Sebanyak 50.000 Buruh Akan Demo, DPR: Baca Dulu UU Ciptaker
Istana Negara, Jakarta, akan dikepung 50.000 buruh asal Banten, yang tergabung dalam Aliansi Buruh Banten Bersatu (AB3), pada tanggal 20-22 Oktober 2020. Mereka akan bergabung bersama buruh lainnya, asal Jakarta dan Jawa Barat (Jabar) untuk berdemo menolak UU Ciptaker.
Puluhan ribu buruh itu menuntut agar Presiden Jokowi menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Omnibus Law.
“Hampir 50 ribu kan. Se-Banten, nanti kita gabungan dengan DKI dan Jabar. Tuntutannya sama, presiden mengeluarkan Perppu, itu aja kita mah, enggak melebar kemana-mana kita mah,” kata Presidium AB3, Dedi Sudradjat, melalui selulernya, Senin (12/10/2020).
Ketua DPD KSPSI Banten itu mengatakan kalau buruh dari Tangerang Raya akan menaiki motor menuju Jakarta. Sedangkan buruh dari luar Tangerang, akan menaiki bus yang sudah mereka sewa. “Buruh dari Tangerang naik motor. Buruh dari luar Tangerang naik bus,” ujarnya.
Pihaknya juga enggan melakukan judicial review (JR) ke Mahkamah Konstitusi (MK), karena sudah bisa dipastikan kalah dalam persidangan. “Kita tidak berhasrat, karena hakim MK itu di ajukan oleh presiden, di ajukan DPR, di ajukan Mahkamah Agung (MA), dan ditetapkan oleh presiden. Logikanya yang kita lawan presiden sama DPR, mana bakal kita menang, percuma. Pasti pemerintah berupaya sistem politiknya kondusif,” jelasnya.
Baca:
Pelajari Dulu
Sementara itu, Anggota DPR yang ikut serta mengesahkan Undang-undang (UU) Cipta Kerja (Ciptaker) atau Omnibus Law, meminta buruh, mahasiswa dan semua pihak yang berdemonstrasi menolak, untuk membaca dan mempelajarinya lagi.
Jika sudah membaca dan mempelajarinya, baru memberikan catatan kritis atau mengkritik produk hukum tersebut. “Saya kira dibaca dulu semua hasil Ciptaker (UU Cipta Kerja), setelah dipelajari baru diberikan catatan kritis,” kata politis Golkar sekaligus anggota DPR, Tb Ace Hasan Syadzily, di Pemkab Pandeglang, Senin (12/10/2020).
Sedangkan menurut Yandri Susanto, politis PAN yang juga Ketua Komisi VIII DPR itu menyerahkan seluruhnya ke Presiden Jokowi, apakah akan menerbitkan Perppu atau tidak. Anggota dewan dapil Serang-Cilegon itu meminta buruh harus menjelaskan dulu ke pemerintah, apa saja yang mereka tuntut dalam UU Omnibus Law itu.
Jika ada yang salah dalam UU Omnibus Law, maka bisa digugat ke MK, di revisi hingga terbitnya Perppu. “Untuk Omnibus aw itu sekarang kan ditangan presiden, apakah ada Perppu, revisi terbatas, tapi harus helas dulu tuntutannya seperti apa, yang diminta yang demo itu yang mana. Saya kira semua masih bisa kita diskusikan,” kata Yandri Susanto, ditempat yang sama, Senin (12/10/2020).
Baca:
Politisi PAN ini mengaku tidak mungkin DPR menyetujui semua tuntutan buruh, karena investasi dan pengusaha bisa lari ke luar negeri. Sehingga harus di cari jalan tengahnya. Namun dia memastikan bahwa hak cuti dan pesangon buruh tetap ada.
“Tapi disitu kan ada kepentingan pengusaha. Tugas kita DPR dan pemerintah dalam undang-undang itu mendekatkan pro kontra ke tengah. Kalau kita turuti semua buruh, ini banyak pengusaha kita lari ke Thailand, ke Vietnam, misalkan pengusaha enggak kita dengar, investasi bisa enggak ada lagi,” terangnya.
Yandri mengaku bahwa saat paripurna penetapan UU Omnibus Law, anggota DPR memang tidak diberikan draftnya. Dia berkilah bahwa semua sudah dibahas secara utuh dalam rapat kecil dan disosialisasikan oleh para fraksi ke anggotanya. Sidang paripurna hanya betugas mengetok palu persetujuannya saja.
“Memang biasanya undang-undang yang disampaikan itu kesepakatan-kesepakatan pokoknya yamg disampaikan di paripurna, yang di pidatokan oleh ketua panja atau ketua pansus, atau ketua baleg, atau ketua komisi. Yang disampaikan isinya apa sih, berapa pasal, memang tidak dibagi (draft). Paripurna itu hanya ketoknya saja,” jelas politisi PAN ini. (Yandhi Deslatama)