Opini

Menakar Penerapan Pancasila dalam Politik Masa Kini

Ideologi Pancasila adalah dasar negara yang menjadi landasan bagi negara dan seluruh bangsa Indonesia, serta sebagai suatu pandangan hidup dalam berperilaku sosial.

OLEH: AMANDA AUDIA *)

Segala sesuatu dalam kehidupan bernegara dan berbangsa harus selaras dengan nilai yang ada dalam Pancasila. Tak terkecuali aktivitas politik di Indonesia yang mempunyai peran penting dalam kelangsungan Indonesia.

Sebagai dasar negara, Pancasila diharapkan dapat menjadi pedoman pengambilan keputusan politik, menciptakan suasana demokratis, dan meningkatkan kualitas hidup bangsa dan negara.

Nilai-nilai seperti kedaulatan rakyat, musyawarah dan keadilan sosial harus menjadi landasan pelaksanaan kebijakan politik dan pemerintahan.

Sangat penting untuk memiliki politik yang sehat dan mempertahankan persatuan, yaitu dengan menerapkan politik yang didasarkan pada Pancasila.

Namun, penerapan Pancasila dalam politik Indonesia saat ini sering kali dihadapkan berbagai tantangan. Seperti maraknya isu politik identitas, korupsi, polarisasi sosial, serta kerusuhan dalam pemilu politik yang mengancam keutuhan bangsa.

Konflik Sosial Politik

Politik di Indonesia sering kali diwarnai oleh konflik sosial seperti demonstrasi, kerusuhan, dan kekerasan yang mengancam persatuan dan kesatuan bangsa.

Hal tersebut bisa juga terjadi karena adanya politik identitas, yaitu masyarakat terbagi menjadi kelompok-kelompok etnis-agama, dan golongan yang dapat menyebabkan perpecahan masyarakat.

Belum lagi ketegangan antar etnis-agama karena adanya hoaks, pelintiran kebencian, dan ketidakpercayaan sehingga saling bermusuhan.

Pada Pemilu 2024, politik identitas terjadi karena banyak paslon yang dikatakan menggunakan kampanye politik dengan identitas agama.

Mereka menggunakan isu agama agar dapat mendiskreditkan lawan dan menarik simpati masyarakat untuk menggaet pendukung berdasarkan kesamaan agama.

Hal ini termasuk penyalahgunaan agama dalam politik dan bisa memicu terjadinya polarisasi di masyarakat.

Konflik Sosial Politik dan Politik Identitas ini tidak mencerminkan Sila Ke-1 Pancasila “Ketuhanan Yang Maha Esa.” untuk saling memberikan penghormatan terhadap semua agama dan Sila Ke-3 Pancasila “Persatuan Indonesia.” untuk saling bersatu dan tetap menjaga persatuan bangsa di atas kelompok atau golongan.

Dinasti Politik

Praktik dinasti politik menghambat proses perekrutan kader yang adil dan menghalangi kesempatan individu lain untuk berpartisipasi dalam politik.

Dinasti politik mempertahankan kekuasaan melalui garis keturunan atau hubungan pribadi, diklasifikasikan juga sebagai bentuk nepotisme.

Seperti dinasti politik di Banten, Andika Hazrumy terlibat dalam politik sebagai wakil gubernur Banten pada tahun 2017 hingga 2022.

Saat ini ia mencalonkan diri sebagai bupati Serang Banten, Andika Hazrumy merupakan anak dari Ratu Atut Chosiyah (mantan Gubernur Banten). Keterlibatan mereka dalam politik menunjukkan keberlanjutan dinasti politik dalam keluarga ini. Hal ini menyimpang dari prinsip demokrasi yang seharusnya memberikan kekuasaan berdasarkan kemampuan dan kehendak rakyat.

Demokrasi di Indonesia seharusnya mengedepankan musyawarah dan keterwakilan, namun hal ini terkadang terlampaui karena pengambilan keputusan politik yang kurang inklusif dan seringkali ditandai dengan polarisasi dan kekerasan politik.

Hal-hal tersebut dapat menelusur ke dalam kasus korupsi dan politik uang yang mengutamakan keuntungan pribadi dan mengesampingkan tujuan bersama bangsa.

Dinasti Politik, Demokrasi kurang inklusif dan Korupsi ini tidak mencerminkan Sila Ke-4 Pancasila “Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan.” yaitu berkesempatan bagi individu di tingkat masyarakat yang lebih luas untuk berpartisipasi dalam pemilihan dan kebijakan politik.

Kesenjangan Sosial

Pemerintah melakukan upaya melalui kebijakan kesejahteraan sosial. Namun, kesenjangan ekonomi dan kesenjangan akses terhadap pendidikan dan layanan kesehatan masih belum diatasi karena ketidakpedulian pemimpin.

Terdapat berbagai peraturan untuk melindungi hak asasi manusia (HAM), namun masih ada pelanggaran terhadap hak asasi manusia terutama hak kelompok minoritas yang kurang di perhatikan.

Hal-hal ini menjadikan politik sebagai alat pemecah belah, yang menyebabkan masyarakat merasa tidak di perlakukan adil dan merusak kepercayaan publik terhadap pemerintah.

Kesenjangan sosial dan kurangnya perwujudan HAM ini tidak mencerminkan Sila Ke-2 “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab” yaitu mewujudkan penghormatan terhadap hak asasi manusia (HAM) serta berkeadilan dan memanusiakan manusia juga Sila Ke-5 “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.” yaitu rakyat, setiap individunya harus diperlakukan dengan setara dan adil.

Nilai-Nilai Pancasila

Meskipun Pancasila adalah dasar negara, implementasinya dalam praktik politik sering kali minim. Pemerintah belum sepenuhnya mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila dalam setiap kebijakan, menyebabkan kebijakan politik sering kali tidak mencerminkan nilai-nilai keadilan, kemanusiaan, dan persatuan yang diamanatkan oleh Pancasila.

Masyarakat juga belum mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila dengan baik. Jika rakyat memiliki pemahaman nilai-nilai Pancasila yang baik, mereka dapat memahami tentang politik dan mampu berpartisipasi secara bijak dalam hak dan kewajiban setiap warga negara, serta masyarakat akan lebih kritis dalam menilai kebijakan pemerintah.

Membangun Kesadaran Nilai-Nilai Pancasila

Pemerintah dan para pemimpin politik harus memastikan bahwa setiap kebijakan yang diambil sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Jadi, politik tidak hanya menjadi ajang perebutan kekuasaan, tetapi juga berfungsi untuk melayani masyarakat dan meningkatkan kesejahteraan bersama.

Penegakan Hukum

Penegakan hukum yang adil diperlukan untuk mengurangi praktik politik yang melanggar prinsip-prinsip Pancasila, seperti dinasti politik dan korupsi. Pemerintah harus menunjukkan komitmen yang kuat dalam menindak pelanggaran politik yang merugikan masyarakat dan melanggar nilai-nilai Pancasila. Penegakkan hukum harus adil, tegas, ringkas dan membawa efek jera. 

Partisipasi Masyarakat dalam Politik

Partisipasi aktif masyarakat dalam proses politik, seperti musyawarah dan konsultasi publik, dapat membantu mengurangi konflik dan polarisasi. Hal ini juga mendorong terciptanya kebijakan yang lebih inklusif dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat luas.

Dialog Antaragama dan Antarbudaya

Mengingat politik identitas sering menimbulkan konflik, pemerintah dan masyarakat perlu mendorong dialog antaragama dan antarbudaya untuk memperkuat persatuan. Hal ini sesuai dengan sila ketiga Pancasila, yaitu Persatuan Indonesia, yang mengutamakan persatuan dalam keberagaman.

Pendidikan Politik

Pendidikan politik yang menekankan nilai-nilai Pancasila harus diperkuat agar masyarakat memiliki pemahaman yang baik tentang politik dan mengetahui pentingnya politik yang adil, manusiawi, dan beradab. Dengan pendidikan ini, masyarakat akan lebih kritis terhadap kebijakan politik yang menyimpang dari nilai-nilai Pancasila.

Dengan penerapan upaya-upaya ini, nilai-nilai Pancasila diharapkan dapat diintegrasikan secara lebih efektif dalam politik Indonesia saat ini, sehingga dapat tercipta politik yang sehat, adil, dan menjaga persatuan bangsa. Selain itu, sebagai bangsa Indonesia, kita harus terus memahami dan menerapkan Pancasila dalam kehidupan bernegara dan berbangsa. (**)

*) AMANDA AUDIA adalah Mahasiswa Pengantar Ilmu Politik, Prodi Kom, FISIP UNTIRTA

Iman NR

Back to top button