BI Pertahankan Suku Bunga BI 7-Day, Jaga Inflasi Tetap Rendah
Bank Indonesia (BI) kembali mempertahankan BI 7-Day atau suku bunga acuan 5,75%, bunga deposit facility 5% dan landing facility 6,5%.
Demikian keputusan Dewan Gubernur Bank Indonesia yang menyelengarakan rapat 20 – 21 September 2023 dalam rilis Departemen Komunikasi BI, dikutip MediaBanten.Com, Minggu (24/9/2023).
Keputusan ini untuk memastikan inflasi tetap rendah dan terkendali dalam kisaran sasaran 3,0±1% pada tahun 2023 dan 2,5±1% pada 2024.
Kebijakan moneter tetap difokuskan untuk mengendalikan stabilitas nilai tukar rupiah sebagai langkah antisipasi dari dampak ketidakpastian pasar keuangan global.
Kebijakan makroprudensial longgar terus ditempuh untuk mendorong kredit /pembiayaan perbankan kepada dunia usaha melalui kebijakan insentif likuiditas makroprudensial.
Insentif likuiditas itu fokus hilirisasi, perumahan, pariwisata, dan pembiayaan inklusif dan hijau, yang berlaku efektif sejak tanggal 1 Oktober 2023.
Sedangkan digitalisasi sistem pembayaran terus diakselerasi untuk memperluas inklusi ekonomi dan keuangan digital, termasuk digitalisasi transaksi keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah.
Bank Indonesia memperkuat kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran untuk menjaga stabilitas dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, sebagai berikut:
1. Stabilisasi nilai tukar Rupiah melalui intervensi di pasar valas dengan fokus pada transaksi spot dan Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF);
2. Implementasi penerbitan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) sebagai instrumen moneter yang pro-market.
Ini untuk memperkuat pendalaman pasar uang, mendukung upaya menarik portfolio inflows, serta untuk optimalisasi aset SBN yang dimiliki Bank Indonesia sebagai underlying.
3. Pendalaman kebijakan transparansi suku bunga dasar kredit (SBDK) dengan fokus pada suku bunga kredit UMKM.
4. Akselerasi digitalisasi sistem pembayaran untuk efisiensi transaksi dan perluasan ekosistem ekonomi dan keuangan digital dengan memperluas akseptasi QRIS melalui sosialisasi secara targeted kepada komunitas prioritas dan bersinergi dengan inisiatif lainnya.
Juga meningkatkan monitoring atas implementasi kebijakan QRIS baik QRIS Tarik Tunai, Transfer, dan Setor Tunai (TUNTAS) maupun Merchant Discount Rate (MDR) QRIS untuk Usaha Mikro (UMI);
BI juga memperkuat implementasi Kartu Kredit Indonesia (KKI) segmen pemerintah, khususnya KKI Pemda, melalui koordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri;
BI memperluas kerja sama dengan sejumlah bank sentral untuk penggunaan Local Currency Transaction (LCT) dalam perdagangan, investasi, pasar keuangan, dan perbankan, serta transaksi pembayaran antarnegara, dengan dukungan Satuan Tugas Nasional LCT.
Ketidakpastian Tinggi
Dalam rilis itu disebutkan, pertumbuhan ekonomi global 2023 diprakirakan tetap 2,7% dengan kecenderungan ekonomi Tiongkok yang melambat dan ekonomi Amerika Serikat (AS) yang semakin kuat.
Perlambatan ekonomi Tiongkok disebabkan oleh pelemahan permintaan domestik karena keyakinan konsumen, utang rumah tangga, dan permasalahan sektor properti, di tengah penurunan ekspor akibat perlambatan ekonomi global.
Kuatnya ekonomi AS didukung konsumsi rumah tangga seiring dengan kenaikan upah dan pemanfaatan ekses tabungan (excess savings).
Dalam pada itu, inflasi di negara maju masih tetap tinggi karena berlanjutnya tekanan inflasi jasa, keketatan pasar tenaga kerja, dan meningkatnya harga minyak.
Perkembangan tersebut mendorong tetap tingginya suku bunga kebijakan moneter di negara maju, terutama Federal Funds Rate (FFR) AS, yang mengakibatkan meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global.
Akibatnya, tekanan aliran modal keluar dan pelemahan nilai tukar di negara berkembang semakin tinggi, sehingga memerlukan penguatan respons kebijakan untuk memitigasi dampak negatif rambatan global tersebut, termasuk di Indonesia.
Ekonomi Indonesia
Bank Indonesia menilai, pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap baik ditopang permintaan domestik.
Konsumsi rumah tangga diprakirakan tumbuh kuat sejalan dengan keyakinan masyarakat yang masih tinggi, termasuk generasi muda yang meningkatkan konsumsi jasa.
Kinerja investasi tetap baik sejalan dengan berlanjutnya penyelesaian Proyek Strategis Nasional.
Ekspor melambat seiring pelemahan permintaan global dan turunnya harga komoditas di tengah ekspor jasa yang cukup kuat.
Secara sektoral, pertumbuhan ekonomi juga ditopang oleh beberapa lapangan usaha sektor jasa, seperti Perdagangan Besar dan Eceran, Transportasi dan Pergudangan, serta Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum. (Rosyadi)
Editor iman NR