Black Friday, Hari Belanja Yang Diwarnai Cerita Menyeramkan
Bertepatan dengan hari, Jumat (25/11/2022) Black Friday kembali jadi perbincangan di seluruh dunia. Hampir setiap tahun, istilah tersebut memang kerap muncul, tepatnya di pekan terakhir November.
Mengutip dari The Balance, Jumat (25/11/2022), istilah tersebut merupakan bagian dari musim belanja liburan. Diskon tidak hanya diberikan oleh toko – toko besar, namun juga toko kecil.
Lantas, apa itu Black Friday ? Mari simak penjelasannya sebagai berikut ini:
Mengutip dari Bloomberg, Black Friday merupakan nama informasi yang digunakan untuk menggambarkan hari usai Thanksgiving.
Hal itu, dijadikan hari libur tak resmi untuk para karyawan di Amerika Serikat. Pada perayaan Jumat hitam ini pun sudah menyebar ke negara – negara lainnya.
Menariknya, pada saat perayaan Jumat hitam ini toko – toko umumnya akan memberikan penawaran khusus serta diskon besar – besaran yang tentunya sayang bila dilewatkan.
Bahkan, tak jarang juga para pedagang akan lebih lama membuka tokonya guna memikat pembeli.
Hari tersebut juga menandakan bahwa telah musim belanja natal telah dimulai.
Namun, dibalik perayaan hari diskon besar – besaran tersebut, ada beberapa kisah kelam yang membuat perayaan Jumat hitam ini memiliki konotasi negatif.
Adapun salah satu kisah menyeramkan tersebut yakni terjadi pada tahun 1950-an.
Kala itu, terjadi kerusuhan di Philadelphia, sehari usai perayaan Thanksgiving.
Saat itu, usai pertandingan sepak bola Angkatan Darat vs Angkatan Laut yang diadakan di sana setiap tahun.
Banyak pengunjung yang belanja di toko – toko Philadelphia. Namun, ada para pengutil yang merampok dagangan ditengah keramaian tersebut.
Oleh karena itu, para petugas keamanan tidak dapat mengambil cuti. Mereka harus bekerja shift ekstra panjang untuk menangani kerumunan dan lalu lintas yang menjadi padat.
Peristiwa kelam sehari usai libur Thanksgiving tersebut pun membuat Black Friday mempunyai konotasi negatif.
Pada tahun 1961, istilah Black Friday pun populer di Philadelphia, para pedagang juga mencoba mengubahnya menjadi Big Friday untuk menghilangkan konotasi negatif. Namun, upaya itu tidak berhasil.
Pada tahun 1980-an, para pedagang akhirnya menemukan cara hilangkan konotasi negative pada perayaan Jumat hitam tersebut menjadi lebih positif.
Adapun caranya dengan memanfaatkan konsep keuntungan ‘merah ke hitam’ serta adanya diskon besar – besaran.
(*/Editor: Abdul Hadi)