Protes MSF Soal Harga Tes Kesehatan TB Terlalu Mahal dari Perusahaan AS
Jelang Hari Tuberkulosis (TB) Sedunia, organisasi kemanusiaan medis internasional Doctors Without Borders atau MSF melakukan aksi protes bersama dengan para aktivis kesehatan global lainnya soal harga tes kesehatan TB terlalu mahal dari perusahaan AS, Danaher.
Protes itu menuntut agar harga tes kesehatan ‘GeneXpert’ menjadi 5 dolar AS untuk seluruh tes medis ‘GeneXpert’ yang mereka jual di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, untuk penyakit seperti Tuberkulosis (TB), HIV, Hepatitis, Infeksi Menular Seksual (IMS), dan Ebola.
Tes kesehatan TB atau pengujian adalah langkah awal bagi seseorang yang sakit untuk mendapatkan perawatan yang mereka butuhkan dan mencegah penularan penyakit lebih lanjut.
Aksi protes ini bertepatan dengan peluncuran petisi global yang menargetkan Cepheid dan Danaher. Koalisi ‘Time for Five’ terdiri dari 150 organisasi di seluruh dunia, termasuk Doctors Without Borders, Partners in Health and Treatment Action Group.
“Kami di sini menuntut agar pengambilan keuntungan dari tes medis yang menyelamatkan nyawa harus dihentikan,” kata Hanna Darroll, Global Health Campaign Officer Doctors Without Borders USA.
Danaher dan Cepheid diuntungkan dengan setidaknya $252 juta dana publik untuk mengembangkan tes ini, tetapi kemudian mereka berbalik arah dan mematok harga yang sangat tinggi, sehingga jutaan orang di negara berpenghasilan rendah dan menengah tidak mampu mendapatkan diagnosa yang tepat dan perawatan yang mereka butuhkan untuk hidup.
“Hasil riset kami menunjukkan bahwa Danaher bisa mematok biaya $5 per tes dan masih menghasilkan keuntungan yang besar, karena itu kami di sini menyampaikan pada Cepheid dan Danaher: inilah saatnya untuk $5,” katanya.
Doctors Without Borders menerbitkan hasil penelitian pada tahun 2019 yang memperkirakan bahwa setiap kartrid tes GeneXpert dapat dijual dengan keuntungan sebesar $5 dengan jumlah penjualan sebanyak jumlah penjualan yang telah dicapai oleh Cepheid dan Danaher.
Danaher mengumumkan bahwa mereka akan menurunkan harga tes utama yang digunakan untuk mendiagnosis TB dari $10 menjadi $8, sebagai langkah awal yang penting.
Perusahaan ini juga mengumumkan bahwa mereka akan melakukan validasi biaya produksi aktualnya setiap tahun dengan pihak ketiga yang terakreditasi secara internasional serta melakukan penyesuaian harga, namun belum ada rincian lebih lanjut mengenai hal ini.
Menurut Global Fund, penurunan harga ini diharapkan dapat menghasilkan penghematan tahunan sebesar $32 juta, sehingga mampu menyediakan 3,6 juta tes tambahan setiap tahunnya.
Ini berarti akan ada lebih banyak lagi penderita TB yang akan mendapatkan diagnosis dan pengobatan tepat waktu, sehingga akan lebih banyak nyawa yang terselamatkan.
Namun Cepheid dan Danaher terus mematok harga antara $15 dan $20 untuk jenis tes yang sama yang digunakan untuk mendiagnosa jenis TB yang paling mematikan, yaitu TB yang resistan terhadap obat ($15), HIV ($15), hepatitis ($15), IMS ($16 – $19) dan Ebola ($20). Harga ini 200% hingga 400% lebih tinggi dari perkiraan biaya $5 yang dikeluarkan Cepheid dan Danaher untuk melakukan satu kali pengujian.
“Tidak masuk akal bagaimana Danaher menghasilkan pendapatan puluhan miliar setiap tahunnya, termasuk dari penjualan GeneXpert, sementara orang-orang yang membutuhkan tes ini untuk mendapatkan diagnosis dan memulai pengobatan yang tepat tidak bisa mengaksesnya karena harganya terlalu mahal,” ujar Saloni Fruehauf, Manajer Kampanye untuk Kampanye Akses Doctors Without Borders.
GeneXpert adalah tes penting yang digunakan untuk mendiagnosis penyakit pada ‘titik pelayanan’, yang artinya di tempat yang dekat dengan tempat tinggal masyarakat dan di tempat yang sering kali tidak memiliki laboratorium.
Tes ini biasanya digunakan untuk mendiagnosis HIV pada bayi baru lahir yang terpapar virus, namun saat ini, separuh dari bayi-bayi ini tidak dites dengan tes yang direkomendasikan WHO seperti GeneXpert. Tes ini juga digunakan untuk mendiagnosis virus hepatitis C, yang sangat penting karena saat ini telah tersedia obat untuk penderita yang terdiagnosis.
GeneXpert juga digunakan untuk mendiagnosis beberapa IMS dan Ebola. Khusus untuk TB dan TB yang resistan terhadap obat (TB RO), GeneXpert adalah terobosan baru, meski masih terlalu sedikit orang yang bisa mengaksesnya.
“Tes GeneXpert sangat membantu untuk TB RO, karena tes ini dapat memberikan hasil dalam hitungan jam, yang biasanya memakan waktu hingga tiga bulan karena kami harus mengirim sampel ke laboratorium regional yang jauh dan menunggu mereka untuk menumbuhkan bakteri,” ujar Dr. Muhammad Shoaib, Koordinator Medis Doctors Without Borders di Pakistan.
Katanya, tidak banyak orang yang memiliki akses terhadap tes GeneXpert dan harganya yang mahal merupakan faktor utama.
Di Pakistan, 15.000 kasus TB RO setiap tahunnya, namun hanya 3.500 kasus yang terdaftar. Hal ini menunjukkan bahwa ada kesenjangan yang besar antara jumlah orang yang membutuhkan tes ini dan jumlah orang yang mendapatkan tes ini. Karena pendanaan untuk TB menurun, kami sangat membutuhkan tes dengan harga yang lebih terjangkau,” katanya.
Sekitar 62% orang dengan TB yang dilaporkan ke WHO pada tahun 2022 tidak dapat mengakses tes diagnostik molekuler cepat yang direkomendasikan WHO seperti GeneXpert.
Sebagai gantinya mereka didiagnosis menggunakan mikroskop dahak, sebuah metode pemeriksaan yang telah berusia lebih dari 100 tahun, atau hanya berdasarkan pada penilaian gejala klinis tanpa tes apa pun.
Doctors Without Borders membeli tes GeneXpert senilai lebih dari $2 juta setiap tahun untuk digunakan dalam program medisnya di sekitar 70 negara. (Cici Riesmasari – LO MSF Indonesia)
Editor Iman NR