Memed: Pj Gubernur Banten Hentikan Selebrasi, Fokus Ke RPD
Memed Chumaedi, pengamat dari Universitas Muhammadiyah Tangerang (UMT) meminta Al Muktabar, Pj Gubernur Banten menghentikan aksinya yang senang selebrasi untuk mencari populeritas. Sebaiknya, fokus menjalankan rencana pembangunan daerah (RPD) yang telah ditetapkan.
“Saya lihat hingga hari ini, masih senang dengan hal yang bersifat seremoni, senang dielu-elukan (dipuja), masih dansa-dansi gitu kan. Merasa bulan madunya belum selesai,” kata Memed Chumaedi kepada MediaBanten.Com, belum lama ini.
Memed menilai, Provinsi Banten saat ini mengalami kejumudan dan pembangunannya tidak dapat dirasakan manfaatnya secara signifikan oleh rakyat. Ini akibat Pj Gubernur tidak bisa merealisasikan apa yang sudah ditetapkan dalam RPD.
Salah satu yang seharusnya segera diatasi adalah maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK) yang bisa berdampak pada tingkat pengangguran yang tinggi, bertambahnya kemiskinan ekstrem dan bisa berdampak pada meningkatnya penderita stunting.
“Apa solusinya dari seorang Pj Gubernur? kan tidak ada. Yang ada hanya lips service melalui rilis-rilis yang marak di media,” katanya.
Pengamat kebijakan publik ini menyinggung tata kelola organisasi perangkat daerah (OPD) yang akhir-akhir disoroti karena dinilai kacau dasar hukum.
“Kok senang bikin Plt (pejabat pelaksana tugas) yang jelas-jelas kewenangannya terbatas sekali dan bisa berdampak pada masalah hukum ketika menjalankan anggaran,” katanya.
Padahal, PJ Gubernur berwenang dalam merotasi, mendemosi dan memutasi serta menempatkan seorang birokrat sesuai dengan subjektifitasnya yang dianggap handal dalam merealisasikan kebijakan Pemprov.
“PLT itu kan punya kewenangan apa dia ! Gak punya kewenangan untuk mengekseskusi kebijakan. Pada akhirnya, banyak program yang gak jalan. Kalau dipaksakan jalan, ke depan akan berdampak pada persoalan hukum,” katanya.
Kenapa ? “Ya itu tadi, karena tidak ada political will (keinginan) yang dilakukan oleh PJ, berkaitan dengan administrasi pemerintahan. “Apa susahny, kan diatur bahwa PJ Gubernur berwenang merotasi, mutasi dan demosi berdasarkan dengan izin dari Kemendagri. Itu tetap bisa dilakukan,” tuturnya
Yang terjadi malah justru munculnya Plt-Plt. Para Plt itu diyakini muncul kekhawatiran jika mengeksekusi program bisa berdampak hukum.
“Kondisi inilah yang justru membuat buntu sistem pemerintahan yang diisi oleh para Plt dan harusnya dapat diisi oleh pejabat definitive,” lanjutnya.
Memed Chumaedi mengatakan, seharusnya Pj Gubernur Banten tetap berpegang teguh pada RPD yang ditetapkan hingga tahun 2025. Sebab, fungsi dan kinerja Pj adalah keberlanjutan pembangunan hingga terpilihnya gubernur definitif hasil pemilihan.
“Pengamatan saya itu kan, PJ belum kepikiran sama sekali soal hal itu. Tadinya saya pikir ada semangat keberlanjutan yang dilakukan oleh PJ. Faktanya, realitas yang ada malah justru Banten ini masih biasa-biasa aja, sebalikny mengarah pada kekacauan administrasi,” ujarnya.
Sebelunya, Wahidin Halim atau dikenal sebutan WH, mantan Gubernur Banten mengingatkan, seorang penjabat atau PJ Gubernur tidak memiliki hak diskresi atau kebebasan mengambil keputusan dalam kondisi tertentu (Baca: WH: Pj Gubernur Tak Punya Hak Diskresi, Hanya Administrator).
“PJ tidak punya kewenangan dan otoritas yang mutlak seperti misalnya diskresi. Karena PJ dibatasi dengan Undang-undang untuk tidak melakukan keputusan-keputusan atau kebijakan yang sifatnya prinsip,” kata Wahidin Halim, Gubernur Banten periode 2017 – 2022.
Pernyataan itu dikemukakan Wahidin Halim saat menjadi narasumber dengan host, Ikhsan Ahmad, Pengamat Kebijakan Publik dalam Chanel Youtube BantenPodcast yang direkam di rumanya di Pinang, Kota Tangerang, Senin (13/2/2023).
Katanya, meski sebagai kepala daerah, PJ merupakan jabatan administrator untuk melanjutkan program pembangunan daerah yang sudah dicanangkan Gubernur dan Wakil Gubernur defenitif sebelumnya. (Iqbal Kurnia)
Editor: Iman NR