Leo Agustino, Pengamat Politik dari Universitas Ageng Tirtayasa (Untirta) Serang mengatakan, oligarki politik (dikenal dengan nama Dinasti Politik) bukan tidak bisa dikalahkan atau dipatahkan dalam dominasi politik di suatu daerah.
“Oligarki atau dalam hal ini dinasti politik merupakan hal yang umum di negara-negara plural seperti Indonesia. Bahkan di negara besar dan karenaa demokrasinya pun dinasti politik menjadi sesuatu yang tak dapat dihindarkan. Sebut saja India dan Amerika Serikat. Apatah lagi negara-negara yang demokrasinya masih berkembang,” kata Leo Augstino kepada MediaBanten.Com, Selasa (22/10/2019).
Pernyataan Leo Agustino, Pengamat Politik Untirta Serang menanggapi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak tahun 2020 di Provinsi Banten, yaitu di Kota Cilegon, Kabupaten Serang, Kabupaten Pandeglang dan Kota Tangerang Selatan (Tangsel).
Leo Agustiono mengatakan, dalam kasus dinasti politik di Kabupaten Serang, Pandeglang, Tangsel, dan Cilegon kondisinya relatif sama. Yaitu ada keluarga besar yang selama beberapa tahun berkuasa dan mereka hendak mempertahankan kekuasaannya melalui jalur politik.
Baca:
- Pilkada Serentak: Pertarungan Sengit Antara Dinasti di Banten
- KPU Rencanakan Pilkada Serentak 23 September 2020
- MK Tolak Gugatan Vera-Nurhasan Dalam Kasus Pilkada Kota Serang 2018
Pertahanan Ekonomi
Kendati penguasaan mereka pada jalur politik, kepentingan ekonomi juga mereka upayakan dipertahankan. Sebab itulah, mempertahankan kekuasaan juga terkait dengan pertahanan mereka dalam ranah ekonomi.
“Malangnya, di Kabupaten Serang, Pandeglang, dan Cilegon kekuasan keluarga di masing-masing daerahnya memang sulit untuk dipatahkan. Tapi bukan berarti tidak bisa dikalahkan. Contohnya, tumbangnya satu dinasti besar di Kota Serang pada Pilkada lalu,” katanya.
Menurut Leo Agustino, beberapa catatan yang dapat dipetik dari pelajaran di Kota Serang adalah, pertama, pendidikan politik yang semakin menyebar ke akar rumput. Sehingga warga memilih secara lebih rasional.
Kedua, perlunya kombinasi kandidat yang tepat untuk mengalahkan dinasti politik di masing-masing daerah tersebut. Terutama tokoh yang dihormati, digugu, ditiru, dan mempunyai jejak rekam yang jauh lebih baik dari calon yang dicalonkan keluarga dinasti.
Ketiga, kontrol masyarakat atau pengawasan warga atas kemungkinan terjadinya kecurangan dalam Pilkada, baik dalam bentuk pork barel, vote buying, atau pun intimidasi. (IN Rosyadi)