan ke pihak yang ngirim surat DPUPR Provinsi Banten,” imbuhnya.
“Tindakan pemerintah Banten sudah tepat. Dasar tindakan itu pun diyakini beralasan kuat. Namun perlu mempertimbangkan aspek sosial dan aspek kepastian hukumnya,” ujar peneliti kebijakan publik IDP-LP, Riko Noviantoro.
Menurutnya, pertimbangan aspek sosial penting dalam setiap praktek kebijakan. Khususnya dalam tindakan pengusiran PKL di sekitar Situ Cipondoh. Pemerintah perlu memberikan alternatif kebijakan untuk menekan dampak sosial tindakan pengusiran tersebut.
Riko menilai pemerintah Kota Tangerang harus ikut terlibat memikirkan. Dengan menyiapkan lokasi dagang bagi PKL yang tergusur. Tidak pantas dibiarkan begitu saja tergusur, tanpa upaya pendampingan.
“Penertiban pemanfaatan lahan milik pemerintah memang tepat. Tetapi tindakan tanpa upaya mendampingi bagi korban penggusuran juga sebuah tindakan maladministrasi atau pelanggaran administrasi,” pungkasnya.
Tudingan maladministrasi itu, menurut Riko berpijak pada UU No.30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, dimana tindakan pemerintah harus memenuhi asas umum pemerintahan yang baik. Bukan sebatas menegakan aturan yang mengabaikan asas umum pemerintahan lainnya.
Setidaknya, lanjut Riko tindakan penggusuran PKL di Situ Cipondoh tanpa alternatif kebijakan melanggar Pasal 10, ayat 1, huruf a, g dan h UU No.30/2014, yang secara nyata sebagai tindakna maladministrasi. Karena tindakan pemerintah daerah tidak memenuhi prinsip pemerintahan yang baik.
“Silahkan dilakukan penertiban, tetapi juga dilakukan pendampingan. Agar korban bisa tetap melanjutkan aktifitas usahanya,” tegas peneliti kebijakan publik ini. (Reporter: Eky Fajrin / Editor: Iman NR)