Opini

Berjuang Serap Gabah dan Beras Petani

Pada 12 Januari 2025, sebuah surat penting diterbitkan oleh Kepala Badan Pangan Nasional untuk Direktur Utama Perum Bulog. Surat ini menjadi tonggak awal dalam menjalankan Penugasan Serap Gabah dan Beras Produksi Dalam Negeri Tahun 2025.

OLEH: ENTANG SASTRAATMADJA *)

Tidak hanya menjadi langkah strategis menuju pencapaian swasembada beras, kebijakan ini juga membawa dampak besar pada kesejahteraan petani, yang selama ini menjadi salah satu pilar utama ekonomi Indonesia.

Isi surat tersebut merujuk pada hasil Rapat Terbatas Presiden Republik Indonesia tanggal 30 Desember 2024 dan Risalah Rapat Koordinasi Terbatas Menteri Koordinator Bidang Pangan pada 7 Januari 2025.

Inti dari surat ini adalah penugasan kepada Perum Bulog untuk menyerap hasil produksi gabah dan beras domestik mulai 15 Januari 2025.

Penyerapan gabah dan beras petani tersebut harus dilakukan sesuai dengan Keputusan Kepala Badan Pangan Nasional Nomor 2 Tahun 2025, yang mengatur perubahan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) dan rafaksi harga gabah serta beras.

Harga Pembelian Pemerintah yang ditetapkan dalam regulasi ini mencerminkan upaya nyata pemerintah untuk menjamin harga dasar yang layak bagi petani.

Gabah Kering Panen (GKP) di tingkat petani dihargai Rp6.500 per kilogram, sedangkan GKP di penggilingan dihargai Rp6.700 per kilogram.

Sementara itu, Gabah Kering Giling (GKG) di penggilingan dan di gudang Bulog masing-masing dihargai Rp8.000 dan Rp8.200 per kilogram.

Untuk beras di gudang Bulog, harga ditetapkan Rp12.000 per kilogram dengan spesifikasi kualitas yang telah diatur.

Kebijakan ini tidak hanya memberikan kepastian harga bagi petani, tetapi juga bertujuan untuk meningkatkan kualitas tata kelola pemerintahan (good governance) dalam pelaksanaannya.

Namun, tantangan utama adalah memastikan implementasi kebijakan ini benar-benar menyentuh kepentingan petani di lapangan, bukan sekadar menjadi dokumen administratif.

Dua hari sebelum tutup tahun 2024, pemerintah juga memberikan angin segar bagi petani melalui keputusan untuk menaikkan HPP Gabah dan Harga Acuan Pemerintah (HAP) Jagung.

Kenaikan HPP Gabah dari Rp6.000 menjadi Rp6.500 per kilogram dan HAP Jagung dari Rp5.000 menjadi Rp5.500 per kilogram merupakan sinyal kuat keberpihakan pemerintah terhadap sektor pertanian.

Meski angka kenaikan ini masih belum sepenuhnya memenuhi aspirasi petani, langkah ini tetap patut diapresiasi sebagai upaya awal menuju kesejahteraan yang lebih baik.

Keberpihakan Pemerintah

Bagi petani, kenaikan HPP ini memberikan harapan baru, meski belum sepenuhnya memuaskan. Masalah terbesar bagi petani bukan hanya soal rendahnya HPP, tetapi juga implementasinya di lapangan.

Sering kali, apa yang tertulis di kertas tidak sejalan dengan kenyataan. Harga gabah di tingkat petani masih kerap tertekan, terutama saat musim panen raya, ketika pasokan melimpah kerap kali menyebabkan harga jatuh di bawah HPP.

Petani berharap pemerintah tidak hanya menetapkan kebijakan, tetapi juga memastikan adanya pengawasan ketat dan pendampingan intensif.

Peran pemerintah sangat diperlukan untuk menjamin agar kebijakan ini benar-benar berjalan sesuai harapan. Hal ini mencakup pengawasan distribusi, pelibatan koperasi tani, hingga penanganan mafia beras yang kerap merugikan petani dan konsumen.

Presiden Prabowo dan Kabinet Merah Putih telah menunjukkan keberpihakan mereka kepada petani melalui komitmen untuk menyerap hasil panen dengan harga yang layak.

Namun, pertanyaan kritis tetap muncul yakni apakah HPP Gabah sebesar Rp6.500 per kilogram sudah mencukupi kebutuhan petani?

Banyak pihak menyuarakan bahwa HPP ideal seharusnya berada di kisaran Rp7.000 per kilogram agar petani benar-benar mendapatkan keuntungan yang signifikan.

Namun, keputusan pemerintah tentu berdasarkan analisis komprehensif terhadap kemampuan anggaran negara, stabilitas harga pangan, dan daya beli masyarakat.

Kenaikan sebesar Rp500 mungkin terlihat kecil, tetapi tetap menjadi langkah maju dalam memberikan perlindungan kepada petani dari gejolak pasar.

Salah satu elemen terpenting dari kebijakan ini adalah adanya jaminan bahwa pemerintah, melalui Perum Bulog, akan menyerap gabah petani sebanyak mungkin. Langkah ini memberikan rasa aman bagi petani, terutama saat musim panen raya.

Tradisi anjloknya harga gabah saat panen berlangsung, yang telah menjadi “dosa warisan” selama bertahun-tahun, kini mulai diatasi dengan kebijakan yang lebih berpihak pada petani.

Penjaminan ini juga memberikan motivasi bagi petani untuk terus meningkatkan produksi mereka. Dengan kepastian harga dan penyerapan, petani tidak lagi ragu untuk berinvestasi dalam teknologi dan inovasi pertanian yang dapat meningkatkan hasil panen.

Namun, keberhasilan kebijakan ini sangat bergantung pada kemampuan Perum Bulog untuk menjalankan tugasnya secara efektif dan efisien.

Sebagai operator pangan, Bulog memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan proses penyerapan berjalan lancar, mulai dari pengadaan hingga distribusi.

Tentu ini bukan tugas yang mudah, mengingat kompleksitas sistem pertanian dan logistik di Indonesia. Namun, dengan pengalaman dan dedikasi yang dimiliki, Perum Bulog diyakini mampu menjalankan amanah ini dengan baik.

Tantangan utama dalam pelaksanaan kebijakan ini adalah mengatasi masalah teknis dan struktural di lapangan, seperti keterbatasan infrastruktur, koordinasi antarinstansi, dan potensi penyimpangan dalam pelaksanaan.

Oleh karena itu, dukungan semua pihak, termasuk pemerintah daerah, koperasi tani, dan masyarakat, sangat diperlukan untuk menjamin keberhasilan kebijakan ini.

Surat dari Kepala Badan Pangan Nasional ini bukan hanya sekadar dokumen, tetapi juga simbol perjuangan pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan petani.

Langkah ini harus menjadi momentum bagi semua pihak untuk bekerja sama dalam menciptakan ekosistem pertanian yang lebih berkelanjutan dan adil.

Pada akhirnya, perjuangan untuk menyerap gabah petani adalah perjuangan untuk memastikan masa depan ketahanan pangan Indonesia.

Dengan kebijakan yang tepat dan pelaksanaan yang konsisten, swasembada beras bukan lagi sekadar cita-cita, tetapi akan menjadi kenyataan yang membanggakan. (**)

*) ENTANG SASTRAATMADJA adalah adalah Ketua Dewan Pakar DPD HKTI Jawa Barat.

Artikel ini bersumber dari Lembaga Kantor Berita Negara (LKBN) Antara.

Iman NR

Back to top button