KH Matin Syarkowi, Pimpinan Ponpes Al Fathaniyah, Tengkele, Kota Serang menyoroti pemungutan uang dari ASN dan pegawai lainnya per bulan dengan bungkusan zakat profesi atau zakat pendapatan dan jasa.
“Saya sudah bolak balik buka kitab-kitab, tidak ketemu landasan kiasnya. Tidak ketemu juga soal niat, haul dan nisabnya. Ini harus diperbaiki,” kata KH Matin Syarkowi.
Sorotan tajam KH Matin Syarkowi itu dikemukakan dalam pengajian Jurnalis Mengaji yang diadakan setiap Senin malam di Ponpes Al Fathaniyah, Tengkele, Kelurahan Tembong, Kecamatan Cipocok Jaya, Kota Serang, Senin malam (15/8/2022).
Pemungutan zakat profesi atau pendapatan dan jasa, terutama di Provinsi Banten dipotong langsung melalui gaji / upah yang ditransfer setiap bulan ke rekening pegawai ASN dan non ASN.
Pemotongan ini dilakukan oleh Baznas dengan landasan Peraturan Menteri Agama No.31 tahun 2019 tentang syarat dan tata cara perhitungan zakat mal dan zakat fitrah dan pendayagunaan zakat untuk usaha produktif.
Menurut KH Matin Syarkowi, pemotongan gaji ASN, non ASN dan kini mulai merambah ke pegawai swasta di perusahaan tidak memenuhi ketentuan zakat soal nisab, haul, niat dan harta yang kepemilikan yang “sempurna” selama setahun.
“Kalau dikenakan kadarnya 2,5 persen, maka itu dikenakan pada zakat harta yang landasannya adalah emas sebesar 85 gram. Di zakat ini berlaku ketentuan niat, nisab, haul dan harta yang kepemilikannya sempurna selama setahun. Dan itu tidak benar kalau cara sekarangyang dilakukan,” katanya.
Jika zakat itu dipotong langsung setiap kali menerima upah atau gaji, maka kias landasannya adalah zakat pertanian. Zakat pertanian tidak memiliki haul, tetapi zakat dikenakan saat panen.
“Jika zakat profesi itu dilandaskan pada zakat pertanian, maka seharusnya kadar zakat besarannya antar 5-10 persen,” ujarnya.
KH Matin Syarkowi mengingatkan, kesalahan terbesar dalam memotong gaji ASN, non ASN dan pegawai swasta adalah perhitungannya dari pendapatan bruto.
“Seharusnya, pendapatan bruto itu dikurangi dengan kebutuhan pokok atau biaya-biaya dalam sebulan itu, jika dilandaskan pada zakat pertanian,” ujarnya.
Dia menegaskan, tidak ada niat untuk menghalangi pemungutan zakat, bahkan dia mendukung upaya itu karena zakat merupakan hak bagi 8 golongan yang sudah ditetapkan.
Kedelapan golongan itu adalah fakir, miskin, riqab atau budak yang dimerdekakan, gharim atau gharimin atau orang yang memiliki hutang dan kesulitan melunasinya, mualaf, fiisabilillah, ibnu sabil, dan amil.
Katanya, upaya penetapan zakat itu sangat sampai ketetapan yang termaktub dalam Al Quran, hadis dan ijma para ulama.
Menurut web Baznas, zakat penghasilan atau yang dikenal juga sebagai zakat profesi; zakat pendapatan adalah bagian dari zakat mal yang wajib dikeluarkan atas harta yang berasal dari pendapatan / penghasilan rutin dari pekerjaan yang tidak melanggar syariah.
Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) menjelaskan, penghasilan yang dimaksud ialah setiap pendapatan seperti gaji, honorarium, upah, jasa, dan lain-lainnya yang diperoleh dengan cara halal, baik rutin seperti pejabat negara, pegawai, karyawan, maupun tidak rutin seperti dokter, pengacara, konsultan, dan sejenisnya, serta pendapatan yang diperoleh dari pekerjaan bebas lainnya.
Dalam praktiknya, zakat penghasilan dapat ditunaikan setiap bulan dengan nilai nisab per bulannya adalah setara dengan nilai seperduabelas dari 85 gram emas (seperti nilai yang tertera di atas) dengan kadar 2,5%.
Jadi apabila penghasilan setiap bulan telah melebihi nilai nishab bulanan, maka wajib dikeluarkan zakatnya sebesar 2,5% dari penghasilannya tersebut. (*/ Editor: Iman NR)