Marak di Masyarakat, Tindakan Catcalling Diminta Dihentikan
Berbagai pihak diminta untuk menghentikan tindakan Catcalling yang merupakan bentuk pelecehan yang kurang menjadi sorotan publik maupun pemerintah. Tindak itu bisa berupa siluan, komentar melecehkan yang menjurus seksual atau mengejek seseorang di depan umum.
Demikian keterangan yang dihimpun hingga Sabtu (30/3/2024) dari Riza Muhardeni (Psikologis klinis) dalam diskusi di Halodoc serta Agus dan Tabita , keduanya mahasiswa Untirta.
Korban Catcalling lebih banyak dari perempuan dan peristiwanya sering dilaporkan berada di tempat umum seperti jalan, pusat perbelanjaan atau transportasi umum.
Korban sering kali merasa tidak aman dan tidak nyaman akibat komentar tidak senonoh, pelacuran verbal, dan perilaku yang merendahkan lainnya.
Salah satu alasan tindakan catcalling masih populer adalah karena tradisi budaya yang mendukung perilaku ini. Sebenarnya, itu adalah pelecehan verbal yang merendahkan martabat seseorang yang mungkin dianggap sebagai lelucon atau pujian oleh orang lain.
Riza Muhardeni, psikolog klinis yang telah bekerja selama 9 tahun menjelaskan dalam diskusi Halodoc bahwa tindakan catcalling adalah jenis pelecehan seksual yang dapat berdampak negatif pada kesehatan mental orang yang mengalaminya. Pengalaman ini dapat menyebabkan trauma dan efek negatif lainnya.
Kesadaran lingkungan sangat penting untuk menghentikan perilkau pelecehan tersebut. Dia menekankan bahwa jika seseorang menyaksikan catcalling, penting untuk bertindak bijaksana dan menunjukkan empati.
Agus dan Tabita, keduanya mahassiswa Untirta mengatakan, catcalling bisa menjadi hal yang serius di Indonesia karena dampaknya pada perempuan memengaruhi secara emosional, psikologis, dan fisik. Hal ini juga menjadi tanggung jawab laki-laki untuk mengurangi budaya catcalling.
Tabita juga menanggapi bahwa kasus catcalling perlu menjadi perhatian di Indonesia karena korbannya tidak sedikit. Jika kasus ini dibiarkan, bagaimana dengan letak hak asasi manusia sebagai perempuan itu. Catcalling harus ditindaklanjuti supaya perempuan dilindungi dan menerima hak yang sepantasnya.
Korban catcalling akan merasa cemas, terhina, dan terganggu yang dapat mempengaruhi kondisi psikologis dan emosional seseorang, seperti kesal, tidak nyaman, dan gelisah.
Menurut mereka, kesadaran terhadap isu catcalling di tengah masyarakat merupakan isu yang penting bagi.
Agus memberikan pernyataan bahwa sebagai laki-laki harus mengurangi dalam menggoda goda perempuan di luar sana, walaupun sebagai candaan itu akan berpengaruh besar ke dalam hidup seseorang.
Tabita juga menanggapi bahwa isu catcalling penting untuk menjadi sorotan di tengah masyarakat. Perlu kesadaran yang tinggi terhadap isu ini untuk saling menjaga satu sama lain terhadap kondisi individu dalam menjalankan aktivitas. Seperti yang kita tahu, dampak yang ditimbulkan dari catcalling juga tidak bisa disepelekan.
Katanya, catcalling harus ditindak tegas dan tidak boleh disepelekan. Catcalling sendiri didefinisikan sebagai pelecehan verbal dan nonverbal yang biasanya dialami perempuan. Hal ini bisa berupa komentar melecehkan yang sering kali berbau seksual, mengancam, menggoda, dan menjelekkan seseorang di depan umum
Ada 2 jenis catcalling, yaitu verbal dan non verbal. Efek catcalling juga berdampak pada kesehatan mental perempuan, mereka yang menjadi korban catcalling akan merasa tidak aman dan tidak nyaman di ruang publik. Tentunya hal ini membuat perempuan tidak percaya diri, malu, dan membatasi pergerakan di ruang publik.
Agus dan Tabita berharap agar catcalling tidak lagi menjadi hal yang biasa di masyarakat. Mereka berharap agar ada perubahan dalam pandangan masyarakat terhadap catcalling dan lebih menghargai hak asasi manusia, khususnya perempuan.
Riza Muhardeni, psikologis klinis menekankan bahwa meningkatkan kesadaran terhadap catcalling dan mencegah pelecehan seksual merupakan langkah penting untuk menciptakan lingkungan yang lebih aman di mana hak-hak individu dihormati. (*)
Berita ini ditulis oleh Kelompok 7 4E Ikom Fisip Untirta beranggotakan Ayu Nur’aqilah Fadhilah, Nayla Zahroe Azharinnie, Shafira Aulia Miranti, Laela Nurhasani Juanda dan Retna Ayu Purnama Sari.