EdukasiHeadline

Sekolah Swasta di Tangerang Sudah Jatuh Ketimpa Sekolah Online Pemprov Banten

Ketua Forum Komunikasi Kepala SMK Swasta (FKKSMKS) Kabupaten Tangerang, Jamaludin mengatakan, nasib SMK Swasta di Banten sudah jatuh tertimpa tangga jika Pemprov Banten menerapkan sekolah online atau hybird learning untuk SMKN dan SMAN.

“Kebijakan itu kacau, habis sudah dunia pendidikan swasta,” kata Jamaludin, Ketua Forum Komunikasi Kepala SMK Swasta (FKKSMKS) Kabupaten Tangerang, saat dihubungi MediaBanten.Com, belum lama ini.

Tanpa sekolah online pun sebenarnya sekolah swasta sudah banyak yang ambruk atau gulung tikar akibat penerapan kebijakan sekolah gratis bagi SMAN dan SMKN.

Sebab orangtua menyekolahkan anaknya di sekolah negeri secara gratis, setidaknya tidak dibebani uang iuran pembangunan atau SPP. Sedangkan pendapatan swasta justru dari SPP dan lainnya yang berarti orangtua mengeluarkan biaya.

Menurut Jamal, subsidi penuh Pemprov Banten melalui program sekolah gratis pada peserta didik jenjang SMAN-SMKN, dinilai sudah membuat pihak lembaga pendidikan swasta kalah saing dari awal dalam hal pembiyayaan untuk menarik minat para wali murid pihak peserta didik bersekolah di swasta.

“Ketika diberlakukan sekolah gratis buat negeri saja, Kami (swasta) sudah kelimpungan. Kan masyarakat mah ketika ada bahasa gratis, ya mereka beralih ke situ (SMAN/SMKN),” ujarnya.

Saat ini sekolah swasta berjibaku agar mendapatkan murid dengan berbagai cara, termasuk menambah keunggulan sekolah swasta. Keunggulan itu antara lain mengkolaborasikan dengan pesantren atau memperbesar pendidikan agama, terutama Agama Islam.

Karena itu, jika Pemprov Banten diizinkan Kemendikbudristek untuk menerapkan sekolah online, maka sekolah swasta yang sudah jatuh akibat sekolah gratis, akhirnya tertimpa tangga. Diyakini, keinginan orangtua menyekolahkan anak ke swasta semakin pupus.

Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten mengirimkan surat kepada Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) pada tanggal 28 April 2023.

Surat itu bernomor 421/1460 -Dindikbud /2023 tentang Permohonan Rekomendasi Pembelajaran Hybrid /Blended Learning, Penambahan Kuota dan Rombongan Belajar pada SMAN dan SMKN.

Jamaludin, Ketua Forum Komunikasi Kepala SMK Swasta Kabuapten Tangerang. Foto: Iqbal Kurnia
Jamaludin, Ketua Forum Komunikasi Kepala SMK Swasta Kabuapten Tangerang. Foto: Iqbal Kurnia

Lebih Masif

Jamal mengatakan, selama ini penerimaan peserta didik baru (PPDB) untuk SMAN dan SMKN dilakukan dengan cara menyesuaikan dengan ketersediaan sarana, prasarana dan daya tampung sekolah.

Dengan sekolah Online, diyakini jumlah penerimaan itu akan menjadi masif dan menapung murid yang berlipat jumlahnya. Sebab hybird learning tidak bergantung penuh pada sarana ruang belajar.

Jamal mencontohkan, bila masa PPDB SMAN-SMKN hanya dapat menampung 10 peserta didik. Maka saat hybird learning diberlakukan, dipastikan dapat menjadi 30-40 atau 3–4 kali lipat dari kouta sebelumnya.

Padahal selama ini, lembaga pendidikan swasta cenderung telah menjadi pilihan alternatif ataupun pilihan kedua bagi pihak peserta didik.

“Tegasmnya kami menolak sistem pembelajaran hybrid. karena di sekitar kita banyak swasta kan,” ujarnya.

“Kalau misalkan satu sekolah negeri saja koutanya 500 orang, kemudian pendaftar 1.500 orang atau 2.000 orang. Utu harus diterima semua oleh salah satu sekolah negeri yagn menerapkan sekolah online, Bagaimana nasib sekolah swasta yang ada di sekitar?,” ujarnya.

Terbukti Gagal

Jamal yang juga Kepala SMK Swasta di Kabupaten Tangerang menuturkan, Hybird Learning bukan barang baru khususnya di Banten. Hasil observasinya menunjukan, keberhasilan proses kegiatan belajar mengajar atau KBM dengan hybird learning hanya sekira 20% bagi peserta didik.

Hal itu terbukti saat covid-19 melanda kemarin. “Pembelajaran hybrid itu kami sudah tahu ketika covid kemarin. Bagaimana efek pembelajaran online terhadap anak, terutama dari segi akhlak. Kemudian dari segi keberhasilannya maupum kualitas,” tuturnya.

Karena itu dia mempertanyakan ngototnya Pemprov Banten untuk menerapkan hybird learning dengan alasan untuk meningkatkan angka partisipasi sekolah (APS).

“Nah sekarang kenapa mau diterapkan lagi, sedangkan masih banyak cara untuk menanggulangi angka putus sekolah,” jelasnya.

Karir Para Pendidik

Jamal mengatakan, hybird learning tak sekedar persoalan pendistribusian peserta didik semata. Namun dampak negatif amat besar, termasuk untuk seorang pendidik yang mengajar.

Hal tersebut seiring dengan potensi menyusutnya angka peserta didik yang bersekolah di Swasta. “Otomatis ketika berkurangnya siswa akan berkurang pula terhadap guru-guru,” ungkapnya.

Dampak negatif lain timbul bagi karir para guru, seiring menyusutnya jam mengajar karena keterbatasan jumlah siswa.

“Nah sekarang guru yang biasa mengajar sekian kelas tiba-tiba siswanya ya hanya beberapa kelas saja. Guru yang sudah sertifikasi sudah kekurangan jam mengajar. Kemudian pihak sekolah mau mempekerjakan guru untuk mengajar juga terhambat karena siswanya sedikit. Resiko sekolah mau bayar dari mana, kan gitu,” jelasnya.

Dampak lain, adanya dilema pengelola sekolah swasta untuk memberhentikan guru yang sudah mengabdi dalam jangka waktu yang cukup lama.

“Kalau memaksakan untuk diberhentikan juga kan banyak yang guru sudah senior yang sudah tua. Nanti mereka buat menghidupi diri sendiri dari mana kalau diberhentikan. Mau kerja ini dan itu juga sudah usia sudah tidak memungkinkan gitu. Banyak dampaknya. Bukan hanya ke masalah sekolah, tapi kehidupan. Ya guru gurunya juga kan gitu,” ujarnya.

Gulung Tikar

Kata Jamal, di wilayah Kabupaten Tangerang saja, sedikitnya sudah 3-4 sekolah swasta yang gulung tikar akibat tak mendapatkan peserta didik saat pandemi covid-19 melanda.

“Sementara untuk yang sudah total (gulung tikar) itu 3 atau 4 sekolah. Kemudian yang sekarang saja `la yahya wala yamut` (tidak hidup dan tidak mati) saja sudah ada beberapa sekolah,” ungkapnya.

Lanjut Jamal, kondisi lembaga pendidikan swasta di Kabupaten Tangerang ini ada yang hanya mempunyai satu orang peserta didik. Kata Jamal, hal itu menimpa salah satu sekolah swasta di wilayah Kecamatan Kelapa Dua.

“Termasuk yang ujian Kelas 12, hari ini itu ada yang (hanya) satu orang saja per sekolah itu,” ujarnya seraya menegaskan kondisi sekolah swasta yang “hidup segan, mati tak mau,”.

Menurut Jamal, kondisi berebut peserta didik antara lembaga pendidikan negeri dan swasta, masih lebih berkeadilan saat kewenangan SMAN-SMKN masih berada dalam naungan Pemerintah daerah kabupaten /kota.

Hal itu berbanding terbalik dengan kondisi saat ini, dimana kewenangan jenjang SMU sederajat di bawah naungan Pemprov Banten. Terkesan, Pemprov Banten tidak memperdulikan, bahkan tidak pernah menghitung keberadaan SMA dan SMK Swasta. (Iqbal Kurnia)

Editor Iman NR

Iqbal Kurnia

SELENGKAPNYA
Back to top button