Alasan Tak Setor Modal Bank Banten, Khawatir Habis Dipakai Operasional
Ini alasan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten tidak merealisasikan penyertaan modal ke Bank Banten selama dua tahun terakhir. Yaitu khawatir habis digunakan untuk operasional, bukan untuk penambahan modal yang meningkatkan kinerja Bank Banten.
Padahal penyertaan modal itu sudah tercantum di Perda APBD tahun 2018 sebesar Rp175 miliar dan APBD 2019 sebanyak Rp131 miliar.
Andika Hazrumy, Wakil Gubernur Banten dalam sidang paripurna jawaban Gubernur Banten atas pandangan fraksi di Sidang Paripurna DPRD Banten, Jumat (26/6/2020) mengatakan, hingga akhir tahun 2019 belum ada strategi partner yang menguntungkan Bank Banten.
Pemprov Banten khawatir, jika penyertaan modal direalisasikan, akan habis digunakan untuk biaya operasional bank, bukan untuk modal bank. “Pemprov Banten menggunakan azas kehati-hatian dalam rangka penyertaan mobal Bank Banten,” kata Andika Hazrumy yang membacakan tanggapan Gubernur Banten seperti yang dikutip MediaBanten.Com dari Siaran Pers dari TheMillenialsforAndika AA dan Paksi Turner. Keduanya dikenal sebagai Tim Media Wagub Banten.
Baca:
- Kadin Kota Serang: Bank Banten Jangan Dijadikan Bank Syariah
- Gubernur: Bank Banten Bakal Dijadikan Bank Syariah
- Surat Gubernur: Uang Pemprov Rp1,9 T Dikonversi Modal Bank Banten
Jawaban Atas Fraksi
Alasan Pemprov Banten merupakan jawaban dari pertanyaan fraksi-fraksi di DPRD Banten yang membahas pelaksanaan APBD Banten tahun 2019. Sidang paripurna itu dihadiri Wakil Gubernur Banten mengaku mewakili Wahidin Halim, Gubernur Banten di DPRD Banten. Wakil Gubernur didampingi Sekda Banten, Al Muktabar.
Namun Wagub Banten tidak menjelaskan rinci apa yang dimaksudkan dengan strategi partner yang menguntungkan bagi Bank Banten. Dalam jawaban atas tanggapan fraksi juga tidak dipaparkan soal ketidakpatuhan selama dua tahun dalam merealisasikan APBD Banten yang bergentuk peraturan daerah. Perda APBD itu dibuat Pemprov dan DPRD Banten.
Kisruh Bank Banten mencuat ke publik setelah Pemprov Banten memindahkan rekening kas umum daerah (RKUD) dari Bank Banten ke Bank Jabar Banten (BJB) pada tanggal 22 April 2020. Pemindahan RKUD ini menimbulkan rush money (penarikan uang) besar-besaran, terutama dari aparatur sipil negara (ASN), pengusaha dan pihak yang berkaitan dengan APBD Banten.
Belakang diketahui, sebelum rush ASN, telah terjadi rush sebelum RKUD dipindahkan. Kepala BPKAD Banten, Rina Dwiyanti mengemukakan, Januari-Maret terjadi rush yang totalnya mencapai Rp1,7 triliun.
Gagal Bayar
Kepala BPKAD Banten mengatakan, pemindahan RKUD Banten disebabkan Bank Banten telah lebih 3 kali gagal bayar atas perintah pembayaran bagi hasil pajak dan biaya penanganan pencegahan Covid 19. Terakhir, gagal bayar adalah pencairan pengadaan alat kesehatan untuk Covid 19 dari pihak ketiga sebesar lebih Rp11,5 miliar.
Kepala BPKAD juga mengatakan, ada uang kas daerah Pemprov Banten sebesar Rp1,9 triliun yang mengendap di Bank Banten. Artinya, Pemprov Banten sama sekali tidak bisa menggunakan atau mencairkan uang tersebut.
Soal uang kas daerah Rp1,9 triliun yang mengendap di Bank Banten, akhirnya dijelaskan Gubernur Banten, Wahidin Halim dalam suratnya ke Ketua DPRD Banten tanggal 16 Juni 2020.
“Dana itu dimasukan sebagai escrow account di Bank Banten, belum bisa digunakan sampai perda baru penyertaan modal ditetapkan,” kata Wahidin Halim dalam surat gubernur bertanggal 16 Juni 2020 yang ditujukan ke Ketua DPRD Banten. Surat itu nomor 580/11-5-adpemda/2020 tentang konversi dana kasda Provinsi Banten menjadi setoran modal Bank Banten.
Escrow account adalah rekening bersama yang minimal ada dua pihak yang bersepakat membuat rekening tersebut. Dalam surat itu, Wahidin Halim tidak juga menjelaskan, rekening bersama itu antara Pemprov Banten dengan pihak Bank Banten atau ada pihak lain yang harus menyetujui pengeluaran uang tersebut. (IN Rosyadi)