HeadlineHukum

Ngadu Ke Polda Banten, KPK: Hentikan Aktivitas Di Tanah Sitaan TCW

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah melayangkan surat pengaduan ke Polda Banten agar menghentikan aktivitas pembangunan perumahan oleh PT Bangun Mitra Jaya di Kampung Sewor, Kelurahan Banjarsari, Kecamatan Cipocok Jaya, Kota Serang. Sebab tanah it merupakan bagian dari tanah yang disita terkait kasus Tb Chaeri Wardhana (TCW), adik mantan Gubernur Banten Rt Atut Chosiyah.

“KPK telah melakukan pengecekan langsung ke lokasi dan benar menemukan adanya aktivitas perataan tanah oleh PT Bangun Mitra Jaya. KPK telah meminta secara lisan agar aktivitas tersebut dihentikan karena statusnya masih disita KPK,” kata Ali Fikri, Plt Jubir KPK melalui pesan WA kepada MediaBanten.Com, Rabu (29/9/2021).

Karena PT Bangun Mitra Jaya tetap bersikukuh melakukan aktivitasnya dan merasa punya hak atas tanah tersebut, KPK melayangkan surat pengaduan penguasaan tanah sitaan ini kepada Kepolisian Daerah Banten tertanggal 2 September 2021.

Kata Ali Fikri, saat ini perkara TCW sudah inkracht dengan putusan majelis menyebut bahwa 7 bidang tanah dimaksud dikembalikan kepada Tersita. Selanjutnya lembaga anti korupsi akan melakukan eksekusi dengan mengembalikan aset tersebut kepada pihak Tersita setelah permasalahan penguasaan tanah ini tuntas.

KPK berharap hal ini menjadi pembelajaran bagi semua pihak, bahwa aset yang disita oleh aparat penegak hukum untuk kepentingan proses penanganan suatu perkara tidak boleh dikuasi oleh pihak lain.

Sebelumnya, Kuasa hukum pemilik tanah yang menggarap lahan sitaan KPK di Kelurahan Banjarsari, Kota Serang dan akan dibangun perumahan angkat bicara. Mereka mengaku memiliki alas hak atas tanah yang disita KPK karena tersangkut kasus Tubagus Chaeri Wardana (TCW) alias Wawan.

Julia selaku kuasa hukum dari Neneng dari PT Berkah Maha Perkasa mengatakan, tanah di Banjarsari dimiliki kliennya selaku ahli waris dari Sugianto Lukman. Ada 886 bidang yang total alas haknya adalah akta jual beli atau AJB tertanggal 27 Februari 1995.

“Kalau kemudian menanyakan apa bukti kepemilikannya, yaitu akta jual beli tahun 1995 yang dibuat PPAT Camat Suherman Putra Atmaja, itu dasar hukum bukti kepemilikan kami. Kami jauh lebih dulu memiliki dan belum pernah sampai saat ini diperjualbelikan. Tanah didapat dari pemilik asalnya, kurang lebih 886 bidang,” kata Julia dalam jumpa pers kepada wartawan di Serang, Banten, Selasa (28/9/2021).

Menurut Julia, kliennya tidak serta merta dan tanpa dasar menguasai lahan tersebut yang ada sebagian kecilnya disita KPK. Tapi, sebagian kecil dari lahan kliennya itu ada 4 bidang yang tumpang tindih karena muncul sertifikat atas nama Airin Rachmi Diany atau istri Wawan.

“Sertifikat tersebut juga bukan nama pak Wawan tapi atas nama bu Airin. Ke 7 yang diklaim (disita) KPK, 4 tumpang tindih dengan kami atas nama ibu Airin bukan bapak Wawan,” ujarnya.

Ditambahkan Kustauhid, peralihan kepemilikan ke Airin bermula dari penjualan seseorang bernama Solihah ke Jayeng Rana pada 2006. Nama Solihah sendiri diduga dicatut oleh Jayeng. Dari situ, Jayeng pada 2007 menjual ke Airin.

“Di mana bidang tanah yang dijual belikan itu adalah bidang tanah yang terlebih dahulu dimiliki ibu Neneng berdasarkan akta yang jumlahnya 886. Itu sebagian daripada itu bersinggungan dengan tanah Airin,” ujarnya.

Menurutnya, tumpang tindih alas hak milik Neneng dan Airin kurang lebih 6.700 meter persegi. Tanah yang dikuasai Airin itulah yang kemudian disita oleh KPK.

Meski di sebagian tanah yang dikuasai ada plang sitaan KPK, mereka berdalih bahwa pembangunan untuk proyek perumahan sudah mendapatkan izin. Antara tanah yang diberi plang KPK dengan proyek tidak berdekatan.

“Plang jauh ke sebelah kiri. Yang kami bangun sekali lagi berdasarkan izin yang disahkan. Sudah ada site plan, sudah disahkan. Temen2 bisa lihat yang mana ada plang KPK. Di pintu yang kami bangun tidak ada plang KPK,” jelas Julia. (Reporter: Rivai Ikhfa / Editor: Iman NR)

Iman NR

SELENGKAPNYA
Back to top button