Opini

Boraks – Rhodamin di Takjil Ramadan, Ancaman Tersembunyi Terkuak Lewat Uji Pangan

Takjil Ramadan: Antara Tradisi dan Bahaya yang Mengintai

Ramadan lalu menjadi momen yang penuh semangat bagi umat Muslim di seluruh Indonesia. Di sepanjang jalan, deretan pedagang takjil ramai menjajakan aneka jajanan untuk berbuka puasa.

Namun di tengah euforia itu, tersembunyi bahaya yang tidak disadari banyak orang. Kenikmatan takjil yang tampak menggoda rupanya menyimpan ancaman kimia berbahaya: boraks dan rhodamin B.

Oleh: Aqilah Putri A – Jurusan Teknologi Pangan Untirta*)

Ancaman tersebut terungkap setelah Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melakukan serangkaian pengawasan dan inspeksi mendadak di berbagai wilayah selama bulan Ramadan 2025.

Hasilnya mengejutkan, sejumlah makanan takjil yang dijual bebas ternyata mengandung zat kimia berbahaya yang seharusnya tidak digunakan dalam makanan.

Temuan BPOM: Fakta Mengerikan di Balik Jajanan Takjil

Dalam pengawasan yang dilakukan sejak 24 Februari hingga akhir Ramadan, BPOM RI mengambil 4.958 sampel dari berbagai lokasi penjualan takjil di seluruh Indonesia.

Dari jumlah tersebut, sebanyak 98,06% produk dinyatakan aman. Namun, 96 sampel atau 1,94% lainnya ditemukan positif mengandung bahan berbahaya seperti formalin, boraks, rhodamin B, dan methanyl yellow.

Yang paling mencolok adalah temuan penggunaan boraks pada makanan seperti kerupuk, bakso, dan cilok, serta rhodamin B pada minuman dan jajanan berwarna mencolok.

Boraks adalah bahan kimia industri yang biasa digunakan dalam pembuatan deterjen dan pestisida, sementara rhodamin B merupakan pewarna sintetis yang digunakan untuk tekstil dan cat.

Kedua bahan tersebut dilarang keras untuk digunakan dalam produk pangan karena efek toksiknya yang tinggi.

Kepala BPOM, Taruna Ikrar, saat itu menyatakan bahwa temuan ini menunjukkan masih adanya pelaku usaha pangan yang belum memahami bahaya penggunaan bahan kimia berbahaya dalam makanan, atau sengaja menggunakannya demi memperpanjang masa simpan dan meningkatkan tampilan produk mereka.

Mengapa Boraks dan Rhodamin B Masih Digunakan?

Banyak pelaku usaha kecil menengah (UMKM) yang memilih jalan pintas dengan menggunakan bahan-bahan tersebut karena alasan ekonomi.

Boraks membuat makanan seperti cilok dan bakso menjadi lebih kenyal dan tahan lama, sementara rhodamin B memberi warna merah mencolok yang dianggap menarik oleh konsumen.

Kedua bahan ini mudah diperoleh dan murah, sehingga dianggap sebagai solusi cepat untuk menjaga kualitas dagangan.

Sayangnya, penggunaan bahan-bahan tersebut dapat menyebabkan kerusakan organ tubuh, gangguan fungsi hati, ginjal, hingga berpotensi memicu kanker jika dikonsumsi dalam jangka panjang.

Bahaya ini tentu tidak sebanding dengan keuntungan sesaat yang diperoleh para pedagang.

Uji Cepat dan Tindakan Tegas

BPOM menggunakan laboratorium keliling dan alat uji cepat (rapid test kit) untuk mengidentifikasi bahan berbahaya secara langsung di lokasi penjualan.

Tindakan tegas juga dilakukan terhadap produk yang terbukti mengandung zat terlarang, seperti penyitaan barang, edukasi langsung kepada pedagang, hingga kemungkinan sanksi hukum apabila pelanggaran dilakukan secara berulang dan disengaja.

Langkah ini tidak hanya bersifat represif, tetapi juga edukatif. Para pedagang diberikan penjelasan mengenai bahaya penggunaan bahan kimia berbahaya serta diajak untuk beralih ke bahan pengganti yang lebih aman.

Kampanye “Pangan Aman, Pangan Sehat” kembali digaungkan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dan pelaku usaha akan pentingnya pangan yang bermutu dan bebas dari bahan berbahaya.

Pesan Bagi Konsumen dan Pedagang

Kejadian ini menjadi peringatan keras bagi seluruh pihak. Konsumen dihimbau untuk lebih cermat dalam memilih makanan. Ciri-ciri makanan yang patut diwaspadai antara lain:

  • Warna yang terlalu mencolok, seperti merah menyala atau kuning terang
  • Tekstur yang terlalu kenyal atau keras, seperti pada bakso dan cilok
  • Makanan yang tidak mudah basi atau tetap segar meski tidak disimpan di kulkas

Sementara itu, para pedagang diharapkan lebih bijak dalam mengelola produk yang mereka jual. Keuntungan jangka pendek tidak akan pernah sebanding dengan risiko hukum maupun potensi kerugian kesehatan masyarakat.

Pedagang yang terbukti melanggar dapat dijerat dengan Undang-Undang Pangan dan terancam hukuman pidana serta denda yang besar.

Akhir Kata: Ramadan yang Seharusnya Suci dari Bahaya Tersembunyi

Ramadan adalah bulan penuh berkah dan kesucian. Namun kenyataan bahwa masih ada takjil yang mengandung zat berbahaya merupakan ironi yang menyedihkan.

Kesehatan masyarakat tidak boleh dikorbankan demi tampilan makanan yang menarik atau ketahanan produk yang lebih lama.

Kejadian ini mengajarkan bahwa kewaspadaan dan literasi pangan harus terus ditingkatkan. Pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat harus saling bersinergi menciptakan lingkungan pangan yang aman dan sehat, agar di masa depan tidak ada lagi takjil beracun yang membayangi momen suci berbuka puasa.

Editor: Abdul Hadi

Abdul Hadi

Back to top button