PUKIS Kritik Blocking Seat Pemda di Bandara Purbalingga
Pusat Kajian Infrastruktur Strategis (PUKIS) mengkritik Kementerian Perhubungan menerapkan sistem pembelian kuota tiket penerbangan (blocking seat) oleh pemda untuk mendukung pengoperasian kembali Bandara Purbalingga atau Jenderal Besar Soedirman, Jawa Tengah.
“Infrastruktur mestinya memberikan manfaat, bukan malah menambah beban bagi daerah”, ujar Direktur Eksekutif PUKIS, Gibran Sesunan dalam siaran pers di Yogyakarta, Selasa (11/10/2022).
Sebelumnya, Kemenhub bersama enam pemda yang terdiri dari Purbalingga, Banyumas, Banjarnegara, Kebumen, Pemalang, dan Wonosobo sepakat melakukan blocking seat pada penerbangan Citilink Indonesia dan Wings Air guna memaksimalkan keterisian pesawat di Bandara Purbalingga.
Harapannya, Bandara JB Soedirman yang tengah mati suri dapat segera diaktifkan kembali untuk melayani penerbangan sipil secara reguler.
PUKIS memberikan tiga catatan terhadap kebijakan Kementrian Perhubungan tersebut.
Pertama, masalah di Bandara JB Soedirman menunjukkan bahwa sejak awal perencanaan proyek memang tidak jelas dan mengabaikan kondisi riil masyarakat dan daerah setempat.
“Ini adalah pelajaran bahwa pembangunan infrastruktur harus berlandaskan kebutuhan, bukan sekadar untuk gaya-gayaan”, ujar Gibran.
PUKIS mengingatkan, pemerintah harus lebih berhati-hati terhadap maraknya usulan pembangunan dan pengembangan bandara.
Tidak semua daerah memerlukan bandara, apalagi untuk kabupaten /kota di Pulau Jawa yang telah terhubung dengan baik melalui jalan tol, jalan non-tol, serta pelayanan bus, kereta api, dan alternatif moda transportasi lainnya.
Kedua, PUKIS mengingatkan enam kabupaten yang akan dibebani skema blocking seat merupakan daerah dengan persentase kemiskinan yang tinggi di Jawa Tengah.
Berdasarkan data BPS, enam daerah ini termasuk dalam sepuluh besar daerah dengan persentase jumlah penduduk miskin tertinggi, bahkan Kebumen dan Wonosobo merupakan yang terparah di Jawa Tengah.
PUKIS mendesak Pemda dan DPRD untuk menolak usulan blocking seat yang dilontarkan Kemenhub.
“Pemda harus fokus pada program prioritasnya masing-masing, termasuk dalam pengentasan kemiskinan, dan mencegah penggunaan APBD secara tidak jelas dan tidak menguntungkan seperti dalam skema blocking seat ini, apalagi kondisi keuangan daerah sangat terbatas”, kata Gibran.
Ketiga, PUKIS menilai blocking seat dengan menggunakan APBD akan menimbulkan moral hazard karena dapat berakibat munculnya perjalanan dinas yang tidak perlu karena kursi pesawat telanjur dibeli.
Selain itu, PUKIS berpandangan sistem blocking seat dengan APBN atau APBD mestinya tidak diterapkan selain untuk menunjang penerbangan perintis.
“Kemenhub jangan mengorbankan pemda untuk menutupi kegagalannya, dan pemda jangan mau dikorbankan melalui kebijakan ini”, pungkas Gibran. (Rilis PUKIS / Editor: Iman NR)