Keuangan

Pemberlakuan Efisiensi, Ketua Komisi IV: Pemerintah Salah Menetapkan Anggaran

Ketua Komisi IV DPRD Banten, Muhamad Nizar mengatakan, pemberlakuan efisiensi anggaran dari Pemprov Banten terjadi karena diawali oleh kesalahan pemerintah bersama DPRD (periode sebelumnya) saat menetapkan anggaran.

Secara lugas Nizar menyebut bahwa kesalahan pemberlakuan efisiensi anggaran itu terjadi pada saat pembahasan asumsi pendapatan asli daerah (PAD) yang tidak memperhitungkan opsen pajak kendaraan bermotor (PKB) yang akan berlaku pada tahun 2025.

“PAD itu kan asumsi. PAD kita yang Rp7 triliun lebih itu kan asumsi. Pendapatan kita darimana? Dari pajak kendaraan paling gede. Sementara untuk tahun 2025 diberlakukannya opsen pajak. Tadinya provinsi lebih besar. Bayarnya nyicil ke kabupaten/kota,” ujar Muhammad Nizar saat menjadi pembicara dalam BantenPodcast yang dikutip Kamis (15/5/2025).

Selanjutnya, kebijakan pemerintah pusat belakangan sharing pajak kendaraan bermotor (PKB) berlaku sebaliknya, lebih besar ke kabupaten/kota.

Pemberlakuan opsen pajak yang diberlakukan tahun 2025 ini berdampak pada provinsi yang hanya mendapatkan sharing sekitar 30 persen. Bahkan persentase 70 persen untuk kabupaten/kota pasca perubahan itu juga dilakukan secara real time.

“Jadi misalnya kalau pembayaran Rp200 ribu, pembayarannya 70 persen langsung dipotong untuk pendapatannya kabupaten/kota. Kalau dulu engga, Rp200 ribu masuk ke kas provinsi dulu, dan pembayarannya nanti diakumulasi selama satu tahun,” terang Nizar.

Nizar menegaskan, sebenarnya Inpres No 1 Tahun 2025 tentang efisiensi tidak ada kaitannya dengan Pemerintah Provinsi Banten. Tetapi memang, Pemprov perlu belajar dari Inpres tersebut bahwa ada belanja-belanja yang tidak efektif yang harus ditekan.

“Pengurangan dan efisiensi itu dua hal berbeda. Kendati begitu pemerintah punya itikad baik untuk menghitung dan mengevaluasi ulang bahwa ada banyak belanja yang tidak efektif di tata kelola anggaran kita,” katanya.

Sementara perihal kesalahan penetapan anggaran tahun 2025 ini, Ketua DPRD Banten Fahmi Hakim yang juga sebagai wakil ketua DPRD Banten pada periode sebelumnya saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon dan pesan singkat tidak merespon.

Begitupula Kepala BPKAD Banten, Rina Dewiyanti. Saat ditanya mekanisme penetapan pendapatan dan pengelolaan APBD Banten yang tidak mempertimbangkan ruang fiskal, Rina juga tidak menjawab pertanyaan wartawan.

Sebelumnya diketahui DPRD Provinsi Banten mensahkan postur anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) tahun anggaran 2025 sebesar Rp11,54 triliun.

Dalam pembahasan disepakati APBD Provinsi Banten Tahun Anggaran 2025 pendapatan sebesar Rp11,544 triliun, belanja sebesar Rp11,548 triliun, dan defisit sebesar Rp4 miliar.

Dalam kesempatan yang sama, Kepala BKAD Provinsi Banten Rina Dewiyanti mengaku belum dapat memastikan kapan APBD Banten akan disesuaikan.

Ia mengatakan penyesuaian itu akan dibahas dengan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), dan Badan Anggaran DPRD Provinsi Banten. “Nanti setelah ada instruksi untuk perubahan APBD,” kata dia belum lama ini.

Rina mengatakan Pemprov Banten telah mengeluarkan surat edaran pada organisasi perangkat daerah (OPD) untuk melakukan penghematan belanja operasional dan yang bersifat seremonial, menindaklanjuti Instruksi Presiden nomor 1/2025, dan Keputusan Menteri Keuangan (KMK) nomor 29/2025.

Surat tersebut ditujukan agar perangkat daerah dapat melakukan asesmen dan memulai langkah penghematan.

Saat ini di Provinsi Banten tercatat pemangkasan Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) dari Pemerintah Pusat senilai Rp70 miliar.

Rina mengatakan Pemprov Banten melakukan pemangkasan pada sejumlah anggaran, termasuk perjalanan dinas mencapai 50 persen dan pengadaan alat tulis kantor (ATK) sebanyak 90 persen.

Ia meminta agar organisasi perangkat daerah bisa lebih selektif dalam penyesuaian aturan tersebut.

“Nanti gini misalnya, untuk perjalanan dinas kita kan harus 50 persen Inpres mengatakan, makanya kita ngasih tau, dari sekarang sudah mulai disetting oleh perangkat daerahnya. Kalau misalkan ada Rp100 juta berarti ya Anda sekarang harus Rp50 juta untuk satu tahun. Artinya, yang melakukan perjalanan dinas harus lebih selektif,” kata dia. (Budi Wahyu Iskandar)Pemberlakuan Efisiensi, Ketua Komisi IV: Pemerintah Salah Menetapkan Anggaran

Budi Wahyu Iskandar

Back to top button