Hukum

KH Matin Syarkowi Jadi Saksi Korban Pencemaran Nama Baik di PN Serang

KH Matin Syarkowi, ulama yang juga Awan PBNU menjadi saksi korban pengancaman dan pencemaran nama baik yang dilakukan terdakwa Saepudin alias Mahesa Al Bantani dan SI Kingfhmm di Pengadilan Negeri (PN) Serang, Selasa (4/11/2025).

Usai menjalani persidangan, KH Matin Syarkowi menegaskan kehadirannya sebagai saksi korban dalam perkara tersebut. Sidang kali ini difokuskan pada dugaan pencemaran nama baik melalui media elektronik yang dilakukan Mahesa.

Influencer Mahesa Al Bantani alias Saepudin dan rekannya SI alias Kingofhmm ditangkap Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Banten pada Minggu dini hari, 13 Juli 2025 , karena diduga mengancam nyawa ulama kharismatik sekaligus A’wan PBNU, KH Matin Syarkowi, lewat media sosial.

Penangkapan berlangsung sekitar pukul 02.30 WIB di rumah Mahesa. Polisi menyebut, tindakan itu merupakan tindak lanjut atas laporan dugaan penghinaan terhadap tokoh agama melalui unggahan di akun TikTok pribadinya. Dalam video yang diunggah, Mahesa menulis pernyataan yang dinilai menghina dan merendahkan kehormatan KH Matin Syarkowi.

Melindungi Nama Baik

Usai sidang, KH Matin Syarkowi mengatrakan, dia memilih jalur hukum sebagai bentuk pembelajaran, bukan balas dendam. Langkahnya menjadi sinyal bahwa ulama juga memiliki hak untuk melindungi nama baik dari serangan tidak berdasar.

Sebagai tokoh agama, KH Matin berharap generasi muda di Banten dapat memetik hikmah dari kasus ini. “Gunakan media sosial untuk hal baik, bukan untuk menyebar kebencian,” katanya

Sementara itu, Gindha Ansori Wayka, Kuasa hukum KH Matin mengungkapkan bahwa sidang kali ini memang dijadwalkan untuk mendengarkan keterangan saksi korban serta sejumlah saksi lain yang mengetahui langsung kasus tersebut.

“Hari ini kami mendampingi KH Matin sebagai saksi korban. Selain beliau, ada beberapa saksi lain yang memberikan kesaksian kepada jaksa,” jelas Gindha usai persidangan.

Menurutnya, bukti serta kesaksian yang dihadirkan semakin memperkuat dugaan bahwa Mahesa melakukan tindak pidana pencemaran nama baik.

“Dari proses tadi, kami melihat bukti-bukti yang diajukan sangat kuat. Jaksa dan hakim juga menelusuri setiap fakta secara detail,” ujarnya.

Gindha Ansori menekankan, perkara ini bukan sekadar persoalan hukum pribadi, tetapi juga peringatan bagi masyarakat agar lebih berhati-hati saat menggunakan media sosial.

“Kasus ini menjadi pelajaran bagi semua pihak. Jangan sembarangan membuat tuduhan atau menyebarkan fitnah di media sosial tanpa dasar dan bukti yang jelas,” tegasnya.

Menurut Gindha, dunia digital sering disalahgunakan untuk menyerang pihak lain, terutama tokoh agama yang seharusnya dihormati.

“Para kiai adalah figur panutan. Menyerang atau merendahkan mereka di ruang publik hanya akan memperkeruh suasana dan menciptakan perpecahan,” ujarnya.

Ia berharap kasus ini bisa menjadi titik balik agar masyarakat lebih santun dan bijak di ruang digital.

“Kita semua harus belajar menghormati perbedaan, menjaga ucapan, dan memanfaatkan media sosial secara positif,” tutupnya. (Pengirim: Taufik Hidayat)

Iman NR

Back to top button