UMKM

Asep Rahmatullah Blusukan ke Pengrajin Emping di Kemanisan

Ketua Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) Wilayah Banten, Asep Rahmatullah mengatakan, pengembangan sentra pengrajin emping di Desa Kemanisan, Kabupaten Serang bisa dipadukan dengan konsep wisata kuliner.

Demikian dikatakan Asep Rahmatullah, Ketua Dekopin Wilayah Banten usai blusukan ke rumah-rumah produksi pengrajin emping di Desa Kemanisan, Kabupaten Serang, Minggu (4/9/2022).

“Ini bisa ditata ini dan dikembangkan untuk meningkatkan kesejahteraan para pengrajin. Misalnya dipadukan dengan wisata, sehingga orang bisa datang menyaksikan proses pembuatan emping. Nah biasanya sambil belanja,” kata Asep.

Asep mengatakan, para pengrajin di desa ini lebih memilih pembuatan emping secara tradisional. Biji melinjo ditumbuk hingga tipis sesuai ukuran yang diinginkan. Alat tumbuknya menggunakan batu atau kayu dan bertenaga manusia.

Para pengrajin mengaku, pernah menggunakan alat pembuatan emping, namun cara itu ditinggalkan. Alasannya, kualitas emping tidak sesuai yang diinginkan. Akibatnya, emping sering tidak laku.

“Karena itu mereka kembali ke cara tradisional, ditumbuk dengan alat-alat sederhana,” kata Asep.

Hampir seluruh proses pembuatan emping dilakukan ibu-ibu atau emak-emak. Mereka membuat emping mulai pukul 07.00 WIB hingga pukul 17.00 WIB. Karena tradisional, paling banyak pengrajin menghasilkan 5 Kg.

“Para pengrajin di sini ternyata hanya diupah untuk membuat emping dari biji melinjo. Bahannya disediakan oleh yang mereka sebut bos. Bos itu juga yang mengambil empingnya. Setiap Kg emping mentah diupah Rp5.000,” kata Asep.

Yang membuat miris adalah upah itu tetap sebesar Rp5.000 per Kg, meskipun harga jual emping sedang mahal, bisa mencapai Rp50.000 per Kg.

Emak-emak ini mengaku, meski upah pembuatan emping relatif kecil, tetap dilakukan. “Ya buat bantu penghasilan suami Pak. Sehari bisa dapat Rp25.000, lumayan buat kebutuhan sehari-hari,” katanya.

Asep Rahmatullah yang blusukan dari satu rumah ke rumah pengrajin juga berkesimpulan, para pengrajin kesulitan dalam soal modal untuk membeli melinjo sebagai bahan baku.

“Apalagi emping yang dijual ke sejumlah daerah itu ternyata dibayar dengan cara diutang satu kiriman, bukan tunai. Ini berarti setidaknya butuh 2-3 kali modal untuk 2-3 kali kiriman produk emping,” katanya.

Ketua Dekopin Wilayah Banten, Asep Rahmatullah melihat kemungkinan bisa didirikan sebuah koperasi untuk meningkatkan kesejahteraan para pengrajin emping tersebut. “Saya melihat belum ada yang ngopenin, jadi terkesan kondisi mereka dibiarkan,” katanya.(*/ Editor: Iman NR)

Iman NR

SELENGKAPNYA
Back to top button