Korupsi

Rugikan Negara Rp21,6 Miliar, 4 Tersangka Korupsi Sampah Tangsel Segera Disidangkan

Penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten menyerahkan berkas perkara dugaan tindak pidana korupsi sampah berupa pekerjaan jasa layanan pengelolaan dan pengangkutan di Dinas Lingkungan Hidup Kota Tangerang Selatan tahun 2024 senilai Rp75,9 miliar ke Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Penyerahan berkas tahap I itu dilakukan penyidik atas nama tersangka SYM, WL, TAK dan ZY. “Berkas tahap I terhadap 4 tersangka ini sudah diserahkan tim penyidik Tipikor kepada JPU pada Senin (30/6/2024),” ujar Kasie Penerangan Hukum Kejati Banten, Rangga Adekresna kepada wartawan, Selasa (1/7/2025).

Rangga menjelaskan, penyerahan berkas empat tersangka tersebut menyusul telah diterimanya hasil perhitungan kerugian keuangan negara perkara dugaan Tipikor Pekerjaan Jasa Layanan Pengangkutan dan Pengelolaan Sampah di DLH Kota Tangerang Selatan tahun 2024 dari dari auditor Akuntan Publik.

“Berdasarkan hasil audit tim akuntan publik kerugian negara dalam perkara Pekerjaan Jasa Layanan Pengangkutan dan Pengelolaan Sampah di DLH Kota Tangerang Selatan tahun 2024 sebesar Rp21.682.959.360,” terang Rangga.

Rangga juga menyampaikan bahwa keempat tersangka hingga saat ini menjadi tahanan titipan Kejati Banten. “Tersangka SYM dan ZY ditahan di Rutan Serang. Sedangkan tersangka WL dan TAK ditahan di Rutan Pandeglang,” tuturnya.

Diketahui, proyek yang menjadi objek perkara tersebut dilaksanakan pada Mei 2024 dengan nilai kontrak sebesar Rp75.940.700.000. terdiri dari pekerjaan Jasa Layanan Pengangkutan Sampah sebesar Rp50.723.200.000 dan Jasa Layanan Pengelolaan Sampah sebesar Rp25.217.500.000.

Dari hasil penyidikan diketahui SYM, Direktur PT FPP memiliki peran kuat terjadinya tindak pidana korupsi pekerjaan layanan dan pengelolaan sampah tersebut. Bersama-sama kepala DLHK (WL), keduanya melakukan persekongkolan jauh hari sebelum pekerjaan dilakukan.

“Setelah proses penyidikan, tim penyidik menemukan sejumlah pelanggaran serius. Keduanya diduga terlibat dalam persekongkolan sejak proses perencanaan pengadaan. Mereka mengubah KBLI PT EPP agar bisa mengikuti lelang pengelolaan sampah dan mendirikan CV BSIR untuk mendukung pelaksanaan proyek,” terangnya.

Dalam pelaksanaannya, PT EPP juga mengalihkan pekerjaan utama kepada pihak lain yang sebenarnya dilarang dalam kontrak. Karena EPP diketahui tidak memiliki fasilitas, kompetensi dalam penanganan dan pengelolaan sampah sebagaimana ketentuan yang berlaku.

“PT EPP mengalihkan item perkerjaan ke sejumlah perusahaan antara lain PT OKE, PT BKO, PT MSR, PT WWT, PT ADH, PT SKS, dan CV BSIR,” tambah Rangga.

Sedangkan PT EPP juga tidak mendistribusikan sampah ke lokasi Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sesuai dengan ketentuan dalam PP Nomor 81 Tahun 2012 dan Permen PUPR Nomor 03/PRT/M/2013 tentang Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.

Atas perbuatan para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (Budi Wahyu Iskandar)

Budi Wahyu Iskandar

Back to top button