Masalah lingkungan yang muncul akibat kegiatan di sektor pertanian dimulai dengan gerakan revolusi hijau, yang ditandai dengan penggunaan pupuk dan pestisida sebagai faktor produksi utama.
Penggunaan pestisida untuk mengendalikan hama, penyakit, dan gulma telah lama diterapkan oleh petani di Indonesia.
Sejak metode ini dimasukkan dalam program BIMAS dan INMAS sekitar tahun 1970-an untuk meningkatkan produksi padi.
Oleh : Rafa Satria – Prodi Agribisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta*)
Pestisida menjadi pilihan utama karena mampu membunuh hama secara langsung, efektif, mudah digunakan, memiliki tingkat keberhasilan tinggi, tersedia dalam jumlah yang cukup, mudah diperoleh, dan biayanya relatif terjangkau.
Artikel ini bertujuan untuk membahas pemanfaatan pestisida dalam pertanian serta implikasinya terhadap ekosistem dan kesehatan manusia.
Penelitian terbaru, studi kasus, dan pendekatan mitigasi akan disajikan untuk memberikan gambaran komprehensif tentang masalah ini.
Dengan pemahaman yang lebih baik mengenai dampak pestisida.
Kita dapatmencari solusi yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan dalam praktik pertanian modern.
Kontaminasi tanah dan air merupakan salah satu dampak utama dari penggunaan pestisida.
Pestisida yang diaplikasikan pada tanaman tidak sepenuhnya diserap oleh tanaman tersebut.
Sebagian besar pestisida masuk ke dalam tanah dan air, menyebabkan kontaminasi yang signifikan.
Di tanah, pestisida dapat mengubah struktur dan keseimbangan mikroorganisme tanah, mengganggu proses dekomposisi organik dan siklus nutrisi.
Mikroorganisme tanah berperan penting dalam menjaga kesuburan tanah melalui dekomposisi bahan organik dan siklus nutrisi.
Sehingga gangguan pada populasi mikroorganisme ini dapat berdampak negatif pada kualitas dan produktivitas tanah.
Selain itu, ketika pestisida masuk ke dalam air melalui limpasan permukaan atau perkolasi ke dalam air tanah.
Mereka dapat menyebabkan kematian organisme akuatik seperti ikan, amfibi, dan invertebrata air.
Kematian organisme ini tidak hanya mengurangi keanekaragaman hayati perairan tetapi juga mengganggu ekosistem perairan.
Hal itu termasuk rantai makanan yang penting untuk kelangsungan hidup banyak spesies.
Penurunan keanekaragaman hayati juga merupakan dampak serius dari penggunaan pestisida.
Pestisida tidak hanya membunuh organisme target tetapi juga mempengaruhi spesies non-target, termasuk serangga bermanfaat seperti lebah dan kumbang.
Lebah, sebagai penyerbuk alami, memainkan peran krusial dalam pollinasi banyak tanaman buah dan bijibijian.
Penurunan populasi lebah akibat paparan pestisida dapat mengganggu proses pollinasi, yang esensial untuk produksi pangan.
Selain serangga penyerbuk, pestisida juga dapat mempengaruhi predator alami dari hama.
Penurunan populasi predator alami dapat menyebabkan ledakan populasi hama yang tidak terkontrol.
Kemudian, mengakibatkan kerugian lebih lanjut pada hasil pertanian dan meningkatkan ketergantungan pada penggunaan pestisida.
Resistensi hama terhadap pestisida adalah masalah lingkungan lainnya yang timbul dari penggunaan pestisida yang berlebihan dan tidak tepat.
Hama yang selamat dari paparan pestisida dapat berkembang biak, dan menghasilkan keturunan yang lebih tahan terhadap bahan kimia tersebut.
Evolusi resistensi ini mengakibatkan peningkatan penggunaan pestisida dalam dosis yang lebih tinggi atau pengembangan bahan kimia baru untuk mengatasi hama yang resisten.
Siklus ini tidak hanya meningkatkan biaya produksi pertanian tetapi juga memperparah dampak negatif pestisida terhadap lingkungan.
Peningkatan dosis dan frekuensi aplikasi pestisida meningkatkan risiko kontaminasi tanah dan air serta dampak buruk pada keanekaragaman hayati, memperburuk kerusakan ekosistem yang sudah ada.
Paparan akut dan kronis terhadap pestisida dapat menimbulkan berbagai risiko kesehatan yang serius.
Paparan akut terjadi ketika seseorang terpapar pestisida dalam jumlah besar dalam waktu singkat, biasanya melalui inhalasi, kontak kulit, atau konsumsi.
Gejala yang muncul akibat paparan akut meliputi pusing, mual, muntah, iritasi kulit, dan dalam kasus yang parah, dapat menyebabkan kejang dan kematian.
Sebaliknya, paparan kronis terjadi akibat kontak berkepanjangan dengan pestisida dalam dosis kecil.
Kontak yang berulang ini dapat menyebabkan gangguan kesehatan jangka panjang seperti kanker, gangguan reproduksi, gangguan hormonal, dan kerusakan sistem saraf.
Efek kronis ini seringkali tidak langsung terlihat, namun seiring waktu dapat menjadi serius dan sulit diobati.
Pekerja pertanian merupakan kelompok yang paling rentan terhadap paparan pestisida.
Mereka sering kali terpapar langsung selama penyemprotan atau penanganan bahan kimia tersebut.
Banyak pekerja pertanian yang kurang mendapatkan pengetahuan tentang prosedurkeselamatan dan tidak memiliki akses terhadap alat pelindung diri yang memadai, sehingga risiko kesehatan mereka meningkat.
Studi menunjukkan bahwa insiden penyakit terkait pestisida di kalangan pekerja pertanian cukup tinggi, mencakup berbagai gangguan kesehatan mulai dari masalah pernapasan hingga penyakit kulit dan gangguan neurologis.
Kurangnya edukasi dan perlindungan yang memadai bagi pekerja ini menambah beban kesehatan yang mereka hadapi.
Selain itu, konsumen juga berisiko terpapar pestisida melalui residu yang tertinggal pada buah dan sayuran.
Meskipun ada standar yang mengatur batas residu pestisida pada makanan, konsumsi jangka panjang bahkan pada level rendah dapat menimbulkan risiko kesehatan yang serius.
Anak-anak dan ibu hamil adalah kelompok yang paling rentan terhadap efek negatif dari residu pestisida.
Pada anak-anak, paparan pestisida dapat mempengaruhi perkembangan sistem saraf dan hormonal.
Sedangkan pada ibu hamil, paparan pestisida dapat berdampak negatif pada perkembangan janin.
Oleh karena itu, meskipun regulasi tentang batas
residu pestisida telah ditetapkan, penting untuk terus memantau dan mengedukasi masyarakat
tentang risiko yang mungkin timbul dari konsumsi produk pertanian yang terkontaminasi.
Penggunaan pestisida yang bijaksana merupakan salah satu upaya utama dalam mitigasi
dan pengelolaan risiko yang ditimbulkan oleh pestisida.
Implementasi strategi pengelolaan hama terpadu (Integrated Pest Management/IPM) dapat mengurangi ketergantungan pada pestisida kimia.
IPM melibatkan kombinasi metode biologis, mekanis, dan kimia dengan pendekatan yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan.
Dengan memantau populasi hama secara rutin dan menggunakan pestisida hanya ketika diperlukan, dampak negatif pestisida
dapat diminimalkan.
Pendekatan ini tidak hanya efektif dalam mengendalikan hama tetapi juga membantu melindungi ekosistem dan kesehatan manusia dari efek berbahaya pestisida.
Edukasi dan pelatihan bagi petani tentang penggunaan pestisida yang aman dan efektif
sangat penting dalam mengurangi risiko kesehatan dan lingkungan.
Program pelatihan yang komprehensif harus mencakup informasi tentang dosis yang tepat, waktu aplikasi, penggunaan alat pelindung diri, serta cara penanganan dan penyimpanan pestisida yang aman.
Melalui edukasi, petani juga dapat meningkatkan kesadaran tentang alternatif pengendalian hama yang lebih ramah lingkungan.
Sehingga mengurangi ketergantungan pada pestisida kimia dan mempromosikan praktik pertanian yang lebih berkelanjutan.
Pengembangan pestisida yang lebih aman dan ramah lingkungan harus menjadi prioritas dalam penelitian dan inovasi pertanian.
Pestisida hayati, yang berasal dari organisme
hidup atau produk alami, menawarkan alternatif yang lebih aman dibandingkan dengan
pestisida kimia sintetik.
Selain itu, penggunaan teknologi nano dalam pestisida dapat meningkatkan efisiensi.
Sehingga dosis yang diperlukan lebih kecil dan dampak negatif terhadap lingkungan dapat diminimalkan.
Investasi dalam penelitian dan pengembangan
pestisida ramah lingkungan akan membantu menciptakan solusi yang lebih berkelanjutan, untuk pengendalian hama di masa depan.
Regulasi dan pengawasan yang ketat oleh pemerintah sangat diperlukan untuk
mengontrol penggunaan pestisida.
Penetapan standar yang ketat untuk pendaftaran,
penggunaan, dan distribusi pestisida dapat membantu mengurangi dampak negatifnya terhadap lingkungan dan kesehatan.
Pengawasan yang efektif memastikan bahwa pestisida yang digunakan di lapangan memenuhi standar keselamatan dan kualitas yang telah ditetapkan.
Dengan regulasi yang lebih ketat, pemerintah dapat memastikan bahwa praktik penggunaan
pestisida yang aman dan bertanggung jawab diadopsi secara luas.
Sehingga melindungi ekosistem dan kesehatan masyarakat dari risiko yang ditimbulkan oleh pestisida.
Pemanfaatan pestisida dalam pertanian memberikan kontribusi besar terhadap
peningkatan produktivitas dan keberlanjutan pasokan pangan.
Namun, dampak negatifnya terhadap lingkungan dan kesehatan manusia tidak dapat diabaikan.
Upaya mitigasi yang mencakup penggunaan pestisida yang bijaksana, edukasi dan pelatihan, pengembangan pestisida ramah lingkungan, serta penguatan regulasi dan pengawasan sangat diperlukan untuk mengelola risiko yang ditimbulkan.
Dengan pendekatan yang lebih berkelanjutan, diharapkan pertanian dapat tetap produktif tanpa mengorbankan kesehatan manusia dan kelestarian lingkungan.
Editor : Abdul Hadi